Mohon tunggu...
Imam Budidharma
Imam Budidharma Mohon Tunggu... -

Imam Budidharma; tinggal di luar kota Yogyakarta, diseputaran kampus UGM;\r\nBekerja sebagai pegawai pada sebuah kantor di Jalan Malioboro

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pencarian Harta Karun di Semak Belukar Malioboro

20 Juni 2016   07:20 Diperbarui: 20 Juni 2016   12:25 2094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

--jalan-jalan bersama Wisata Arkeologi Jaladwara--

Menjelang sore di bulan ramadhan, pasar Beringharjo tetaplah semarak ramainya. Saya takjub dengan orang-orang yang bergerak cepat tapi gesit menghindar saat berpapasan dengan orang lain. Saya takjub, entah mengapa ratusan orang lalu lalang tak satupun mereka menjatuhkan barang dagangan.

Berbekal ‘peta kuno’, kami menuju sebuah sudut di pasar Beringharjo untuk mencari satu batu nisan. Di bagian belakang pasar ini dahulu pernah ada pemakaman Belanda. Konon tinggal satu batu nisan yang belum dipindahkan. Setelah bertanya dengan seorang pedangang, kami menjumpai batu nisan itu tergeletak di sebuah sudut.

Johanna Albertina, tertera disitu seorang nama seorang bayi berumur satu tahunan yang wafat tahun 1866. Konon nisan itu berhasil membuat gila orang yang hendak memindahkannya. Maka jadilah ia tetap dibiarkan tergeletak disitu. Entah benar atau tidak, orang mungkin berpikir batu kecil dipojokan itu tak akan sedikitpun mengganggu Beringharjo.

Seorang pembicara seminar yang frustasi pernah berujar bahwa Malioboro itu semak belukar. Malioboro itu tempat aneka hal bercampur tapi sering tidak menjadi satu. Penjaja kamar, kuda yang berak, pedagang yang bersiasat, pelancong yang berputar-putar pada tiang listrik hingga orang-orang terhormat. Untuk benda matinya pun beraneka ragam, deretan rumah-rumah berfasad indis kadang diselingi dengan bangunan modern yang menyembul diatapnya.

Sebagai sebuah jalan, mungkin Malioboro adalah jalan dengan sejarah terpanjang di negeri ini. Dari sebuah jalan kerajaan, tempat tamu kerajaan berparade menuju keraton, hingga menjadi sebuah destinasi wajib karya wisata anak sekolahan. Sore ini kami Wisata Arkeologi Jaladwara menggelar acara jelajah Malioboro yang bertajuk "Mencari Harta Karun di Malioboro". Dengan menggunakan permainan berupa peta, kartu teka-teki dan foto-foto kuno, para peserta diminta menemukenali bangunan atau peninggalan dari masa lalu yang masih ada di kawasan ini.

yang khas dari Malioboro adalah bangunan dengan fasad Gevel Huis, seperti berundak-undak (Foto: Koleksi Pribadi)
yang khas dari Malioboro adalah bangunan dengan fasad Gevel Huis, seperti berundak-undak (Foto: Koleksi Pribadi)
Malioboro selalu bersolek. Pada saat ujung sebelah utara tengah digali para pekerja konstruksi, sore ini kami mencoba menemukenali kembali “harta karun” dari masa lalu yang masih ada. Salah satu yang menarik ditemui adalah keberadaan Rumah Banjar di Jalan Suryatmajan. Orang mengenal kawasan ini sebagai pecinan. Namun ternyata, sebuah bangunan panjang di jalan itu dulu milik orang-orang Banjar. Mereka pun sempat membangun Masjid di seberang Hotel Melia Purosani, yang kini telah dirombak total untuk didirikan Masjid yang baru nan megah.

Di balik kawasan pertokoan, kami menemukan sebuah “oase”. Perumahan dengan taman di bagian tengah. Rumah-rumah dengan halaman yang luas itu konon salah satu perumahan elit di Jogja yang dibangun jaman kolonial. Sembari takjub dengan penemuan itu, kami diceritakan kisah tentang Tan Malaka yang pernah singgah di salah satu rumah di situ.

Sebuah Taman di Perumahan Yuwono, Dagen (Foto: Koleksi Pribadi)
Sebuah Taman di Perumahan Yuwono, Dagen (Foto: Koleksi Pribadi)
Ah, cerita Malioboro terlalu panjang untuk dituliskan. Setiap jengkal punya kisah menarik. Ada kisah tentang bangunan di ujung Malioboro yang bertanda 1915 pernah menjadi tempat favorit para seniman. Atau juga tentang bekas Restaurant Cirebon di dekat mantan bioskop yang kini malah berubah menjadi angkringan. Dan kisah-kisah lain yang kami temui sore ini. Mungkin kalau itu semua selesai dituliskan ulang, Malioboro telah berubah lagi.

Papan Nama Restauran Cirebon, dahulu restauran ini cukup terkenal dengan menu Eropa-Jawa (Foto: Koleksi Pribadi)
Papan Nama Restauran Cirebon, dahulu restauran ini cukup terkenal dengan menu Eropa-Jawa (Foto: Koleksi Pribadi)
Rumah Panjang di Jalan Suryatmajan ini dulu milik orang-orang Banjar. Sebuah Masjid di depan hotel Melia pernah menjadi saksi kehadiran orang-orang Banjar di sini (Foto: Koleksi Pribadi)
Rumah Panjang di Jalan Suryatmajan ini dulu milik orang-orang Banjar. Sebuah Masjid di depan hotel Melia pernah menjadi saksi kehadiran orang-orang Banjar di sini (Foto: Koleksi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun