Diskalkulia: Ketika Angka Menjadi Musuh Terbesar
Sebagai individu dengan disleksia dan ADHD, angka telah menjadi musuh besar dalam hidupku. Selama bertahun-tahun, aku menghindari matematika seperti menghindari wabah. Saat sekolah, aku sering dimarahi guru karena lambat memahami hitungan sederhana. Di rumah, orang tua pun bingung kenapa aku bisa menghafal lagu-lagu dengan cepat tetapi tidak pernah bisa menjawab soal perkalian. Baru setelah dewasa, aku menemukan istilah "Diskalkulia" yang membuka mata bahwa aku tidak sendirian.
Diskalkulia, atau gangguan belajar spesifik yang berhubungan dengan matematika, sering dianggap remeh. Orang hanya berpikir, "Oh, mungkin kamu kurang latihan." Padahal, ini lebih dari sekadar kesulitan mengingat rumus atau menyelesaikan soal. Ini adalah tantangan mendasar dalam memahami angka, pola, atau bahkan konsep seperti waktu dan arah. Sebagai seorang dengan ADHD, fokusku mudah teralihkan, tetapi Diskalkulia membuat matematika terasa seperti labirin tanpa jalan keluar.
Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh British Journal of Educational Psychology, sekitar 3-6% populasi dunia mengalami Diskalkulia. Sama seperti disleksia yang memengaruhi kemampuan membaca, Diskalkulia memengaruhi pemahaman dan manipulasi angka. Orang dengan kondisi ini sering kesulitan dengan:
- Menghitung angka secara mental.
- Memahami konsep dasar seperti lebih besar atau lebih kecil.
- Membaca jam analog.
- Mengingat tabel perkalian atau urutan langkah dalam soal matematika.
Penelitian juga menunjukkan bahwa Diskalkulia tidak selalu berhubungan dengan tingkat kecerdasan umum seseorang. Banyak individu dengan IQ tinggi tetap berjuang keras memahami matematika karena gangguan ini.
Ketika aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tinggi di bidang tehnik, aku tahu akan ada tantangan. Namun, mata kuliah statistik menjadi mimpi buruk yang nyata. Rasanya seperti kembali ke sekolah dasar, di mana aku hanya duduk terpaku memandang papan tulis tanpa mengerti apa yang diajarkan. Semester lalu, aku hampir tidak lulus aljabar. Semester ini, statistik menjadi tembok besar yang harus kutembus untuk mencapai gelar sarjana.
Aku mencoba berbagai cara untuk belajar: menonton video tutorial, membaca buku-buku sederhana, hingga meminta bantuan teman. Tapi, setiap kali berhadapan dengan soal, aku merasa semua usaha itu sia-sia. Angka-angka di layar komputerkAku mencoba berbagai cara untuk belajar: menonton video tutorial, membaca buku-buku sederhana, hingga meminta bantuan teman. Tapi, setiap kali berhadapan dengan soal, aku merasa semua usaha itu sia-sia. Angka-angka di layar komputerk tampak seperti simbol asing yang menertawakan ketidakmampuanku.
Berdasarkan pengalaman dan teori pendidikan, ada beberapa cara yang dapat membantu individu dengan Diskalkulia:
- Gunakan Pendekatan Visual dan Konkret
Guru dapat menggunakan alat peraga seperti balok hitung, gambar, atau aplikasi interaktif untuk menjelaskan konsep matematika. Hal ini membantu otak memvisualisasikan angka daripada sekadar menghafal. - Berikan Instruksi Bertahap
Jangan buru-buru meminta anak menyelesaikan soal kompleks. Pecah instruksi menjadi langkah kecil yang dapat dipahami dengan mudah. - Kembangkan Strategi Belajar yang Unik
Orang tua dan guru bisa membantu anak menemukan cara belajar yang sesuai, seperti menggunakan mnemonik atau membuat lagu dari tabel perkalian. - Dukung dengan Empati
Pahami bahwa kesulitan mereka bukan karena malas atau kurang usaha. Berikan dukungan emosional agar mereka tidak merasa minder. - Kolaborasi dengan Ahli
Terapis okupasi atau psikolog pendidikan dapat membantu anak mengembangkan strategi untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi.
Meski perjalanan ini berat, aku tidak ingin menyerah. Aku ingin membuktikan bahwa Diskalkulia bukan akhir dari segalanya. Dengan dukungan yang tepat, aku percaya setiap individu dapat menemukan cara untuk menghadapi tantangan mereka.
"Ketika angka tampak seperti musuh, ingatlah bahwa perjuanganmu adalah bukti bahwa kamu lebih dari sekadar angka. Kamu adalah keberanian, harapan, dan kerja keras yang tak ternilai."