Mohon tunggu...
Imam Hariyanto
Imam Hariyanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Agribisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Lindungi Kopi Indonesia dari Klaim Negara Lain!

26 Februari 2014   04:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:28 1427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: https://www.keycoffee.co.jp/e/story/toraja.html

Anda tahu Kopi Toraja ? Mungkin sebagian tahu, dan sebagian lagi belum tahu. Kopi Toraja adalah salah satu kopi arabika berkualitas tinggi di Indonesia yang diproduksi oleh petani kopi di Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan, atau khususnya di Kecamatan Denpina, Kapala Pitu, Rindingallo, Buntu Pepasan, Baruppu', Sesean Suleara. Daerah-daerah tersebut berada di ketinggian sekitar 900 mdpl sehingga sangat cocok untuk budidaya kopi Arabika. Jadi, tidak heran kalau kopi arabika yang dihasilkan memiliki cita rasa dan kualitas tinggi dan berhasil menembus rekor harga kopi, 45 U$ per kg, pada lelang kopi di Surabaya (www.kabar-toraja.com [30/11/2013]).

Gambar di atas adalah sebuah screen shoot dari website Key Coffee Inc (Jepang) yang isinya kurang lebih mengatakan bahwa ‘Kopi Toraja, yang telah dikenal sebagai sebuah masterpiece di dunia, sekarang sudah tersedia dalam label KEY COFFEE’. Septiono (2009) mengatakan bahwa Corporation dari Jepang tersebut mendaftarkan Merek “Toarco Toraja” dengan nomor pendaftaran 75884722. Merek tersebut selain menampilkan kata “Toraja” juga rumah adat Toraja sebagai latar merk.

Lalu apa akibatnya bagi Kopi Toraja ? Sebagai komoditas ekspor, tentunya Kopi Toraja dijual secara internasional ke berbagai negara di dunia. Namun hal ini tidak bisa dilakukan di Jepang, karena kata “Toraja” sudah lebih dulu dipakai sebagai merk dagang di sana. Sehingga, apabila tetap ingin menjual Kopi Toraja di Jepang, maka tidak boleh menggunakan nama yang mengandung kata “Toraja”. Tentunya hal ini bukan hal sepele. Petani kopi di Kabupaten Toraja pasti memiliki kebanggaan yang tinggi pada produk kopi yang dihasilkannya, dan akan lebih bangga jika konsumen tahu nama daerah asal tempat kopi tersebut diproduksi. Istilah gampangnya, Kopi Toraja menjadi identitas diri petani kopi di sana.

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya bahwa Kopi Toraja hanya salah satu dari banyak kopi berkualitas, baik arabika atau pun robusta, yang ada di Indonesia, di mana sebagian di antaranya sudah diakui kualitas di pasar internasional. Sebut saja Kopi Arabika Gayo (Aceh), Kopi Arabika Kintamani (Bali), Kopi Arabika Wamena (Papua), Kopi Arabika Jawa Ijen-Raung (Bondowoso, Jawa Timur) dan lain sebagainya. Sebagai orang Indonesia, kita tidak boleh membiarkan produk unggulan Indonesia (khususnya kopi) dan nama daerah asalnya diklaim oleh negara lain, seperti kasus Kopi Toraja di atas. Hal tersebut terjadi karena Kopi Toraja belum dilindungi secara hukum di Indonesia.

13933393961659270531
13933393961659270531
Source : myindonesiacoffee.blogspot.com

Lalu bagaimana solusinya ? Bagaimana cara melindungi produk unggulan Indonesia dengan payung hukum yang diakui secara internasional ? Jawabannya adalah dengan perlindungan Indikasi Geografis (IG). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis, dijelaskan tentang definisi IG, yaitu “sebuah tAnda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dak kualitas spesifik pada barang yang dihasilkan”. Di Indonesia, IG diatur dalam PP No. 51 Tahun 2007, sedangkan dalam tingkat internasional, IG diatur, salah satunya yang paling terkenal, dalam TRIPs Agreement Pasal 22 sampai dengan Pasal 24. Di Indonesia, lembaga pemerintahan yang mengelola perlindungan IG adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI) Kementrian Hukum dan HAM RI.

Dari pengertian IG tersebut, bisa disimpulkan bahwa produk dengan kualitas khusus yang hanya bisa dihasilkan di daerah tertentu bisa dilindungi secara hukum. Begitu juga dengan kopi, sehingga kopi yang memiliki kualitas tinggi, di mana hal ini hanya bisa dihasilkan di daerah-daerah tertentu, bisa terlindungi dari klaim negara lain. Di Indonesia sendiri, perlindungan IG kopi telah dimulai sejak tahun 2008 dengan pilot project adalah Kopi Arabika Kintamani (Bali). Dan sampai sekarang, seperti yang dapat dilihat di website Dirjen HKI (http://www.dgip.go.id/indikasi-geografis), sudah ada 24 produk dari berbagai macam komoditas yang berhasil didaftarkan untuk mendapat perlindungan IG (saat artikel ini ditulis).

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat bertemu dengan Pak Surip Mawardi (Peneliti Puslit Koka / Ketua Tim Ahli IG Indonesia). Beliau mengatakan bahwa IG merupakan hal yang relatif baru di Indonesia. “Proyek IG dimulai sejak tahun 2001. Ketika itu saya dan tim dari CIRAD (Perancis) memiliki insiatif untuk mengajukan perlindungan IG di Indonesia. Tahun 2005, proyek ini dimulai dengan memilih Kopi Arabika Kintamani sebagai produk yang pertama akan didaftarkan, karena selain memiliki kualitas kopi yang tinggi dan khas, organisasi petani di sana sudah cukup kuat”. Pada awalnya, produsen kopi dan pemerintah di sana belum mengerti mengenai manfaat IG untuk produk mereka. Namun setelah melalui berbagai sosialiasi dalam bentuk seminar dan workshop, akhirnya petani lokal dan pemerintah daerah memahami pentingnya IG. Selain itu, dalam workshop juga diundang berbagai stakeholders dari pedagang kopi nasional, eksportir, dan pakar kopi. Dari situ, nama Kopi Arabika Kintamani mulai dikenal dan mulai meluas pemasarannya.

1393339560941068848
1393339560941068848
Source : Buku Persyaratan IG Kopi Arabika Kintamani

Berbagai manfaat dari IG yang bisa saya simpulkan, antara lain : 1) Melindungi produsen dan konsumen dari pemalsuan produk ; 2) Melindungi nama daerah asal dan kualitas produk ; 3) Menguatkan identitas daerah dan sebagai sarana promosi yang kuat ; dan 4) Dapat meningkatkan harga produk. Meski pun begitu, IG belum digunakan secara maksimal di Indonesia. Untuk kopi saja, bisa dibandingkan jumlah antara kopi yang sudah didaftarkan IG dengan kopi-kopi dari daerah lain yang belum didaftarkan. Menurut Pak Surip Mawardi, tantangan utama penggunaan IG di Indonesia adalah kurangnya kesadaran produsen tentang pentingnya IG. “Indonesia masih harus banyak belajar tentang IG. Kalau di negara Perancis, sebagai pelopor IG, sudah banyak produk yang didaftarkan dan sudah berlangsung lama.”

Kembali kepada kopi Indonesia, ada satu hal lagi yang menjadi kekhawatiran saya. Seperti yang kita tahu, Indonesia memiliki satu produk kopi yang paling mahal di dunia. Ya, benar. Kopi Luwak!. Sebagai orang Indonesia dan sebagai pecinta kopi, saya takut kalau suatu saat nanti nama Kopi Luwak diklaim oleh pihak tertentu. Jika mengacu pada Pasal 5 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merk, nama “Kopi Luwak” tidak dapat didaftarkan sebagai merk dagang, karena bertentangan dengan poin-poin berikut: telah menjadi milik umum (public domain), tidak memiliki daya pembeda, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Namun, kasus tersebut telah terjadi di Indonesia, di mana PT. Javaprima Abadi telah mendaftarkan nama “Kopi Luwak” sebagai merk dagang mereka. Jika dalam negeri sendiri saja bisa terjadi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa di negara lain juga terjadi. Padahal, Kopi Luwak asal Indonesia adalah yang paling dihargai, karena teknik pembuatannya ditemukan di Indonesia.

Terkait dengan IG, Kopi Luwak yang mulai mendapatkan perhatian masyarakat di Indonesia telah mendorong beberapa produsen (perusahaan) untuk memproduksinya dengan tujuan komersial. Tetapi, bahan baku kopi mentah yang digunakan pasti berbeda-beda. Masalahnya terjadi ketika bahan baku yang digunakan adalah kopi lokal yang hanya diproduksi di daerah tersebut dan kualitas yang dihasilkan juga khas dari daerah tersebut. Tentu, nantinya kualitas Kopi Luwak yang dihasilkan juga memiliki kualitas yang khas (specificity). Di sini lah, peran IG bermain, yaitu melindungi Kopi Luwak dari daerah tertentu. Misalnya saja, dari daerah Bondowoso yang menggunakan Kopi Arabika Jawa Ijen-Raung. Namun, sampai sekarang hanya sebatas perlindungan pada bahan baku saja, sedangkan produk diferensianya, yaitu Kopi Luwak, belum terlindungi oleh IG.

Sebenarnya, kurangnya kesadaran penggunaan IG bukan menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan saja. Namun, tidak menutup kemungkinan, pihak akademisi, baik itu dosen atau bahkan mahasiswa, bisa menjadi ‘agen’ dalam penyebaran informasi mengenai IG dan membantu dalam pendaftarannya. Tidak hanya produsen lokal yang akan diuntungkan dengan meningkatnya harga, tetapi pedagang dan konsumen akan terlindungi dari pemalsuan produk. Lebih luas lagi, manfaat IG bisa menjamin keamanan produk dalam pemasaran di tingkat internasional.

Saya dan juga Anda, sebagai pecinta dan penikmat kopi Indonesia, pastinya ingin mengonsumsi kopi asli daerah di Indonesia dan merasa bangga jika produk kopi daerah tersebut sampai diakui berkualitas tinggi oleh penikmat kopi dari daerah/negara lain. So, apakah Anda ingin menikmati keaslian kopi Indonesia ? Mari kita mulai dari melindunginya dulu.

* * * Sekian * * *

Daftar Pustaka

1.Kua-Kua, Sapan dan Misa' Ba'bana. 2013. Ini Kecamatan Penghasil Terbaik Arabica Toraja. [http://kabar-toraja.com/ekonomi/bisnis/4038-ini-kecamatan-penghasil-terbaik-arabica-toraja] 30 November 2013

2.Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis

3.Septiono, Saky. 2009. Mengenal Indikasi Geografis: Perlindungan Indikasi Geografis dan Potensi Indikasi Geografis di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. [www.dgip.go.id]

4.  Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk

Tentang Penulis

Penulis adalah seorang mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember. Penulis bisa dihubungi melalui email: imam.hariyanto@students.unej.ac.id atau melalui akun Twitter @imamhariyanto_. Penulis juga aktif posting artikel di blog pribadinya www.ImamHariyanto.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun