Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membongkar Stereotip tentang Membaca dan Disleksia

29 Januari 2025   15:44 Diperbarui: 31 Januari 2025   05:09 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membongkar Stereotip tentang Membaca dan Disleksia

Jika seseorang mengatakan bahwa seorang disleksia tidak mungkin menjadi pembaca yang rakus, izinkan saya membantahnya. Saya adalah seorang disleksia yang membaca 50 hingga 100+ buku setiap tahun. Sebuah angka yang mungkin terdengar mengejutkan bagi mereka yang masih terperangkap dalam stereotip bahwa disleksia berarti tidak bisa membaca dengan baik. Nyatanya, saya justru menemukan kekuatan di balik tantangan yang dulu saya hadapi di sekolah.

Saat kecil, membaca bukanlah aktivitas yang menyenangkan bagi saya. Huruf-huruf seolah menari di halaman, kata-kata sulit saya pahami, dan membaca terasa seperti medan pertempuran yang melelahkan. Saya pernah merasa bahwa buku adalah musuh yang harus saya taklukkan. Namun, saya tidak menyerah.

Saya menemukan cara saya sendiri untuk memahami dunia literasi. Saya mulai membaca dalam potongan-potongan kecil, tidak memaksakan diri untuk menelusuri setiap kata secara linear seperti kebanyakan orang. Saya belajar memahami isi bacaan dengan menangkap konsep utama terlebih dahulu, baru kemudian menghubungkannya dengan detail yang lebih kecil.

Saya juga menemukan bahwa menggunakan filter biru membantu mengurangi kelelahan saat membaca. Belakangan ini, beberapa penerbit mulai menyediakan buku dengan jenis huruf yang ramah disleksia dan tata letak yang memberikan lebih banyak ruang putih, membuat proses membaca lebih nyaman bagi saya dan banyak orang disleksia lainnya.

Meskipun saya mengalami tantangan dalam membaca dan menulis saat kecil, pemahaman saya terhadap isi bacaan saat ini sangat baik. Saya mencintai buku-buku nonfiksi dan senang menerapkan apa yang saya pelajari ke dalam kehidupan nyata. Jika dulu membaca terasa seperti beban, kini ia menjadi jendela yang membuka dunia.

Tidak hanya membaca buku fisik, saya juga mengandalkan audiobook. Dengan mendengarkan buku saat berkendara, berolahraga, memasak, atau membersihkan rumah, saya bisa terus belajar tanpa harus terpaku pada halaman yang penuh dengan kata-kata. Bagi saya, ini adalah strategi yang sangat efektif untuk tetap menyerap ilmu dengan cara yang sesuai dengan pola kerja otak saya.

Penelitian ilmiah oleh Patael (2018) menunjukkan bahwa individu dengan disleksia memiliki lebih banyak aktivitas di bagian frontal dan kanan otak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun proses belajar membaca bisa lebih lambat, otak disleksia memiliki jalur unik yang memungkinkan pencapaian hebat di kemudian hari.

Namun, ada satu hal yang perlu dicatat: tidak semua anak disleksia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan jalur ini. Tanpa dukungan yang tepat, banyak dari mereka yang akhirnya terus mengalami kesulitan membaca hingga dewasa. Inilah mengapa kesadaran dan intervensi dini sangatlah penting.

Saya bukanlah pembaca biasa, tetapi saya seorang pembaca yang bersemangat. Saya telah menemukan cara untuk menaklukkan tantangan yang dulu menghambat saya. Saya membaca dengan ritme saya sendiri, dengan metode yang sesuai untuk saya. Dan yang paling penting, saya menikmati setiap prosesnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun