"Di Balik Senyuman yang Tak Terlihat: Perjuangan Guru Pendamping Khusus di Sekolah Inklusi"
Menjadi seorang guru pendamping khusus di sekolah inklusi bukan sekadar profesi bagi mereka yang ingin bekerja di dunia pendidikan.
Ini adalah sebuah panggilan jiwa, sebuah perjuangan yang sering kali tak dipahami, bahkan diremehkan oleh banyak orang, termasuk oleh rekan-rekan mereka di lingkungan sekolah.
Di negara ini, banyak dari kita saya termasuk di dalamnya telah merasakan betapa beratnya peran yang disandang, peran yang sering kali dilihat sekadar sebagai "pendamping" atau bahkan "pengasuh."
Padahal, guru pendamping khusus adalah jembatan antara anak berkebutuhan khusus dengan dunia pendidikan yang inklusif, dunia yang masih penuh tantangan dan hambatan.
Di ruang kelas, sering kali kami bukan hanya sekadar hadir untuk mendampingi anak-anak dengan kebutuhan khusus, tapi kami berperan aktif sebagai penuntun mereka. Kami memberikan dorongan, menciptakan suasana belajar yang nyaman, dan menyesuaikan materi agar dapat diakses oleh semua anak didik.
Namun ironisnya, meskipun kami berada di ruang kelas yang sama, kami sering kali dianggap bukan bagian dari struktur formal sekolah. Struktur sekolah masih saja membedakan kami dengan guru kelas, padahal tanggung jawab kami tak kalah besar, bahkan kadang lebih dalam.
Dalam beberapa kasus, saya bahkan mendengar pandangan bahwa guru pendamping hanya "membantu anak-anak ini duduk diam di kelas" atau "menjaga mereka agar tidak mengganggu proses belajar." Perspektif ini sangat keliru dan menunjukkan ketidakpahaman yang masih terjadi.
Guru pendamping khusus memiliki kompetensi, pemahaman teori, dan keterampilan khusus yang dikembangkan untuk menangani kebutuhan belajar yang kompleks.
Studi dari Nusirwan (2021) menyebutkan bahwa guru pendamping khusus memiliki peran signifikan dalam mengembangkan keterampilan sosial, motorik, hingga kemampuan kognitif anak berkebutuhan khusus. Kami bukan pengasuh, kami adalah guru dengan keterampilan yang setara.