Mohon tunggu...
Imam Bagus
Imam Bagus Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makan Sampah hingga Mati

23 April 2019   05:17 Diperbarui: 23 April 2019   05:30 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.mongabay.co.id/2017/05/15/

Isu sampah plastik di laut bukan menjadi hal yang asing lagi di telinga. Di Indonesia sendiri sekitar 8 jutan ton sampah plastik di buang ke laut setiap tahunnya. Hal inilah yang menjadikan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik di laut terbanyak nomor 2 setelah Cina. 

Sampah plastik merupakan sampah yang tidak dapat terurai. Jikapun dibiarkan untuk terurai maka diperlukan waktu sekitar 50 hingga 100 tahun. Baru-baru ini sedang ramai di media sosial tentang bungkus mie instan berumur 19 tahun masih utuh di pantai. 

Sesuai dengan berita yang dimuat oleh TribunJatim.com bahwa ada seorang mahasiswa bernama Fia, mahasiswa semester 8 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya (UB) sedang melakukan penelitian di Pantai Sendang Biru, Kabupaten Malang. 

Fia yang sedang melakukan penelitian menemukan sampah bungkus mie instan dengan tulisan 55 Tahun Dirgahayu Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa bungkus mie instan tersebut telah 19 tahun hidup di laut dan masih utuh.

Apakah kita harus mendiamkan sampah plastik sampai 100 tahun? Sedangkan setiap harinya produksi dan penggunaan barang berbahan plastik semakin meningkat. Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan adalah dengan membuang sampah plastik ke laut. 

Jika hanya satu atau dua sampah plastik saja tidak akan memengaruhi ekosistem laut, namun jika sampai berjuta ton sampah plastik? Itupun hanya dari satu negera belum digabungkan dengan negara lainnya. Kebiasaan masyarakat Indonesia adalah menganggap hal sepele saat membaung sampah sembarangan di sungai. 

Sekalipun di sungai tersebut sudah terpasang spanduk larangan membuang sampah di sungai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga jelas untuk dibaca, tetap saja mereka pura-pura buta akan imbauan tersebut dan mengabaikan resiko ke depannya. 

Saat sampah berada di sungai ada dua pilihan yaitu pertama, sampah itu menyumbat aliran sungai dan mengakibatkan banjir, dan kedua, sampah-sampah plastik itu ikut hanyut hingga ke laut.

Bukan hanya masalah dari sungai saja. Saat ini banyak sekali pantai di Indonesia yang dijadikan sebagai tempat wisata. Banyak warga lokal ataupun turis asing yang berdatangan. Sadarkah jika hal ini dapat menyebabkan lebih mudahnya sampah plastik terbuang ke laut? 

Sudah sangat banyak bukti pantai yang dulunya sangat bersih dan sekarang menjadi tercemar oleh sampah plastik. Siapa penyebabnya? Ya kita semua. Lalu memangnya kenapa jika sampah plastik dibuang ke laut? Toh yang penting tanah kita bersih. 

Tunggu, mari kita absen siapa saja yang hidup di bumi ini. Manusia, hewan, dan tumbuhan. Manusia pastilah hidup di darat karena membutuhkan oksigen. Hewan ada yang hidup di darat, udara, dan laut. Sedang tumbuhan ada yang hidup di darat dan di air. Lalu apakah di air tidak ada hewan dan tumbuhan yang hidup? 

Hubungan antara sampah platik dan hewan juga tunmbuhan di laut adalah kerusakan ekosistem mereka. Sudah ada ikan paus sperma yang terdampar di Wakatobi dalam keadaan meninggal. Penyebab meninggalnya adalah karena dia memakan begitu banyak sampah. Sekitar 6 kilogram sampah plastik ditemukan di dalam perut seekor paus sperma tersebut. 

Di perutnya, ada sampah gelas plastik 750 gr (115 buah), plastik keras 140 gr (19 buah), botol plastik 150 gr (4 buah), kantong plastik 260 gr (25 buah), serpihan kayu 740 gr (6 potong), sandal jepit 270 gr (2 buah), karung nilon 200 gr (1 potong), dan tali rafia 3.260 gr (lebih dari 1.000 potong).

Jauh sebelum paus sprema menjadi korban sampah plastik seekor kura-kura lebih dahulu menjadi korban. Sepanjang 12cm sedotan plastik harus dikeluarkan dari hidung kura-kura tersebut. 

Video pencabutan sedotan plastik dari hidung kura-kura itupun cukup viral pada tahun 2015 hingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjistuti ikut membagikan video tersebut di media sosial. Paus sperma dan kura-kura tersebut hanya dua contoh hewan laut yang menjadi korban sampah plastik. Beruntung kedua hewan tersebut terekspos oleh media. 

Coba pikirkan tentang hewan-hewan lainnya yang tidak terekspos oleh media. Hal inilah yang membuat masyarakat jadi menganggap enteng tentang sampah plastik yang di buang di laut. Mari kita melihat lebih luas lagi tentang hewan-hewan yang menjadi korban sampah plastik di dunia. Baru-baru ini telah ditemukan seekor paus mati di perairan Filipina. 

Paus tersebut ditemukan pada hari Sabtu (16/3). Lebih banyak dari sampah platik yang ada di perut paus sperma di Wakatobi, di dalam perut paus ini ditemukan sekitar 40 kilogram sampah plastik. Penyebab kematian dari paus Cuvier dengan berat 500 kilogram dan panjang 4,7 meter ini adalah kelaparan. 

Karena banyaknya sampah plastik yang ada di dalam ahli perutnya dan sampah plastik tersebut tidak dapat dicerna oleh perut paus tersebut. Menurut sebelum mati paus itu mengalami mutah darah. Sekarang kita sebagai manusia bisakah memosisikan diri pada hewan-hewan tersebut?

Ada banyak kasus kematian hewan-hewan laut yang terjadi di seluruh belahan dunia. Bukan saja hewan, namun terumbu-terumbu karang yang ada di dalam laut juga terkena imbasnya. Terumbu karang tak lagi cantik dan tidak dapat menjadi tempat berlindung bagi hewan-hewan laut. 

Hal ini membuktikan rendahnya kepedulian kita terhadapa sesama makhluk hidup di bumi. Kita maupun mereka berhak hidup dalam kelestarian lingkungan yang bersih dan sehat. Manusia yang digadang-gadang sebagai makhluk hidup yang paling sempurna seharusnya bisa menyelaraskan lingkungannya. 

Entah mengapa pada masa sekarang melestarikan dan menyeimbangkan lingkungan adalah pekerjaan yang paling sulit dilakukan oleh manusia. 

Tak perlu langkah yang begitu besar untuk merubanhnya. Memulai semuanya dari langkah kecil dan sederhana akan membawa dampak yang baik. Sudah banyak negara-negara yang melarang penggunaan barang yang terbuat dari plastik. 

Mulai dari sedotan yang diubah menjadi sedotan reuseable dan kantong belanja yang tidak disediakan oleh toko agar para pembeli membawa kantong belanja dari rumah. Semua ini sudah dapat dikatakan sebagai gerakan kecil untuk mengurangi sampah plastik.

Di Indonesia sendiri hanya beberapa tempat makan dan toko saja yang memberlakukan hal seperti itu. Tidak tegasnya pemerintah dalam mengatasi hal ini membuat Indonesia masih pantas jika disebut ebagai negara darurat sampah plastik. Bukan hanya kesadaran pemerintah, namun semua masyarakat Indonesia. 

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia. Pertama, alat makan dan minum yang terbuat dari plastik mulai diubah terbuat dari bahan stainless steel. Banyak bahan plastik sekali pakai jika diganti dengan bahan tersebut dapat dipakai berkali-kali dan lebih hemat. Kedua, menaikkan harga kantong plastik. 

Sesungguhnya kantong plastik berbayar telah diterapkan di beberapa toko dan minimarket, namun harganya yang cukup murah yaitu hanya satu rupiah membuat para pembeli merasa tidak keberatan dengan hal itu. Menaikkan harga plastik juga dapat dilakukan oleh produsen atau pabrik-pabrik pembuat plastik. 

Ketiga, pembuatan undang-undang terhadap produksi ataupun penggunaan bahan plastik yang tegas dari pemerintah. Hal ini akan memperkuat kegiatan mengurangi sampah plastik yang berdampak pada lingkungan darat maupun laut. 

Keempat, diadakannya sosialisasi tentang dampak dari sampah plastik. Sebagian masyarakat mungkin sama sekali tidak tahu menahu kemana sampah-sampah mereka akan berakhir dan apa saja dampak dari sampah plastik. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh siapapun itu untuk berbagi pengetahuan maupun informasi tentang sampah plastik dan menggalakkan gerakan anti sampah plastik.

Sudah banyak yang berkata "Jika bukan kita lalu siapa lagi yang menjaga bumi kita?". Kalimat itu sering sekali diucapkan dan didengar ketika ada kampanye-kampanye tentang lingkungan, namun sipembicara maupun sipendengarnya tak pernah memaknai secara sungguh-sungguh kalimat tersebut. 

Bila dicerna lebih dalam kalimat tersebut menggambarkan bagaimana sempurnanya manusia sebagai makhluk hidup di bumi. Manusia yang dapat merusak dan memperbaiki bumninya sendiri. Tidak mungkin jika manusia merusak alam lalu alam sembuh dengan sendirinya. Aturan mainnya tidak seperti itu. Hari Bumi sudah dekat. 

Marilah menjadi manusia yang lebih peduli lagi. Peduli terhadap sesama makhluk hidup dan lingkungan. Jika pencemaran lingkungan dapat teratasi bukan hanya mereka yang merasa nyaman, namun kita semua. Sampah plastik bukanlah makanan untuk ikan maupun kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun