Disleksia : Di Balik Jeruji Ketidaktahuan
Pernahkah kita merenungkan bagaimana sebuah sistem bisa begitu melukai sebagian besar manusia hanya karena "ketidakmampuan" yang sebenarnya adalah "kemampuan yang berbeda"? Saya membaca sebuah artikel berjudul Incarcerating Illiteracy : The Prison Pipeline of Dyslexia yang menyebutkan fakta mencengangkan:
"Di Amerika, diperkirakan 50% populasi penjara adalah disleksia, dan dari populasi tersebut, 80% tergolong buta huruf secara fungsional."
Data ini berdasarkan penelitian tahun 2000 di Texas, Amerika Serikat. Membacanya, saya merasa hati saya tercekat. Apakah hubungan antara disleksia dan penjara masih relevan di tahun 2020-an? Apakah ini hanya fenomena Amerika atau berlaku secara global? Dan yang terpenting, bagaimana teknologi dapat menghentikan siklus ini?
Mari kita telisik lebih dalam.
Disleksia adalah gangguan belajar spesifik yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, atau mengeja. Menurut International Dyslexia Association (IDA), disleksia bukan cerminan dari kurangnya kecerdasan atau usaha, melainkan hasil dari cara otak memproses bahasa.
Namun, masyarakat sering melihatnya sebagai "kegagalan." Akibatnya, anak-anak dengan disleksia cenderung menerima stigma yang menyakitkan: malas, bodoh, atau bahkan "tidak ada harapan." Sayangnya, stigma ini sering kali berasal dari lingkungan yang seharusnya mendukung mereka, seperti sekolah dan keluarga.
Sebagai seorang disleksia, saya memahami rasa sakit ini. Masa kecil saya penuh dengan komentar sinis dari guru, ejekan teman, dan tatapan kecewa dari orang dewasa. Namun, ada sesuatu yang lebih mengerikan: ketika sistem pendidikan yang tidak inklusif menjadi gerbang awal menuju kehidupan yang penuh kegagalan.
Penelitian terbaru masih mendukung hubungan signifikan antara disleksia dan tingkat kriminalitas. Sebuah studi dari British Dyslexia Association (2021) menunjukkan bahwa sekitar 30%-50% tahanan di Inggris menunjukkan tanda-tanda disleksia, sementara populasi umum hanya 10%.
Mengapa ini terjadi?
- Ketidakmampuan membaca dan menulis meningkatkan risiko drop-out sekolah. Anak-anak dengan disleksia sering kehilangan kepercayaan diri di lingkungan akademik yang menuntut mereka untuk mengikuti standar yang tidak sesuai dengan cara mereka belajar.
- Drop-out meningkatkan peluang keterlibatan dengan kriminalitas. Tanpa pendidikan yang memadai, pilihan hidup menjadi sempit, dan tekanan ekonomi sering kali membawa mereka ke jalur yang salah.
- Kurangnya akses ke diagnosis dan dukungan. Banyak anak tidak pernah didiagnosis, sehingga kebutuhan mereka diabaikan sejak awal.