Partai Doria, Partai Sosial Demokrasi Brasil, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perlombaan untuk mengembangkan vaksin bukanlah kontes politik dan tidak dapat diperlakukan seperti itu. Di Brasil, persidangan secara politis penuh dengan pendukung Bolsonaro, yang telah meremehkan ancaman dan menyalahkan China atas pandemic.
Berbeda pula pada Fhilipina, Philippine Daily Inquirer (PDI) melaporkan bahwa Departemen Sains dan Teknologi (DOST) telah menyetujui "kemanjuran 50 persen" dari vaksin Sinovac. Ini setengah benar dan menyesatkan. Pernyataan Pimpinan Mayoritas Senat Juan Miguel Zubiri dalam artikel berita PDI yang mengatakan bahwa Tingkat kemanjuran 50 persen untuk vaksin terhadap virus corona adalah“ lelucon ”dan sama sekali tidak dapat diterima, lagi-lagi bukan hanya pernyataan yang menyesatkan tetapi juga salah.
Leachon bertanya kepada pemerintah Filipina mengapa mereka diduga menerima vaksin dengan tingkat kemanjuran 50 persen ( Sinovac). Dia berkata, Pasalnya jika Pfizer dan Moderna membanggakan tingkat kemanjuran 95 persen dan AstraZeneca memiliki 70 persen, mengapa Filipina menerima tingkat kemanjuran 50 persen Sinovac dan jauh lebih mahal daripada Pfizer dan Astra?"
Lalu di Kambodja Perdana Menteri Hun Sen, Sempat mengatakan “Kambodja ialah bukan tempat sampah dan bukan tempat uji coba vaksin”. Di mana negara itu hanya menyetujui vaksin yang telah di setujui oleh WHO, Sementara itu vaksin sinovac memang menjadi terdepan dalam distribusi pencegahan Covid 19 di sana.
Hun Sen mengungkapkan pemerintah juga telah mengalokasikan dana sekitar $100 juta hingga $200 juta dan selebihnya $48 juta datang dari 38 ribu orang, terutama yang aliran pendanaanya terdapat pada Taipan Lokal (Okha). Dimana para elit cukong mencoba menginfiltrasi Partai Rakyat Kambodja (CCP). Seperti di ungkap Neil Lounghlin selaku Peneliti dari Institut Studi Asia Tenggara dan Kerajaan Belanda bahwa Sebagai kompensasinya, para pelaku bisnis ini telah di berikan kesempatan untuk menghasilkan kekayaan melalui kontrak dan izin negara untuk menjalankan bisnis yang menguntungkan, beberapa di antaranya sangat kontroversial.
Juga Pharmaniaga Bhd dari Malaysia menandatangani kesepakatan dengan Sinovac untuk membeli 14 juta dosis vaksin Covid-19 dan kemudian memproduksinya di dalam negeri. Juga sudah dalam tahap akhir negosiasi dengan produsen yang berbasis di China. Sinovac dan CanSino akan mengamankan dosis vaksin untuk mencakup lebih banyak populasinya. Dan Sinovac telah mendapatkan kesepakatan pasokan untuk vaksinnya dengan beberapa negara termasuk Indonesia, Chili, dan Singapura.
Menteri Kesehatan Turki, Fahrettin Koca juga mengumumkan bahwa tingkat perlindungan awal vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh Sinovac memiliki tingkat kemanjuran 91,25 persen dan tidak ada efek samping utama yang terlihat selama uji coba. Koca lebih lanjut mengatakan bahwa "Kami yakin bahwa vaksin (Sinovac) efektif dan aman untuk rakyat Turki." Dia juga mengumumkan bahwa dia akan menjadi orang pertama yang diinokulasi dengan vaksin China.
Dari semua negara yang menerima vaksin Sinovac di atas, terlihat hanya turki yang cukup berhasil menerapkan vaksin ini tanpa kendala sekalipun, Walupun turki berhasil atas vaksin ini tetapi di lain hal terdapat Inflasi tajam 36,70% di lansir ENAG, belum lagi Selin Sayek Boke dari partai Cumhuriet mendapati bahwa 1 juta pekerjaannya telah hilang bahkan di perkirakan setahun terakhir 27,5% rakyat menaganggur permanen, bahkan beberapa ahli melansir 10 juta orang menganggur sekisar 64% dari kaum muda hanya bersedia memberikan makanan di jalan, Jadi Tak heran 1,3 juta nyawa telah melayang, dan mungkin sebabnya beberapa ialah faktor kelaparan .
Selebihnya di luar negara turki masih bermasalah dalam pengambilan keputusan melalui tinjauan Sains demi kepentingan kesehatan., yang mana bagian dari prinsip hak-hak warga negara memperoleh jaminan kesehatan juga hak hidup yang pastinya dan bukan lebih cenderung pada perkara aspek politis untuk melegitimasi bisnis-bisnis dari monopoli elit internasional tertentu untuk memanfaatkan situasi bencana menjadi ladang penumpukan kekayaan maupun kesepakatan diplomasi bilateral erat dengan salah satu negara super power dunia pemasok Sinovac yakni China.
Tinjauan sains dari John Moore peneliti vaksin dan ahli imunologi di Weill Cornell Medicine, ia menilai Kurangnya keterbukaan untuk melibatkan para ilmuan dari pengujian Sinovac demi mengetahui apa yang terjadi, lalu pada dasarnya ini yang menjadi hal kendala maupun misterius bagi rasa penasaran ilmuan untuk mengungkap secara komprehensif terhadap vaksin Sinovac.
Di tambah karakteristik orang china yang tak transparan. Meskipun di bandingkan dengan pvizer dan moderna di mana keduanya sudah menggunakan teknologi baru mRNA yang memicu respon antibody lebih kuat unggul daripada Sinovac yang memakai versi SARS-CoV-2 yang tidak aktif untuk menginduksi respon imun.