Mohon tunggu...
Imam Dzaki Wiyata
Imam Dzaki Wiyata Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Go getter person.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Putusan MK Jaksa Agung Dilarang dari Parpol, Tepatkah?

20 April 2024   20:14 Diperbarui: 20 April 2024   20:25 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Merdeka.com

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini telah mengeluarkan putusan mengenai uji materi Pasal 20 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 (UU Kejaksaan). Pengujian tersebut menghasilkan putusan MK No.6/PUU-XXII/2024 yang telah mengubah ketentuan dalam Undang-Undang Kejaksaan terkait syarat pengangkatan Jaksa Agung. Putusan ini memiliki dampak signifikan terhadap independensi kejaksaan dan intervensi politik dalam penegakan hukum di Indonesia.

Permohonan mengenai uji materi Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar yang berprofesi sebagai jaksa. Dalam sidang, pimpinan MK Saldi Isra menyimpulkan bahwa dalil yang diajukan oleh pemohon tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945. Jaksa Agung yang memiliki keterlibatan dengan partai politik sangat memungkinkan adanya kontrak politik atau mendapatkan tekanan dari kolega politiknya. Terlebih lagi, saat ini belum ada mekanisme checks and balances berupa fit and proper test pada pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat saja diberhentikan dari jabatannya apabila dianggap membangkang dari kolega politiknya. Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Sehingga, Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 20 UU No.11 Tahun 2021 bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, Pasal 20 UU Kejaksaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f. Termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik, kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung"

Dalam sejarahnya terdapat beberapa nama Jaksa Agung yang juga merupakan anggota parpol seperti Baharuddin Lopa yang merupakan Jaksa Agung periode 6 Juni 2001 sampai dengan 3 Juli 2001 yang juga merupakan kader dari partai Golkar. Namun, untuk mewujudkan negara hukum yang kokoh dan berdaulat, diperlukan tindakan lebih lanjut untuk memperkuat institusi kejaksaan dan memastikan penegakan hukumdilakukan secara profesional, adil, dan transparan. Sebelum ini, Undang-Undang Kejaksaan menetapkan bahwa calon Jaksa Agung tidak boleh menjadi pengurus partai politik. Namun, Mahkamah Konstitusi menambahkan syarat baru yang mengharuskan calon Jaksa Agung keluar dari keanggotaan partai politik selama setidaknya lima tahun sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung.

Tujuan dari putusan ini adalah untuk menghindari konflik kepentingan dan menjaga independensi dan integritas Jaksa Agung. MK menganggap penting untuk memberikan waktu yang cukup bagi mantan pengurus partai politik untuk menentukan keterikatan mereka dengan partainya sebelum menjabat sebagai Jaksa Agung karena pengurus partai politik memiliki ikatan yang lebih kuat dengan partainya daripada anggota biasa, dan mereka dapat terlibat lebih dalam dalam agenda politik partai. Sehingga, dengan putusan MK ini, penegakan hukum di Indonesia akan lebih jelas, adil, dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik.

Dengan demikian, Putusan MK No.6/PUU-XXII/2024 memungkinkan anggota korps adhiyaksa untuk maju ke posisi tertinggi jaksa agung tanpa terpengaruh oleh afiliasi politik manapun. Diharapkan putusan ini akan meningkatkan integritas dan kredibilitas kejaksaan dalam melaksanakan fungsinya sebagai penegak hukum. Sehingga, putusan MK tersebut dapat dimaknai sebagai langkah besar untuk meningkatkan independensi kejaksaan dan mengurangi pengaruh politik dalam penegakan hukum Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun