Mohon tunggu...
Imam Ali Mustofa
Imam Ali Mustofa Mohon Tunggu... -

Selamat datang di dunia sang "Bohemian" yang menurut bahasa artinya "orang yang hidup bebas seperti kebanyakan seniman, orang yang hidup mengembara dan tidak teratur serta tidak memikirkan masa depannya". Dia adalah Imam Ali Mustofa kelahiran Tegal 22 Juni 1996 yang sekarang aktif dalam berbagai kegiatan Komunitas Fals Mania Fans Club Se Indonesia (Fals Mania Tegal Raya), Komunitas Medium Sastra & Budaya Asah Manah (Pangkah - Kabupaten Tegal), Komunitas Teater Pelajar Tegal dan Komunitas Sanggar Alam Semesta. Dia sosok manusia hyperaktif, cerewet, humoris, kadang juga menyebalkan. Pernah menempuh pendidikan di MI. Mambaul Ulum Bandung Tegal Selatan Kota Tegal, MTs. Ma'hadut Tholabah Babakan Lebaksiu Kab. Tegal dan MA. Ma'hadut Tholabah Babakan Lebaksiu Kab. Tegal. Aktif dalam berorganisasi, dia menjabat sebagai ketua Fals Mania FC-SI Tegal Raya. Dia senang bersosialisasi dengan sesama cadaannya yang khas dan gaya tubuhnya seakan tak pernah luput ketika dia berbicara. Gemar menulis puisi, cerpen, cerita humor, dan menggambar. Dia juga pernah berkata "Tanpa karya, apalah aku", baginya hidup dan berkarya adalah harga diri. Maka dari itu dia mulai aktif dalam kesenian. Banyak tokoh yang mengispirasinya seperti, WS Rendra, Iwan Fals, Raden Ngabehi Rangga Warsita, Mario Teguh, Sujiwo Tejo. Merekalah yang menurut dia menuntunnya pada suatu titik terang. Musik yang disukainya seperti, Kerontjong, Gending jawa, Rock n Roll, Jazz, Blues, Ballad, Hip-Hop, Reggae, Dancehall, Orchestra, Alternatif Rock, Grunge, dan Metal. Baginya musik adalah gairah hidup yang sangat membantu untuk menjaga kejiwaannya. Sesekali dia juga tekun dalam menulis dan tidak banyak dari karyanya orang mengtahuinya. Baginya menulis adalah suatu hal yang sangat jujur baginya untuk berbicara kepada khalayak. Adapun buku karangannya yang tidak beredar luas (dari tangan ke tangan) : Sajak 0.88mm Jilid I-II, Kumpulan Puisi Seniman Kentir Jilid I-II, Reinkarnasi (Puisi Kebangkitan) dan Catatan Bohemian. Dia gemar pula menggambar sampai akhirnya menemukan suatu hal yang menurutnya menarik untuk di coba dan di pelajari yaitu Mural dan Graffity. Dengan media dinding, dia tumpahkan semua imajinasi, begitu juga kamarnya yang penuh dengan Muralnya. Dengan tekadnya yang sangat keras untuk memahami kehidupan, sosok seperti dia memang perlu di perhitungkan. sebab apa? Banyak orang salah tangkap dengannya lantara pemikirannya yang cadas. Banyak pula yang menganggapnya "Gila", ya memang dia sosok yang seperti itu dan tidak semudah itu merubah kepribadiannya. Imam Ali Mustofa juga sosok yang sangat penyayang dengan teman-temannya. Bisa disebut Melankolis, banyak dari temannya yang mengatakan kalau dia adalah laki-laki yang mudah tersentuh hatinya. Kalau soal kasih sayang, keadilan,dan perasaan dia itu jagonya. Berkelana dan tak kenal waktu adalah gambaran yang lekat dengannya. Banyak menghabiskan waktunya di jalan, senang bepergian untuk sekedar mendapat inspirasi untuk bahan dari tulisan-tulisannya. Dia banyak dikenal masyarakat sebagai "Wong Edan Kribo" sebab memang rambutnya yang kribo dan tinggkahnya yang aneh. Sesekali ia membacakan puisinya di tempat umum dan suka tertawa sendiri bilamana melihat sesuatu yang menurutnya menarik. Kalau sudah berbicara dengan dia harusnya kita itu mendengarkan perkataannya yang sering kali membingungkan, gerakan tubuhnya yang tak henti dan tatapannya yang kemana-mana. Bicara soal senang Imam Ali Mustofa yang tadi katanya senang bepergian. Dia sangat senang mengunjungi desa-desa di pegunungan. Baginya pegunungan adalah tempat yang sangat indah, sejuk, dan sakral. Diamana dia bisa berteriak lepas, berbicara dengan alam, dan bergurau dengan tuhan. Figur bohemian seperti dia yang sangat langka bagi umurannya, menjadikan banyak dari kalangan orang tua itu khawatir akan kejiwaannya. Akan tetapi dia tidak pernah ingin tahu apa yang orang katakan padanya mengenai dirinya yang aneh (menurut orang). Dalam kegiatannya di Sanggar Alam Semesta yang tidak tentu dimana tempatnya, dia bersama dengan teman sekelompoknya pernah pula membuat album Taman Tengah Kota, Harap dan Single Karya Sahabat. Seperti inilah style dia dengan kepribadianya yang unik di Sanggar Alam Semesta. Salam hangat darinya bagi pembaca yang sudah mau meluangkan waktunya berkenalan dengannya melalui tulisan ini. Sedikit pesan darinya " Jagalah temanmu seperti kau menjaga keluargamu dan jaga egoismu baik - baik jangan lupa jadilah orang yang munafik daripada tidak sama sekali".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kuatnya Rasa - Riyanti (Ibunda Imam Ali Mustofa)

4 Mei 2014   12:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:53 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 1 Stasiun kota Tegal. Siang yang panas, dimana orang-orang bedesakan keluar masuk pintu stasiun. Ramainya bikin suasana makin panas. Diantara ramainya desakan orang-orang, nampak seorang laki-laki dengan barang bawaannya, keluar dari pintu stasiun. Laki-laki dewasa dengan perawakan tinggi, kulis kuning dan penampilan sederhana terlihat rapat dengan barang bawaannya. Laki-laki itu menggendong tas rangsel dan menenteng tas plastik besar. Laki-laki gagah itu tampak kegerahan, keringat banyak mengalir di wajahnya. Kemudian laki-laki itu melangkah ke tepian jalan raya. Tenang sikapnya dengan pandangan yang selalu meyapu sekitar. Di tepi jalan laki-laki itu bergegas menyeberang saat jalan terlihat sepi. Sampai di seberang jalan, laki-laki itu duduk di tepi trotoar lapangan PJKA. Tangan laki-laki itu merogoh saku celananya , selembar sapu tangan kini telah pindah di wajahnya, sembari bernafas lega. Kota yang di impikannya telah dicapainya. Meski desa yang di rindu masih sedikit jauh di tempuh. Laki-laki itu bangkit dari duduknya… Kemudian menghampiri sorang pedagang untuk membeli sebotol air putih dan sebungkus roti. Selesai membayarnya, laki-laki itu kembali ketempat duduknya. Duduk dan menikmati menu yang di belinya. Matanya menyapu sekitar, hingga matanya tertuju pada patung poci besar yang berada di tengah taman kota sebelah utara pasar malam alun-alun kota Tegal, atau biasa di sebut dengan taman poci. Ingat poci, ingat kebiasaan dulu medang poci. Hati laki-laki itu semakin tersirat rindu saat matanya melihat dua pemuda yang berboncengan lewat di depannya. Dia ingat teman di desanya yang dulu ia pernah ajak bersepeda mengitari alun-alun kota Tegal, padahal jarak yang di tempuhnya tidaklah dekat dari desanya. Laki-laki itu termangu, angannya seperti menerawan masa lalu. Tiba-tiba dari dalam saku celananya, alunan nada dering telfon berbunyi. Laki-laki itu langsung mengambilnya dan mengangkatnya. “wa’alaikumussalam”, jawabnya dengan nada lembut. “iya mah. Sudah, baru nyampai di depan stasiun. Iya, nanti aku kabari lagi ya mah, pasti, salam buat Syifa, assalamualaikum”. Dia berdiri dan membawa barang bawaannya, menuju ke arah taksi di tepi jalan sebelah tempat lapangan PJKA. Ia menunduk dan membuka pintu taksi, duduk di depan sebelah supir. “pak, jalan satu lurus ke selatan ya !” “iya mas, pasang sabuk pengamannya..” Mobil melaju ke selatan jalan… Melewati gapura Kota Tegal menuju ke arah selatan dan memasuki daerah Kabupaten Tegal, yang di awali desa Karang Anyar. Di dalam taksi matanya jeli memandang kiri kanan jalan. Seperti ada yang terekam dalam ingatannya. Kota yang sudah 3 tahun baru ia lewati lagi, pesat perubahan yang nampak. Bagunan padat di pinggiran jalan. Dokar atau kereta kuda yang biasanya mangkal di depan pasar pagongan, sudah tidak terlihat. Mungkin karena hari sudah siang. Pedagan dan tengkulak sudah banyak yang pulang. Di pertigaan Tegal Wangi (terkenal dengan sebutan Butak), ramai anak sekolah yang berkendara usai menunaikan tugasnya belajar. Hari yang sangat terik… Haus menggoda dan rasa lapar menggelitik perut saat melewati warung soto sedap malam yang berjajar di pinggiran jalan desa Talang aromanya menusuk hidung. Laki-laki itu terdiam dalam taksi, matanya terus berwisata memandang aneka pecah belah yang terbuat dari dari tembaga, kuningan dan tanah liat tergantung di depan toko-toko sepanjang jalan desa pesayangan. Desa yang terkenal dengan barang-barang kerajinan yang terbuat dari tembaga, kuningan dan tanah liat. Tiba-tiba taksi berjalan pelan. Ramainya jalanan memaksa pengendara memacu kendaraannya dengan perlahan. Jalan di Adiwerna sekarang makin ramai dan ruwet. Sebab sekarang banyak pedagang yang berjualan di pinggir jalan dan di tambah aktifitas warga sekitar. Adiwerna dekat pasar Banjaran Permai atau tepatnya di daerah yang terkenal dengan sebutan Central, terkenal dengan barang loakan atau barang bekas yang di perjual belikan. Mulai dari pakaian, onderdil, dan barang lainnya. Di lampu merah pertigaan pasar bawang sebelum Banjaran Permai, taksi berhenti sejenak menunggu lampu hijau menyala. Pasar yang terkenal dengan sayur mayurnya, tak berubak dari dulu. Lampu hijau menyala, laju taksi terus ke depan. Laki-laki yang duduk di dalam taksi itu sedikit kaget. Sebab ada sedikit memori yang mengingatkannya, membuat rindu di hatinya makin terasa syahdu. Diam namun jeli pandanganya. Ia melihat tulisan yang berada di atas pusat keramaian “BANJARAN PERMAI”. Aroma teh khas Tegal mulai tercium, sedapnya menyengat hidung. Menamba rindu akan desanya. Daerah Procot Slawi banyak berubah, kantor dan dan perkotaan banyak berdiri megah. Mata laki-laki penumpang taksi itu memperhatikan tepi kanan jalan. Matanya terus tertuju dan membaca setiap gapura-gapura desa. Desa Dukuh Salam, Desa Pendawa dan Desa Saimabangan terlewati. Hatinya semakin berbunga, matanya terus waspada ke tepi kanan jalan. Dari jauh matanya menatap papan yang bertuliskan “PONPES MA’HADUT THOLABAH BABAKAN LEBAKSIU TEGAL”. Papan itu berdiri di pintu masuk Desa Dukuhlo. “Menepi ke kanan pak ! Persis di papan pondok itu” sembari menunjuk. “Oh.. Iya mas” Taksi kemudian berbelok ke kanan jalan persis di papan pondok. Kemudian taksi berhenti. Laki-laki dengan berjuta kerinduan, turun dari taksi. Mobil berlalu meninggalkan laki-laki berwajah tampan itu. Part - 2 Jauhdari seberang desa Dukuhlo. Di sebuah rumah kecil sederhana, tampak seoranggadis sedang menyapu rumahnya, dan membersihkan perabotan yang ada di ruangtamu. Perabotan yang sederhana dalam rumah kecil bisa di hitung dengan jari.Pot bunga, bingkai foto, rak yang sudah berumur tua, terpajang sebuah mainankapal yang terbuat dari bunga pohon kelapa yang di ikat dengan bambu-bambu kecil.(Bungkus bunga pohon kelapa yang di desabiasa disebut mancung kelapa) Di samping mainan kapal yang telah using,sebuah toples kaca dengan air bening di dalamnya, tampak akar-akar dari daunyang di celupkan. Sebuah batang daun yang berwarna hijau menambah teduh dimata. Daun pohon sri rejeki, yang banyak orang menyebutnya menjadi hiasan diruang tamu. Sedangasik membersihkan rak meja, tiba- tiba di luar rumah terdengar suara memanggilgadis yang sibuk bersih-bersih. “Sri… Sri….” Suaraitu memanggil ke arahnya. Gadis yang masih memegang kain lappun membuka pintu rumahnya. Sri        : Ada apa bulik ? teriaknya menjawab Rupanya gadis cantik yang sibukbersih-bersih itu bernama Sri. Dan yang memanggil namanya adalah buliknya. Yangrumahnya tak jauh, hanya berjarak 15 meter di samping rumahnya. yang mengapitpekarangan di tengahnya. Bulik    : Ini Sri, bulik bawakan jajan buat kamu,tadi bulik habis dari pasar. Sri        : Makasih bulik… sebari tangannya menerima bungkusan dari buliknya. Kok,     banyak sekali? Bulik    : Ndapapa, ini kan kesukaan kamu. Oh iya,tumben kamu bersih-bersih rumah? biasanya kan sore, nda tidur? Sri        : Nda tahu bulik, siang ini aku nda bisatidur, dan anehnya aku pengin bersih-bersih rumah. Dengan senyum manisnya Bulik    : Ya wis, bulik tak balik dulu yah ! Sri        : Iya, makasih ya bulik? Bulik    : Iya… sembaribejalan meninggalkan rumah Sri Part - 3 Kembali ke gerbang desa. Laki-laki yang turun dari taksi, berjalan menepi ke sisi jalan. Membawa barang bawaannya masuk ke sebuah warung yang kebetulan di pinggiran jalan banyak warung yang berjajar. Ada warung bakso, mie ayam dan warung nasi. Laki-laki itu kemudia memesan air mineral kemasan. “Bu, minta dua botol air mineralnya !” teriak kecil meminta. “Yang besar atau yang kecil mas?” tanya ibu warung. “Yang besar bu, dua yah?” kembali dia menjawab. Ibu warung tersebut kemudian memberi dua botol air mineral ke laki-laki itu. “Ini mas, airnya. Nda makan bakso atau mie dulu mas?” tawar ibu warung. “Nda bu, terimakasih..” lanjut laki-laki. Laki-laki yang membawa botol minuman dan barang bawaannya tampak repot keluar dari warung dan berjalan menuju tepi jalan. Kemudian duduk di trotoar jalan. Tak jauh dari tempat duduknya, nampak sebuah becak terparkir di tepi jalan. Di atas becak duduk seorang laki-laki tua mukanya tertutup caping yang rupanya sedang tertidur. Laki-laki muda itu duduk menikmati air yang di belinya. Siang begitu panas, namun angin yang semiliir berhembus terasa sejuk. Pantas saja angin yang semilir mengantar tidur tukang becak itu. Laki-laki dengan minumanannya, seperti sedang menunggu seseorang. Mata laki-laki yang duduk di trotoar menatap ke seberang jalan. Pandangannya terhenti ketika sepeda motor melintas di depannya. Sepeda motor yang datang dari arah gerbang desa. Dua wanita yang berboncengan. Yang di depan menyetir wanita cantik sementara yang di belakang wanita setengah baya. Iseng mata laki-laki itu memperhatikan sang pengendara motor, sepintas ada yang mendenyutkan hatinya. Laki-laki itu pun terus memperhatikan motor yang melaju pelan. Seperti laki-laki itu, wanita yang menyetirpun menengok ke arahnya. Bahkan seperti penasaran wanita cantik sampai berulang-ulang kali menengok ke arah laki-laki itu. Sepertri misterius, bak teka-teki yang tak terjawab. Laju motor perlahan hilang dari pandangan, laki-laki yang menyeimpan pertanyaan hanya diam sendirian. Matanya kembali menatap laki-laki tua di atas becak yang masih terlelap tidur. Part - 4 Tiba-tiba laki-laki tua yang duduk tertidur di atas becak itu terbangun. Tubuhnya bergerak, matanya menatap sekitar. Dan tukang becak itu pun turun melihat lali-laki muda yang duduk di trotoar. Kemudian tukang becak itu langsung menghampirinya. Laki-laki yang dari tadi duduk pun  berdiri. Tukang becak itu kemudian menawarkan tumpangan kepada laki-laki muda tersebut. “Mau naik becak mas…?” tanya tukang becak, sambil menatap calon penumpangnya. Tetapi laki-laki muda yang di tawari, bukannya menjawab malah memperhatikan tukang becak yang di hadapannya. Seperti mengenal laki-laki tua si tukang becak. Laki-laki muda itu balik bertanya. “Bapak… pak Rustam?” “iya mas, …..?” punuh tanda tanya dalam benaknya. Tukang becak itu seperti mengingat sesuatu. “emm… ini nak midi??” tukang becak itu kembali bertanya dengan tatapan seperti mengenal laki-laki muda tersebut. Laki-laki muda yang disebut namannya oleh tukang becak itu langsung menyalami tangan laki-laki tua yang berprofesi sebagai tukan becak. Sambil tersenyum laki-laki tua itu kembali menyebut nama laki- laki gagah itu. “Iya pak saya midi” jawabnya dengan senyum bahagianya. Laki-laki muda itu bernama Tarmidi. Tarmidi            : Alhamdulillah ya pak, kita bisa bertemu lagi. Apa kabarnya pak? Pak Rustam tetap seperti dulu. Puji tarmidi pada pak Rustam si tukang becak. Pak Rustam    : baik-baik saja, nak midi baru tiba ini? Tarmidi            : Iya pak, saya baru saja tiba. Tapi saya sengaja duduk disini dulu, istirahat pak. Pak Rustam hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum-senyum. Tarmidi            : Oh iya pak, silakan duduk dulu ! Ini kebetulan saya beli minuman dua, yang satu buat bapak. Seraya menyerahkan botol minuman pada pak Rustam. Pak Rustam    : Makasih nak Midi… Tarmidi            : Iya ndapapa pak. Saya kira tadi yang duduk di becak itu bukan bapak, wong mukanya tertutup topi. Oh iya pak, bapak mau makan dulu? Pak Rustam    : Oh nda, makasih. Bapak sudah makan siang tadi, kekenyangan malah ini. Sampai ketiduran, hehehe…. Tawa kecil pak Rustam  memeriahkan suasana pertemuan. Tarmidi            : Pak nanti saya diantar sampai rumah ya pak ! Pak Rustam    : Oh iya bisa, senang sekalai saya bisa mengantar nak midi sampai rumah, biar bisa banyak ngobrol sambil jalan. Suasana semakin asik, seperti tersambut. Kedatangan midi oleh orang yang dikenalnya. Pak Rustam, tetangga desa yang ia kenal lewat teman Aliyahnya dulu. Teman akrab Miidi kala masih sekolah dulu. Part - 5 Pak Rustam    : ini bapak minumanya sudah habis,bisa diantar nih sekarang. Kalo nak midi mau sekarang Tarmidi            : boleh,kalo bapak sudah siap. Tarmidimengangkat barang-barangnya di bantu pak rustam.barang-barang midi kemudian dinaikan di atas jok becak. Kemudian tarmidi bergegas naik keatas becak,baru saja kakinya menginjak pijakan duduk becak,sepintas sepedamotor lewat di samping becak yang akan di tumpanginya.posisi kepala midi yangmerunduki tak tahu persis siapa pengendara motor tersebut. Setelah posisi duduknya siap, midibaru jelas pengendara motor yang berjalan di depan becaknya, adalah pengendaramotor yang tadi saat ia duduk di trotoar, melintas di depanya. Motor yangdikendarai wanita muda dan wanita setengah baya. Motor yang kini di depan becakyang sedang di tumpanginya. Jelas sekali midi melihatnya. Wanitamuda itu berkerudung wajahnya tak jelas,karena saat wanita itu menengokkebelakang kerudung yang dipakai tertiup angin dan menutupi sebagian wajahnya. Jarak motor dan becakpun semakin jauh. Pengendara motor itu seperti terburu-buru, tarmidi merasasedikit herandengan pengendara motor itu. Tapi midi tak mau berusahamenanyakannya pada pak rustam. Midi lebih suka diam pada perasaanya saat ini. Becak di kayuh pelan,ada yang bedadi tubuh midi. Badanya sedikit bergoyang- goyang, sesekali roda becak menginjakkrikil-krikil jalan. Suasana yang sangat di rindu, yang lama tak ia rasakan.Matanya tak lepas tiap sudut yang mampu ia rekam. Desa kesayangan, tempatdimana ia dilahirkan. Kebanggaan hati, hingga rindu akan desanya, ia bela-belauntuk pulang. Tak berubah jalan menuju desanya.Kebun-kebun yang kosong dan sawah-sawah masih bisa terlihat dari jalan. Obrolanpak Rustam dan Midi saling bersambung. Tawa kecil hangatkan kebersamaan. Semilirangin sawah menambahketenangan hati yang salaing kangen. Becak yang pelanmelaju tak teresa sampai di pertigaan jalan. Tugu kecil bertuliskan Babakan. Dari arah selatan pertigaan, melajusepeda motor yang sedikit kencang. Yang di tumpangi seorang laki-laki muda.Lelaki muda pengendara motor itu mengenakan helm dan berjaket. Motor denganmuatan berjubel. Di belakang pengendara motor, barang yang terbungkus karongterikat kuat. Di depan pengemudi, tampak menggapitkan kaki diantara buntelankain besar. Motor melaju kiri jalan. Sementarabecak yang di tumpangi Midi dari arah timur akan menuju ke arah selatan.jalan.di pertigaan jalan pengguna jalan saling berpapasan. Pak Rustam menengok kearah pengendara motor. Pak Rustam seperti mengenal penngendara yang barusanberpapasan. Midi yang tahu Pak Rustam memperhatikan pengendara motor itu, Midipun langsung menanyakan pengendara motor itu. Tarmidi            : Pak Rustam, kayaknya kenal dengan pengendara motor itupak ? Pak Rustam    : Oh ya nak Midi, tadi kalau nda salah, itu Nazarudin. Tarmidisedikit kaget bercampur senang. Tarmidi pun melanjutkan pertanyaan dengan hatipenasaran. Tarmidi            : Nazarudin, sebelah rumah bapak, teman aku pak? EkspresiMidi makin penasaran bercampur. Pak rustam     : I yah… dari tampangnya sih iy. Kalaumukanya sih motor dan barang bawaannya, persis Nazarudin kalau lagi bawa barangpesanan. Tarmidi            : barang pesanan apa pak? Tanyamidi makin penasaran Pak rustam     : oyah bapa lupa beluk cerita kerjaan si udin (panggilan akrab Nazarudin) Becak sampai di belokan makam. Papantulisan Pondok Pesantren Maha’dut Tolabah jalan terbaca. Sedikit menanjak jalandi depan. Tembok bilik-bilik pesantren tampak terbuka. Hilir mudik santripesantren terlihat dari jalan. Hatinya makin tersentuh masa lalu. Banyakteman-teman dulu yang kenal dari pesantren. Termasuk  teman yang telah menghantar nasibnya sekarangmenjadi orang kota. Tarmidi segera menghapus sahdu hatinya. Dan kembalibertanya soal Nazarudin Tarmidi            : apa sih pekerjaan Nazarudin pa? Pa rustam       : sekarangkan Nazarudin jadi Bos Konveksi di desa Tembok,tempat   tinggal istrinya. Tarmidi            : o yah syukurlah, aku senang dengernya pa. Tukarkata hiasi perjalanan. Becak terus kedepan sampai tanjakan Rel Kereta. Tarmidi            : saya turun dulu pa? Pa rustam       ; ndak usah nak midi, tenang saja, bapa saja yang turun. Pakrustam turun dari becak dan mendorong becaknya naik. Becak turun dari tanjakanrel. becak sampai pertigaan pasar. Becak berhenti sejenak memastikan jalan amandan melanjutkan laju becak. Becak terus melaju melewati jalan tengah sawahsebelah barat pasar. Besambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun