Menemani Jejak Kecil Sang Pejuang Huruf: Panduan untuk Orang Tua Anak dengan Disleksia
Menerima diagnosis disleksia untuk anak adalah sebuah perjalanan emosi yang kompleks. Ada kebingungan, kekhawatiran, bahkan mungkin kelegaan. Ketika anak saya didiagnosis disleksia pada usia tujuh tahun, saya sempat berada dalam penyangkalan. Saya yakin bahwa keterlambatan membacanya hanyalah akibat dari sekolah virtual dan kurangnya interaksi langsung.Â
Setelah setahun, melalui berbagai tes dari ahli publik dan swasta, saya akhirnya menerima kenyataannya. Dengan penerimaan itu, saya mulai menyusun langkah mendukung perjalanan belajarnya, satu huruf demi satu huruf.
Disleksia adalah perbedaan perkembangan neurologis yang memengaruhi cara otak memproses bahasa. Ini bukan masalah kecerdasan atau usaha yang kurang, melainkan tantangan spesifik yang menghambat kelancaran membaca, mengenali suara, dan mengeja. Mitos bahwa anak disleksia melihat huruf "terbalik" sering kali membingungkan pemahaman tentang kondisi ini. Nyatanya, gejala disleksia beragam dan lebih kompleks.
Seperti yang dijelaskan oleh Shaywitz (2003) dalam bukunya Overcoming Dyslexia, disleksia sering kali melibatkan kesulitan memanipulasi suara dalam kata-kata (kesadaran fonologis) dan memori kerja yang terbatas. Meski begitu, anak dengan disleksia sering kali memiliki keunggulan di bidang lain, seperti pemecahan masalah atau kreativitas.
Diagnosis disleksia bisa menjadi tantangan emosional bagi anak dan orang tua. Saya masih ingat raut wajah putri saya ketika ia merasa tertinggal dari teman-temannya. Ia menangis, merasa dirinya tidak cukup pintar. Saya tahu saat itu, tugas saya bukan hanya membantunya membaca, tetapi juga membangun kembali kepercayaan dirinya.
Dukungan emosional adalah kunci. Terbuka dalam berbicara tentang disleksia dan menjelaskan bahwa ini bukan kekurangan, melainkan cara belajar yang berbeda, dapat membangun citra diri yang positif pada anak. "Anak-anak dengan disleksia memiliki kelebihan yang luar biasa ketika mereka didukung dengan cara yang tepat," ujar Davis dan Braun dalam bukunya The Gift of Dyslexia.
Langkah-Langkah Pendampingan
- Memperjuangkan Hak Pendidikan Anak
Setelah menerima diagnosis, penting untuk berkomunikasi dengan sekolah. Saya bekerja sama dengan guru anak saya untuk menyusun program Individualized Education Plan (IEP) yang mencakup pendekatan multisensori, metode Orton-Gillingham, dan terapi tambahan seperti terapi wicara. - Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kaya
Di rumah, kami membangun rutinitas membaca yang menyenangkan. Kami membaca buku cerita bersama, bermain permainan kata, dan menggunakan alat bantu seperti highlight strips. Salah satu momen favorit putri saya adalah membaca buku bergambar untuk adiknya yang lebih kecil, sambil merasa bangga karena bisa menjadi "guru kecil." - Menggunakan Teknologi Bantu
Teknologi seperti perangkat lunak teks-ke-suara dan permainan edukasi berbasis aplikasi menjadi teman setia dalam proses belajarnya. Salah satu yang kami gunakan adalah Khan Academy, disesuaikan dengan kebutuhannya. - Membangun Kepercayaan Diri
Ketika ia berhasil mengeja satu kata baru, kami merayakannya bersama. Melalui aktivitas seni dan olahraga, ia menemukan bahwa dirinya berbakat di bidang lain, sehingga kepercayaan dirinya bertumbuh.
Sebagai seseorang dengan disleksia dan ADHD, saya memahami tantangan yang ia hadapi. Ketika dulu saya merasa sendiri di tengah keterbatasan saya, saya ingin anak saya merasa bahwa ia tidak sendirian. Ini adalah perjalanan kami bersama.
Disleksia bukanlah akhir, melainkan awal dari petualangan yang unik. Anak Anda memiliki kekuatan yang luar biasa di balik huruf-huruf yang mungkin sulit ia baca. Tugas kita sebagai orang tua adalah menjadi penopang, pendukung, dan teman belajar yang sabar.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!