Masjid di Indonesia sangat banyak ditemui, maklum saja masjid sebagai tempat beribadah masyarakat muslim cukup dominan karena lebih dari separuh penduduk Indonesia memeluk Islam sebagai agama yang diyakini. Setidaknya, dari data jurnal yang dikeluarkan oleh pew Research Center tahun 2011, sebuah wadah pemikir nonpartisan Amerika Serikat yang berpusat di Washington, D.C. Pusat penelitian ini merilis informasi tentang tren isu sosial, opini publik, dan demografi di Amerika Serikat dan dunia menjabarkan bahwa terdapat 204,847,000 orang memeluk islam di Indonesia di tahun 2010 yang merupakan jumlah muslim terbanyak di dunia.Â
Masjid yang dalam pembentukannya pada  masa awal kehadiran islam di arab sebagai tempat untuk beribadah isim makan dari kata Sajada menjadi Masjudun "Masjid" (tempat sujud) sebagaimana arti epistimologinya, dari kata awal Sajada (Sujud ) dan mengalami perubahan kata dalam amsilatutasrif disebutkan Masjid mengalami tambahan  kata Mim  menjadi isim makan dari kata Sajada sehingga terbentuklah kata Masjid yang umumnya bagi masayarakt Indonesia di sebutkan dengan kata Mesjid.Â
Terntunya, keberdaan masjid dengan arsitekturnya tidak terlepas dari sejarah panjang masuknya Islam di Indonesia tidak terlepas dari kedatangan para pedagang arab  sejak abad ke 7 M, yang dalam catatan yang berasal dari Hikayat Dinasti T'ang disebutkan bahwa kerajaan Ho'ling yang saat itu di pimpin Ratu Sima (674M)  tidak jadi diserang oleh orang-orang Ta'shih, adapun kerajaan Ta'shih adalah salah satu kerajaan di Pesisir Sumatera Barat. yang dalam catatan tersebut juga disampaikan bahwa daerah Ta'shih pada tahun -tahun tersebut telah di datangi orang-orang islam arab dan terdapat pemukimannya disana. Â
Catatan kedatangan orang-orang arab ke nusantara juga di catatkan oleh para pengelana arab muslim itu sendiri, setidaknya dari catatan-catatan pada abad 9-11 M yang di catat oleh pengelana tersebut antara lain : Ibn Khurdadbhih (846), Yaqubi (875-880), Al Fakih (902), Ibn Rusteh (903), Ishq ibn Imran (907) yang dalam catatan mereka menyebutkan beberapa nama dan wilayah diantaranya adalah Kalah (Kedah), Jawah (Sumatera), Fansur (Barus), dan Lamuri (Banda Aceh). Â
Adapun dalam perkembangannya, seperti yang di ungkapkan Uka Tjandrasasmita pada tulisnnya yang di rujuk pada masjid Kuno Indonesia yang di keluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1999 dalam abad-abad awal kedatangan pengelana muslim tidak memiliki dampak yang berlebih bagi kerajaan-kerajaan yang di kunjungi, namun dalam catatan Dinasti T'ang, Ketika terjadi pemberontakan di wilayah China Selatan  masa kekuasaan  Kaisar Hi Tsung pada abad 9 M yang melibatkan orang-orang islam di selatan hingga mengakibatkan banyak orang-orang islam yang terbunuh dan melarikan diri dan memohon perlindungan kewilayah Sriwijaya. Pada saat itu formasi kekuasaan sriwijaya telah terbentuk di daerah  Kedah dan menjadi bagian dari wilayah kekusaannya yang diminta untuk melindungi komunitas islam  disana dibawah kerajaan Sriwijaya.
Adapun dalam perkembangnnya baru pada abad ke 13 terdapat kerajaan yang bercorak Islam muncul sebagai suatu kekuatan baru, karena terjadi kemunduran Kerajaan Sriwijaya akibat dari serangan ekspedisi Pamalayu oleh Singosari di tahun 1275 M yang menyebabkan kemunduran baik secara politik dan ekonomi di wilayah barat nusantara. Diantaranya kerajaan yang muncul saat itu adalah kerajaan Samudera Pasai, hal ini dinisbatkan pada  temuan nisan Sultan Malik As-saleh yang memiliki angka wafatnya 697 M dan  Nisan anaknya Sultan Muhammad Malik Azzahir angka wafatnya 726 M.  Sejak terbentuknya formasi kekuatan Islam dalam bentuk kerjaan di abad ke-13 M di wilayah paling ujung Nusantara di bagian barat barulah diikuti wilayah-wilayah lain di nusantara.Â
Mengikuti perkembangan tersebut, tentunya kehadiran Islam di tengah masyarakat Indonesia yang sudah berlangsung lama dengan pasang surutnya telah melahirkan keunikan tersendiri bagi peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada masa silam. khusunya pada tinggalan bangunan masjid-masjid kuno di wilayah Indonesia. untuk itu, dalam kajian tinggalan islam nusantara khusunya dalam kajian arsitektur masjid kuno terdapat teori-teori yang terbentuk dalam kajian tersebut. meskipun demikian, arsitektur islam masa lalu  di Indonesia terkesan sangat sederhana dan jauh dari perkembangan arsitektur islam di Dunia khusunya di Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika Barat  dan Eropa hal-hal tersebut  dapat disebutkan secara umum dalam tulissan ini, sebagai berikut:
Menurut Wiyoso Yudoseputro, "dikarenakan gairah mencipta karya seni tidak begitu saja muncul, artinya perlu rangsangan. Rupa-rupanya  kondisi kebudayaan kurang menguntungkan pada waktu itu untuk mendirikan bangunan-bangunan yang serba megah dan serba besar dengan nilai-nilai monumental. Kondisi kekuasaan dan perperangan yang terus menerus  antar-kekuasaan dan melawan kekuasaan asing dapat mengurangi gairah mencipta. keadaan tersebut menjadikan arsitektur kuno islam di indonesia seakan-akan kembali kepada tardisi bangunan kayu" lebih lanjut disampaikan teradisi bangunan kayu merupakan tradisi yang berasal dari masa prasejarah, masa sebelum masyarakat indonesia menerima pengaruh Hindu-Budha yang kemudian mengenal kontruksi batu dalam bidang seni bangunan.Â
Jika melihat sejarah terbentuknya, W.F. Stutterheim menyatakan bahwa bangunan galangan menyabung ayam (wantilan) sebagai model masjid. Bangunan ini ialah bangunan khas dari masa pra-isam yang kini ditemukan di bali. denah persegi empat , mempunyai atap dan sisi-sisinya tidak berdinding. Apabila sisi-sisinya ditutup dan pada sisi barat diberi bagian mihrab maka jadilah ia memenuhi syarat sebagai bangunan masjid.Â
Teori tersebut disanggah oleh H.J de Graaf dengan menyatakan bahwa tidaklahmungkin orang-orang Islam di Indonesia memilih bangunan tempat menyabung ayam sebagai model masjid. lebih lanjut disampaikan meneurutnya bangunan masjid di Indonesia berasal dari Gujarat, Kashmir, dan Malabar (india). Hal ini di dinukil dari pendapat Jan Huygens van Linschoten serang Belanda  yang mengunjungi India Abad I6 M yang menyebutkan denah segi empat yang beratap, yang dibandingkan dengan data  pada Masjid Taluk, Sumatera Barat. yang memiliki bagunan bertingkat dengan tingkatan atasnya biasa digunakan untuk belajar agama.Â
Menyanggah pendapat H.J. de Graaf, terkait persamaan Masjid di Taluk dengan di Mlama, ketidak sepakatan terjadi kaibat perbedaan yang sighnifikan, diatara keduanya yaktu bentuk Majjid Taluk tidak Persegi tetapi  Bujur sangkar dan memiliki tempat wudhu yang berbentuk parit, hal ini disampaikan Sutjipto Wirjosuparto  untuk menyanggah pernyataan sebelumnya.  lebih lanjut ia menyampaikan bahwa bangunan Masjid di Indonesia  berasal dari banguna tradisional jawa yang bernama Pendopo (pendapa), mengacu pada bagian kuil hindu di india yang dibangun persegi empat diatas tanah, yang pada masyarakat Jawa di modifikasi dan dijadikan sebagai area penerimaan tamu.  terkait atap bertingkat erat kaitannya dengan tradisi bentuk rumah joglo di jawa yang memiliki tingkat, untuk menambah estetika bangunan, dan besarnya ruang bangunan maka  bentuk bertingkat.Â