Mohon tunggu...
Imam Syatibi
Imam Syatibi Mohon Tunggu... -

berbicara dan berkomentar dari jarak yang aman

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat Untuk Istriku

20 Juli 2011   09:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:31 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Istriku yang cantik, apa kabarmu di sana? Semoga kamu masih dalam lindungan dan kasih sayang Allah. Sudah 3 tahun sejak hari itu, aku masih di sini dan tidak ada hal lain yang aku lakukan. Ada hal-hal yang ingin aku katakan. Aku yakin, kalimat-kalimat ini tak akan mudah kau pahami ketika aku membicarakannya di depanmu, namun aku mencoba membuat semua menjadi lebih mudah, aku tuliskan sebuah surat padamu.

Istriku yang baik, selama ini aku berpikir, bahwa kamu adalah bidadari yang Allah turunkan dari surga. Kamu begitu cantik, pandai merawat diri, kamu maniskan kalimatmu, kamu rendahkan nada bicaramu, kamu tunjukkan kepada semua orang bahwa kamu bisa berbicara dan bertingkah laku dengan santun. Istriku, tahukah kamu, aku bahagia dan aku bangga punya istri sepertimu.

Istriku yang setia padaku, tahukah kamu, kebahagiaanku tak hanya cukup di situ. Kamu tunjukkan padaku rasa sayang sekaligus rasa hormatmu padaku. Kamu bangunkan aku ketika adzan subuh, kamu bisikkan kalimat mesra, "Sudah subuh, sayangku.." Kemudian pada pagi hari kamu siapkan menu sarapan yang kamu buat dengan tanganmu sendiri. Kautunggui aku menikmati sarapan buatanmu. Kemudian sesaat ketika sebelum aku berangkat kerja, kamu bawakan tasku, kamu antar aku sampai garasi dan ketika aku keluar dari gerbang, kamu berteriak padaku,"Benahi dasimu, sayang!''

Kemudian, istriku, pada suatu sore, ketika aku membaca buku di ruang tengah, kamu mendatangiku dan menemaniku sambil sesekali memijit pundakku. Ada satu senyuman kecil dari bibirku, senyuman bahagia yang tidak akan dapat tergantikan oleh kebahagiaan macam apapun. Kamu seperti gumpalan awan yang memayungi padang rumput yang luas, kamu seperti air segar yang melewati tenggorokanku yang kering.

Istriku, kini semua sudah berubah, tidak seperti hari-hari yang pernah kita lewati dulu. Aku masih ingat hari itu, tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Hari itu kamu pergi, bukan karena kamu tidak mencintaiku, bukan juga karena kamu tidak sayang padaku lagi, melainkan Allah yang memintamu pergi. Aku tak dapat menolak, ini adalah kehendakNYA.

Hari ini, tepat 3 tahun sudah kamu pergi. Aku tidak akan melupakanmu, bukan berarti aku tidak rela melepas kepergianmu, tapi inilah tangisku. Aku datang di tepi pembaringanmu yang terakhir. Kubacakan Yaasin dan tahlil untukmu, agar Allah selalu memberimu kasih dan sayangNYA untukmu. Istriku, baik-baiklah kamu di sana, aku akan datang menemuimu nanti, ketika Allah berkenan menyandingkanku denganmu lagi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun