Mohon tunggu...
Imam Adryan
Imam Adryan Mohon Tunggu... -

mahasiswa uin sunan kalijaga yogyakarta prodi ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan humaniora angkatan 2014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Ingatkah Kita dengan Kasih Sayang Orang Tua?

1 Januari 2015   17:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:02 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Disaat kita mulai menginjak usia dewasa secara tidak langsung kita akan berfokus memikirkan masa depan, karena setiap orang pasti ingin mencoba untuk mandiri dan ingin menemukan yang namanya‘jati diri’ yang terkadang membuatnya terlalu sibuk mementingkan kehidupannya sendiri. Sehingga banyak dari kita yang sering tidak menyadari bahwa kita mulai melupakan sosok pahlawan yang luar biasa dalam perjuangannya, sosok yang tak akan pernah digantikan oleh siapapun dan sosok yang sudah merawat, membimbing, mengajarkan dan membesarkan kita dengan kasih sayangnya yang tiada henti serta sosok yang menjaga kita setiap waktu dan dia jugalahyang selalu ada di saat kita membutuhkannya, siapkah dia?dialah orang tua kita. Orang tua telah banyak mengajari kita tentang arti kehidupan. Baik ibu ataupun ayah, keduanya telah memberikan yang orang lain tidak bisa berikan yaitu kasih sayang yang tulus.

Terkadang kita terlalu egois untuk sibuk dalam kedewasaan kita, dan seakan-akan kedewasaan itu sendiri yang mulai mengatur hidup kita sehingga kita tidak bisa mengontrolnya yang pada akhirnya kita mulai terpengaruh terhadap apa yang telah kita jalani, dan akibatnya kita sering lupa dengan orang-orang yang sudah berjasa dalam hidup kita. Betapa besar peran orang tua dalam menjaga dan merawat anaknya. Apapun akan dilakukannya untuk kebahagian anaknya walaupun nyawa sekalipun jadi taruhannya.

Seperti sering kita lihat dalam broadcast di bbm yang pernah mengirimkan kata-kata yang sangat menyentuh bahwa katanya ibu adalah pembohong, karena seorang ibu dalam hidupnya selalu berbuat penuh kebohongan demi kebaikan anaknya. Contohnya saja yang pertama, ketika kita ingin makan namun makanan yang ada hanya cukup buat satu orang, ia pasti akan memberikan makanan itu kepada anaknya seraya berkata “cepatlah makan nak, ibu tidak lapar” . yang kedua, disaat waktu menjelang makan, ia biasanya selalu menyisihkan ikan atau daging untuk anaknya dan berkata “ibu tidak suka daging, makanlah nak..”. yang ketiga, ketika berada di tengah malam di saat ia menjaga anaknya yang sedang sakit, ia berkata,”tidurlah nak, ibu belum mengantuk”. Yang keempat, di saat anak sudah lulus sekolah hingga perguruan tinggi, lalu bekerja dan ingin memberikan gaji pertamanya untuk sang ibu. Ibu malah berkata,”simpanlah untuk keperluanmu nak, ibu masih punya uang”. Yang kelima, saat anak sudah sukses dan mapan, ia mencoban mengajak ibunya untuk tinggal di rumah barunya yang besar, ibu lantas berkata,”rumah tua kita sangat nyaman nak, ibu tidak terbiasa tinggal disana”.

Dan yang terakhir, disaat ia mulai menua, ia mulai sakit-sakitan dan ia masih bisa tersenyum dalam sakit yang ia derita dan si anak menangis disampingnya. Lalu si ibu berkata,”jangan menangis nak, ibu tidak apa-apa”. Mungkin ini kebohongan terakhir yang ibu katakan karena mungkin itu saat-saat terakhirnya ia hidup. Dan mungkin masih banyak lagi hal-hal yang sebenarnya “gila” dilakukan oleh sang ibu untuk kebaikan anaknya.

Tidak peduli seberapa banyak kekayaan yang kita miliki, seberapa dewasanya kita, yang terkadang kita sering membantah perkataan orang tua karena merasa sudah dewasa. Tapi perlu kita ketahui bahwa yang namanya orang tua pasti akan selalu menganggap kita sebagai anak kecilnya. Ia selalu mengkhawatirkan diri kita, tapi apakah pernah kita mengkhatirkan dirinya?

Seharusnya hal tersebut tidak terjadi kepada orang-orang yang sadar akan jasa dan peran orang tua yang sudah merawat kita dari kecil. Ingatkah kita dia saat dia mengandung kita 9 bulan 10 hari, ia tidak pernah mengeluh dan tidak pula merasa kerepotan dengan perutnya yang besar, ia membawa kita kemana saja dalam aktivitasnya, walaupun berat rasanya tapi ia tetap menjalaninya dengan ikhlas.

Jadi kesimpulannya, marilah kita coba renungkan kembali akan susah payah orang tua yang membesarkan kita. Jangan sia-sia kan anugrah yang diberikan oleh sang Kuasa kepada kita selama ia masih ada. Bagi yang sudah ditinggal kedua orang tuanya tentunya orang tua dia disana pasti selalu melihat anaknya, apakah anaknya mengirim doa untuknya atau tidak. Kasih ibu sepanjang masa..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun