Mohon tunggu...
Gus Imam
Gus Imam Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan

Saya adalah seorang hamba Allah yang berusaha dan ingin selalu berada di atas Al Haq (kebenaran), yang mempelajari islam di atas pemahaman para shahabat radhiyallahu'anhum dan mencoba istiqomah di atasnya. Insya allah bi'idznillah. Allah telah berfirman : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar (QS. AT TAUBAH : 100). Wallohu a'lamu bish showab

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mencipta Ruang Optimalisasi Peran Guru; Lepaskan Penat Tugas Administratif

9 Desember 2024   20:36 Diperbarui: 9 Desember 2024   20:45 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bebaskan Guru Dari Beban Administratif

Tatkala suara lonceng kehilangan gema maknanya, kita menyaksikan para pendidik terseret dalam pusaran birokrasi tanpa akhir. Mereka yang seharusnya menanamkan kebijaksanaan di ladang hati generasi muda malah sibuk merangkai laporan administratif yang tidak pernah habis. Adakah yang lebih tragis daripada guru yang tercerabut dari esensi tugasnya? Maka, ketika mentari 2025 bersinar, dan beban administrasi yang menjerat itu mulai dilonggarkan, haruskah kita sekadar bersyukur, ataukah memaknai ini sebagai momen pembebasan kolektif?


Perubahan ini adalah sebuah manifesto; ia melampaui sekadar kebijakan teknis. Ketika guru tidak lagi terpaku pada lonceng ke lonceng untuk memenuhi beban tatap muka 24 jam, mereka diberi ruang untuk kembali pada tugas utama: mendidik, membimbing, dan menjadi mercusuar dalam kegelapan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Dan hendaklah kamu takut kepada Allah dalam menjaga amanah anak-anakmu; mereka adalah titipan yang harus dijaga" (QS. Al-Anfal: 27). Bukankah pendidikan adalah amanah terbesar bagi para guru?

Namun, mari kita bertanya: Apakah cukup dengan melonggarkan beban administrasi? Tidak. Ini hanya permulaan. Guru harus bergerak lebih jauh, meninggalkan zona nyaman, dan menjadi aktor perubahan sosial. Sebagaimana Imam Al-Ghazali menulis dalam Ihya Ulumuddin, "Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan." Guru tidak hanya dituntut cerdas, tetapi juga arif, tidak hanya mengajarkan materi, tetapi juga memupuk karakter. Oleh karena itu, kebijakan ini harus dimaknai sebagai peluang untuk mengembalikan martabat profesi guru sebagai pendidik bangsa, bukan sekadar pegawai negeri.

Dalam era di mana informasi melimpah, seorang guru harus lebih dari sekadar penyampai materi. Mereka adalah penjaga moralitas, pembentuk identitas, dan penjaga nilai-nilai luhur masyarakat. Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya" (HR. Muslim). Maka, tugas guru bukan hanya mengajar di ruang kelas, tetapi juga membimbing di ruang kehidupan. Sistem baru yang memperhitungkan keaktifan guru di masyarakat adalah langkah yang tepat, tetapi hanya akan berarti jika disertai kesadaran kolektif akan tanggung jawab moral ini.

Namun, perlawanan terhadap rutinitas bukanlah hal yang mudah. Sistem lama telah membangun budaya stagnasi, di mana banyak pendidik terjebak dalam birokrasi tanpa makna. Kebijakan baru ini adalah langkah revolusioner, tetapi ia membutuhkan dukungan dari semua pihak. Pemerintah, masyarakat, dan guru itu sendiri harus bahu-membahu menciptakan ekosistem pendidikan yang benar-benar mendukung pengembangan generasi penerus. Sebagaimana Ibn Khaldun menulis dalam Muqaddimah, "Pendidikan adalah alat yang paling ampuh untuk membangun peradaban."

Mari kita bayangkan: sebuah negeri di mana para guru tidak lagi dibebani oleh laporan rutin yang menyita waktu mereka. Sebaliknya, mereka fokus pada membimbing siswa dalam proses berpikir kritis, memupuk jiwa kreatif, dan menanamkan nilai-nilai luhur. Mereka tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual dan agen perubahan sosial. Bukankah ini adalah visi pendidikan yang kita impikan sejak lama?

Namun, perubahan ini hanya akan bermakna jika para guru mampu memanfaatkan ruang yang diberikan. Mereka harus menegaskan kembali komitmen terhadap ilmu dan pengabdian. Dalam ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, "Nilai seseorang diukur dari apa yang ia kerjakan dengan ilmunya." Guru harus menjadi teladan, bukan hanya dalam pengetahuan, tetapi juga dalam integritas dan keberanian moral. Reformasi administrasi ini bukanlah kelonggaran, melainkan tanggung jawab baru.

Akhirnya, kita harus memahami bahwa pendidikan bukanlah tugas individu, melainkan proyek kolektif. Kebijakan ini membuka peluang bagi guru untuk menjadi lebih relevan dan berdaya guna dalam masyarakat. Tetapi, kita semua memiliki tanggung jawab untuk mendukung mereka. Sebagaimana sabda Rasulullah , "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya" (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, mari kita jadikan kebijakan ini sebagai momentum untuk menciptakan perubahan yang lebih besar, bukan hanya di ruang kelas, tetapi juga di ruang publik.

Dengan mengurangi beban administrasi, kita tidak hanya membebaskan para guru, tetapi juga membebaskan masa depan kita dari rantai kebodohan dan stagnasi. Inilah saatnya bagi para guru untuk melangkah ke depan, untuk tidak lagi terikat pada lonceng-lonceng yang membelenggu, tetapi untuk menjadi lonceng yang membangunkan kesadaran kolektif kita. Karena pada akhirnya, pendidikan bukanlah soal berapa jam tatap muka, tetapi tentang bagaimana kita menatap masa depan dengan keberanian, keadilan, dan harapan.

GUS IMAM (Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun