Mohon tunggu...
Imam Budiman
Imam Budiman Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Tentang Ayahanda Ali Mustafa Yaqub

30 September 2015   00:59 Diperbarui: 30 September 2015   01:18 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketupat, Opor Ayam Dan Petai Kesukaan Pak Kyai
Jamuan makan pagi dari sang ayahanda di hari raya kurban

Tak seperti biasanya, kali ini halaqah fajriyah memang sengaja diliburkan. Selepas shalat shubuh berjama’ah sebagian para Mahasantri bergegas menuju kamar mandi. Mengantri. Budaya mengantri memang telah menjadi identitas yang tak pernah lepas dari anak pesantren pada umumnya. Semua teratur, tidak saling mendahului.

Sebagian mereka ada pula yang langsung mempersiapkan diri karena sudah terlebih dahulu mandi sebelum shalat shubuh. Sayup-sayup dari jarak yang tak jauh dari ma’had kami, suara takbir saling bersahutan. Dari satu mesjid ke mesjid yang lain. Tak berputus-putus. Seperti suara katak setibanya musim hujan tiba melawat. Dan yang tak kalah nyaring bersuara pada hari ini adalah: Suara kambing tepat di depan ma’had!

Setelah selesai membersihkan tubuh dengan “ritual” mandi, saya mengenakan baju batik sasirangan hitam yang dibeli sekitar 3 tahun yang lalu di pasar Martapura, Kal-sel. Sudah cukup usang sebenarnya. Tapi entah kenapa hingga hari ini masih saja betah memakainya. Mungkin karena kainnya yang cukup nyaman saat dikenakan dan sering saya bawa untuk mengajar Amtsilati ketika di pesantren dulu, ya itu sebagian alasan saya.

Selepas melaksanakan shalat ied bersama warga Pisangan Barat, Cireunde. Saya bersama beberapa teman pulang melalui jalan kecil yang menghubungkan antara mesjid warga dan ma’had. Sebenarnya di ma’had juga sudah lama dibangun mesjid, hanya saja mesjid ini digunakan oleh para santri saja sebatas untuk shalat berjama’ah dan melakukan kegiatan-kegiatan intern ma’had. Diantaranya halaqah fajriyah dan mudzakarah.

Namun belum sampai kamar, dari lantai dasar saya mendengar ada seseorang yang meng-komando: “Ayo, ayo semuanya langsung ke rumah pak kyai sekarang.” Bagi para mahasantri, sudah terbayang apa yang akan dilakukan di rumah pak kyai saat seperti ini, yaitu: Sarapan pagi! Karena seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap hari raya idul adha Bu Nyai (panggilan untuk isteri Pak Kyai) memanggil mahasantrinya untuk datang ke rumah, sedangkan Pak Kyai sedang tidak ada di tempat. Dan kami dapat menyaksikan beliau melalui siaran langsung dari mesjid Istiqlal di layar televisi sembari menyantap hidangan.

Hidangan itu terdiri dari ketupat yang sudah dipotong-potong, ayam yang sudah direbus beberapa waktu (hingga dagingnya tidak lagi rekat dengan tulang, semacam di presto), kuah opor, kerupuk udang dan terakhir potongan kentang yang diiris kecil-kecil dengan campuran cabai merah.

Setelah mendapat giliran untuk mengambil hidangan, saya dan beberapa orang teman mengambil posisi di ruang tamu Pak Kyai. Sebab, di ruang tengah sudah penuh bersesakan. Seorang kawan berbisik: “Ayo foto-foto dulu, jarang-jarang ada kesempatan begini.” Dengan melebarkan senyum, jadilah “sesi” bernarsis-ria terlebih dulu dilakukan sebelum makan.

###

Baik, di atas tadi merupakan pengantar cerita hari raya idul adha kami di sini. Sederhana, tidak ada yang istimewa, selain mendapat jamuan special dari Pak Kyai dan Bu Nyai.

Semua menikmati suapan demi suapan. Suara piring dan sendok yang seolah nampak beradu. Guyonan-guyonan kecil pun acapkali tercipta. Tawa satu sama lain yang mengisi ruangan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun