Gelaran MotoGP di Mandalika berakhir sudah. M. Oliveira, pembalap dari Portugal berhasil menjuarai seri MotoGP Indonesia. Dia disebut sebagai berhasil menguasai kondisi basah di laman situs resmi MotoGP. Memang hujan deras sempat mengguyur sirkuit Mandalika, sehingga balapan harus ditunda sekira 1 jam. Untungnya hujan reda, dan balapan bisa dilanjutkan.Â
Ada hal menarik di balapan kali ini, hadirnya pawang hujan yang "mengatur" turun dan redanya hujan di sirkuit. Bayangkan, MotoGP yang notabene adalah puncak tertinggi aplikasi teknologi motor balap berjalan bersisian dengan pawang hujan, bentuk kearifan tradisi manipulasi cuaca negeri kita. Entah kebetulan, entah sungguhan, hujan benar-benar reda setelah sang pawang melakukan ritualnya.Â
Ritual sang pawang, dalam kasus ini, berhasil menghentikan hujan. Magic worked. Sihir merupakan salah satu bentuk dialog antara manusia dan alam, dan menurut Frazer ini bentuk dialog yang tertua. Sihir berusaha mengontrol alam dan kejadiannya dengan ritual yang diharapkan dapat menyenangkan arwah yang bersemayam dalam benda-benda, sehingga arwah tadi mau memberikan hasil yang sesuai keinginan manusia. Semacam negosiasi antara manusia dan alam. Dalam alam pikiran sihir, manusia adalah bagian dari alam, sehingga negosiasi antara keduanya bisa dilakukan. Apa pun yang diinginkan manusia dari alam akan bisa dicapai, selama syarat-syarat ritualistiknya terpenuhi.
Bisa jadi hujan tetap akan berhenti turun kemarin, walaupun tanpa aksi sang pawang hujan. Prakiraan cuaca dari BMKG juga menyatakan itu. Tentu saja ada perbedaan tentang apa yg diklaim oleh BMKG dan pawang hujan. Klaim sang pawang adalah hujan bisa dia atur, sedangkan BMKG hanya mengklaim bahwa kapan hujan akan turun atau berhenti, itu bisa dia perkirakan. Lebih hebat yang mana? Hehe.Â
Sains, yang digunakan oleh BMKG, juga bagian dari upaya dialog antara manusia dan alam. Dalam bentuk dialog ini, yang diklaim sebagai bentuk dialog termutakhir antara alam dan manusia, alam adalah objek pengetahuan yang tidak memiliki kehendak dan kesadaran, sedangkan subjeknya, pelaku aktifnya adalah kita, manusia yang sadar dan berkehendak. Menurut perspektif sains, kemampuan kita untuk mengatur alam berbanding lurus dengan kemampuan kita untuk memahami, menguasai dan memanipulasi pengetahuan kita tentangnya.Â
Tapi kita sedikit melompat di sini, karena di antara sihir dan sains, menurut Frazer, ada agama. Agama mengajarkan kepada pemeluknya bahwa ada Tuhan atau Tuhan-tuhan yang mengatur alam semesta, termasuk di dalamnya cuaca. Hanya kepada-Nya saja manusia dapat meminta, untuk diturunkan atau dihentikannya hujan. Berbeda dengan sihir yang merupakan bentuk negosiasi antara manusia dan alam, di mana ketika ritual tertentu dilakukan, maka hasil tertentu akan didapatkan, dalam agama, posisi manusia berada di pihak yang lemah, dan hanya bisa meminta pada Tuhan, hanya Tuhan saja yang akan memutuskan akan mengabulkan atau menolak permintaan manusia tadi. Menurut Frazer, evolusi pemahaman manusia bergerak dari magis ke agama ke sains.Â
Namun, proses evolusi linear ala Frazer ini tidak diterima oleh semua orang. Karena menurut sebagian ahli, sihir, agama, dan sains bukan merupakan bentuk evolutif pengetahuan manusia yang bergerak maju selangkah demi selangkah, tapi merupakan bentuk pengetahuan yang hadir secara paralel dan bersamaan sejalan dengan pengalaman interaksi manusia dan alam. Itulah yang terjadi di Mandalika kemarin. Sihir dan sains berjalan bersamaan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI