Jum’at (2/5) setelah salat isya, bertepatan dengan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional), KJRI Jeddah dan PPMI Cabang Madinah menyelenggarakan Seminar/Ceramah Umum dengan tema Tantangan Alumni Pendidikan Timur Tengah, Peran SDM Berkarakter dalam Menghadapi Globalisasi Kini dan Masa Mendatang di Indonesia, bagi mahasiswa Indonesia yang sedang menyelesaikan studi di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, bertempat di Wisma Haji Madinah, dengan Pembicara Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dan Ust. Anas Burhanuddin, MA, Mahasiswa Program Doktoral Jurusan Fikih Universitas Islam Madinah. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Bpk. Darmakitri Syailendra, Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, dan Bpk. Syarif Syahab, Pelaksana Pensosbud KJRI Jeddah.
Bertindak sebagai moderator, Ust. M. Hudzaifah M. Marikar, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah yang juga Ketua PPMI Madinah tahun 2012-2013. Acara diawali oleh sambutan Konsul Jenderal RI di Jeddah, di dalam sambutannya ia menyampaikan betapa pentingnya seminar ini bagi para mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di luar negeri terutama di Arab Saudi, karena di akhir studinya mereka akan pulang ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat, dan ia berharap kepada narasumber untuk menjelaskan tantangan yang didapatkan alumni luar negeri ketika kembali ke Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kita senantiasa butuh DUIT, karena dengan duit kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, namun DUIT ini adalah singkatan dari Do'a, Usaha, Inovasi dan Tekun, ujar bapak Konjen kepada seluruh mahasiswa yang hadir pada seminar ini.
Masuk ke dalam acara utama, Prof. Siti Chamamah, yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah tahun 2000-2010, bercerita bahwasanya ada kesamaan antara beliau dengan para peserta seminar, yaitu sama-sama menjalani studi di luar negeri, namun perbedaannya ia studi di Eropa, lebih tepatnya di Prancis, Inggris dan Belanda, dan para mahasiswa sedang menyelesaikan studi di Timur Tengah. Orang-orang Indonesia yang berkesempatan untuk kuliah di luar negeri memiliki harta kekayaan yang sangat berharga berupa pengalaman, pengalaman dan ilmu tidak hanya bisa digunakan di satu tempat, namun bisa digunakan dimana-mana, ilmu apa saja dan pengalaman apa saja.
Pengalaman untuk menyesuaikan diri di luar negeri dengan lingkungan berbeda dengan tanah air adalah pengalaman yang berharga juga, misalnya bagi seorang muslim yang tinggal di Eropa mendapatkan kesulitan untuk mencari makanan yang halal serta kesulitan untuk menunaikan ibadah salat, berbeda dengan yang terjadi di Timur Tengah, dan setiap tempat memiliki kesulitan dan permasalahan yang berbeda-beda.
Dimanakah Timur Tengah?
Negara mana saja yang masuk ke Timur Tengah? Para peneliti memiliki perbedaan pendapat dalam menerangkan istilah Timur Tengah ini. Sebab penyebutan Timur Tengah ini adalah nama arah, dan yang memberi nama ini adalah orang-orang di sebelah Barat, mereka melihat sebelah Timur yang dekat dan menyebutnya sebagai Timur Dekat yaitu Eropa Timur, sedangkan Timur yang agak lebih jauh disebut Timur Tengah (tengah-tengah tidak dekat dan tidak jauh), adapun negara-negara Asia Timur seperti Cina, Korea dan Jepang disebut Timur Jauh, karena jaraknya yang jauh dari Barat (Eropa)
Pendapat tentang letak Timur Tengah, antara lain:
- Afrika Utara, Semenanjung Anatolia, Asia Barat Daya, Asia Tengah, Asia Selatan sampai Asia Tenggara
- Iran sampai Mesir (Pendapat Sastra Barat)
- Asia Barat Daya, termasuk Turki, Siprus, Iran ditamnbah dengan Mesir (Menurut definisi umum, PBB, media, dan sebagian organisasi internasional)
- Dari Mauritania sampai Pakistan, tidak termasuk Asia Tengah, termasuk juga Sudan, Somalia, Djibouti, Turki dan Siprus (Menurut definisi Kelompok 8 [G8])
Untuk mengetahui pendapat yang paling benar, atau yang paling populer bisa dilakukan penelitian secara ilmiah.
Urgensi Hardiknas 2 Mei
Segenap warga bangsa Indonesia, di dalam negeri dan berada di luar negeri -seperti kita saat ini- mengingat dan menyadari perannya sebagai warga bangsa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan dan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan anak bangsa [UU Sisdiknas 2003 Pasal 6 ayat (2)].
Hardiknas, yang diperingati setiap tahunnya oleh orang Indonesia, baik di seluruh sekolah di tanah air maupun di luar negeri (di KBRI dan KJRI), seharusnya bukanlah hanya sebagai seremonial saja, seharusnya di setiap tahunnya kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air, dan bukan hanya sebagai teori. Melihat Undang-Undang Sisdiknas tersebut, yang sudah disahkan oleh DPR, maka Pendidikan bukanlah hanya tugas Presiden dan Menteri Pendidikan saja, bukanlah tugas Pemerintah saja, namun seluruh warga bangsa memiliki tanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, terang Prof. Chamamah yang pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya di UGM.
Para mahasiswa Indonesia di luar negeri, bisa menyumbang pemikiran dan pendapat untuk pemerintah atau masyarakat tanah air, dengan cara menyelenggarakan berbagai seminar, workshop, diskusi, penelitian, dan lain-lain, yang hasilnya bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Tuntutan dan Solusi di Era Globalisasi
Terdapat dua macam tuntutan di Era Globalisasi ini, yaitu Tantangan dan Ancaman. Tantangan adalah sesuatu yang masih bisa diusahakan solusinya, contohnya  Internet. Di zaman sekarang, ada seorang guru yang menyuruh kepada muridnya (SD kelas 3) untuk mencari jawaban soal di Google, padahal jika tidak dibimbing, anak tersebut akan ketagihan bermain internet atau membuka situs yang tidak mendidik. Sedangkan Ancaman adalah sesuatu yang sulit diusahakan solusinya, contohnya program televisi yang tidak mendidik. Contohnya, dulu di berbagai daerah di Indonesia ada budaya membaca al-Qur'an di setiap magrib, namun budaya ini bisa dibilang sudah hilang dengan munculnya tontonan yang menarik para pemirsa, khususnya para pemuda.
Kunci pembawa keberhasilan adalah Human Capital (SDM), bukan SDA (Sumber Daya Alam), contohnya: Jepang, Korea dan Taiwan, kemajuan bangsa dan negaranya didukung oleh SDM yang berkualitas unggul, padahal mereka tidak memiliki SDA yang melimpah seperti kita.
Tantangan Alumni Universitas Islam Madinah dalam Menghadapi Era Globalisasi
Pembicara kedua, Ust. Anas Burhanuddin, yang juga sebagai Pengajar di Masjid Nabawi pada Musim Haji, membahas pembahasan lebih spesifik yaitu ditujukan untuk alumni Universitas Islam Madinah dan tantangannya dalam menghadapi Era Globalisasi.
Timur Tengah, memiliki keistimewaan sebagai tempat diturunkannya agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam), dan Bangsa Timur Tengah diberi kelebihan dalam memahami ilmu agama, sebagaimana sekte-sekte yang ada di Indonesia, semua sumbernya dari tokoh-tokoh Timur Tengah, dan dalam dialog mereka lebih unggul namun dalam masalah metodologi mereka masih kalah. Bahkan yang terjadi di Universitas Islam Madinah, metodologi mahasiswa Indonesia dalam penulisan tesis lebih baik dibanding oleh orang-orang Timur Tengah.
Tantangan-tantangan Alumni Universitas Islam Madinah
- Bertambahnya tingkat intelektual masyarakat Indonesia dengan meningkatnya teknologi, bisa jadi seseorang hanya belajar agama dari internet selama dua tahun dan lebih luas pengetahuan agamanya dibanding oleh alumni Timur Tengah
- Kurangnya kemampuan menulis dalam bahasa Arab, padahal banyak ulama-ulama Indonesia yang terkenal di Timur Tengah karena tulisan mereka, seperti Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani dan Syaikh Mahfudz at-Turmusi
- Belajar agama di jaman sekarang ini bukan hanya monopoli Timur Tengah, negara-negara Barat berbondong-bondong membuka Studi Islam
- Ego para alumni, yang berlomba-lomba untuk membuat lembaga pendidikan di tempat yang berdekatan dan masih belum dibutuhkan, padahal ini adalah hal yang tidak baik, buatlah lembaga tersebut jika dibutuhkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H