PETRAL , perusahaan besar di negara kita bak benalu yang lama menempel dari induk PT. Pertamina, kini mulai mengelupas sejak hadirnya Sudirman Said. Ibarat petani yang gundah dengan keberadaan benalu besar ini, Sudirman mulai menyiram zat kimia berbahaya kearah mereka, hingga akhirnya dinon-aktifkan.
Bukan ahli biologi dari IPB, juga ahli Kima dari Amerika, Â Sudirman Said hanya profesional yang diangkat oleh pemerintahan Joko Widodo sebagai menteri ESDM untuk membenahi BUMN-BUMN yang kacau di Negara Kepulauan Indonesia. Bukan pula bos besar yang punya banyak pelindung sehingga berani bertarung dengan mafia badung, yang siap memberi ancaman 24 jam agar Pak Petani tak macam-macam.
Sudirman tidak gentar dengan ancaman! Perawakan yang kecil, dengan kacamata menyerupai bung Hatta, dia lantang bersuara memproklamirkan perang kepada mafia-mafia minyak yang menjamur di Indonesia.
Kasus Petral akhirnya menyeruak. Masyarakat secara bebas mengkonsumsi remah-remah fakta, yang tertulis dalam artikel media massa. Sudirman tidak lagi percaya dengan audit BPK hingga harus melakukan audit forensik secara khusus, meski banyak pihak melemparkan suara keraguan hasil audit anak buahnya. Nyatanya, Sudirman jalan terus!
Seperti punya nyawa dua, Pak Dirman mengarahkan moncong senapanya ke arah parlemen, tempat para anggota yang katanya berbicara atas nama rakyat mereka. Tidak tanggung, tembakan Pak Dirman tepat mendarat di kepala mereka. Setya Novanto, ketua DPR Republik Indonesia yang terhormat, dengan jaringan pengusaha hingga Amerika, terkapar citranya. Ketua DPR itu, tertuduh mencatut nama Presiden Republik Indonesia untuk memuluskan kontrak mafia tambang yang puluhan tahun mengeruk harta di bumi Papua.
Memang tidak bisa disamkan Pak Dirman Said dengan Jendral Sudirman. Paru-paru Jendral Sudirman, hanya satu, sedang Pak Dirman masih bugar dengan 2 parunya. Tidak perlu ditandu masuk keluar hutan untuk bergrilya, Pak Dirman bisa leluasa menggunakan Sedan yang nyaman, keluar masuk Istana Negara.
Namun, keduanya punya nasib yang sama. Mereka sama-sama tidak mendapat dukungan dari Presidennya juga Negaranya, yang jelas-jelas sedang mereka bela, mempertaruhkan jiwa dan raga. Belajar dari pengalaman Jendral Sudirman, meski tanpa dukungan Pak Dirman Said masih bisa bergriliya. Hanya itu satu-satunya cara! untuk melawan mafia, membela Negara dan menjaga kehormatan Presiden Ayo Kerja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H