Mohon tunggu...
Imam Adryan
Imam Adryan Mohon Tunggu... -

mahasiswa uin sunan kalijaga yogyakarta prodi ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan humaniora angkatan 2014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pencari Nafkah Tua di UIN Sunan Kalijaga

12 Desember 2014   03:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14183051682139946737

Mbah mina, adalah salah seorang penjual kue keliling di sekitar UIN Sunan Kalijaga yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Mbah Mina adalah orang asli klaten yang merantau ke jogja untuk mencari nafkah. Di usianya yang berkisar 58 tahun mbah mina masi tetap kuat memikul kue dagangannya yang lumayan berat. Mbah mina biasanya keluar dari kontrakannya yang berada di desa Bangen rejo dan mulai membawa kue dagangannya dari sekitar jam 8 pagi. ia harus naik becak dahulu untuk menuju ke UIN karena jaraknya cukup jauh dari kontrakannya, sebelum menuju ke UIN ia berhenti dan turun di Rumah Sakit Bethesda untuk keliling dan menawarkan kue dagangannya kepada anak-anak kost atau perumahan lainnya sebelum akhirnya sampai ke UIN. Perjalanan yang lumayan jauh dari Rs. Bethesda ke UIN ia tempuh dengan berjalan kaki dengan membawa dagangannya yang ia letakan di punggungnya, semangat yang luar biasa dengan umur yang bisa di bilang tua tersebut. Keadaan keuangan yang bisa di bilang minim membuatnya harus berkerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup ia dan keluarganya. Mbah mina memiliki 4 orang anak dan mempunyai 7 orang cucu, 3 orang dari anaknya tersebut sudah menikah dan ikut tinggal di jogja namun beda kontrakan. Anaknya yang laki-laki bekerja sebagai kuli bangunan, perempuan yang 1 menjual kue keliling seperti mbah mina, dan yang satunya lagi menjadi ibu rumah tangga yang sering menyiapkan makanan untuk mbah mina walaupun beda kontrakan. Untuk anaknya yang satunya lagi perempuan sulung tetap tinggal di klaten untuk menjaga dan mengurusi suami mbah mina.

Walaupun ketiga anaknya sudah bekerja, namun mbah mina mengaku kalau uang yang di berikan anaknya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena anaknya tersebut sudah berkeluarga ditambah penghasilan sang anak yang juga yang tak seberapa.

Mbah mina mengatakan,’ kue dagangan yang ia bawa ini tidak ia olah atau buat sendiri, melainkan titipan dari tetangga kurang lebih 7 sampai 8 orang yang menitipkan kue dagangannya kepada mbh mina’. Terkadang kue itu di antar langsung ke kontrakan mbah mina dan terkadang mbah mina sendiri yang mendatangi rumah-rumah yang ingin menitipkan kue kepadanya. Ia juga mengaku, kalau mengolah kue sendiri rasanya sudah tidak mungkin lagi karena tenaganya yang sudah mulai berkurang. Jadi ia lebih memilih menjualkan kue dari titipan orang.

Mbah mina sudah berjualan kue di sekitar UIN selama kurang lebih 25 tahun dari sebelum nama IAIN menjadi UIN, dan ia sering menjajakan kue daganannya di sekitar PPBA (Pusat Pembelajaran Bahasa Asing). Mbah mina mengatakan ‘ kalau kue dagangannya habis ia akan mendapat penghasilan 40 sampai 50 ribu per harinya’ hasil pendapatannya itupun ia pakai untuk dirinya dan anak cucunya, ucapnya.

Ia pulang kampung ke Klaten setiap 10 hari atau terkadang sebulan kalau ia dapat uang lebih. Mbah mina juga mengatakan, “kalau di kampung, saya banyak hutang karena setiap harinya saya harus ngutang di warung membeli beras untuk suami dan anak saya disana”. Maka dari itu disini (dikota jogja ini) saya berusaha mencari uang untuk nantinya melunasi hutang-hutang saya. Tutur mbah Mina lagi.

Sebelum menjadi penjual kue keliling mbah Mina awalnya menjual kelapa, gori, dan tela untuk di jual di pasar, namun menurut mbah Mina pekerjaan ini sangat berat sehingga akhirnya ia memilih untuk menjual kue keliling. Biasanya barang dagangannya habis bersih sebelum jam 5 sore, dan saat itulah ia bersiap-siap pulang ke kontrakan. Namun tidaklah mudah untuk sampai ke kontrakan. Ia mengatakan bahwa ia harus naik becak lagi itupun kalau ada yang kenal, kalau tidak ada ia terpaksa pulang dengan berjalan kaki. Sungguh perjuangan hidup yang luar biasa..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun