Oleh : GUS IMAM (Pengamat Pendidikan)
Hari Guru Nasional 2024 menjadi panggung refleksi sekaligus konfrontasi terhadap realitas kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia (SDM) guru di Indonesia. Dalam sorotan gemerlap peringatan ini, guru madrasah swasta sering menjadi kelompok yang terpinggirkan. Ironi ini hadir di tengah narasi besar tentang transformasi pendidikan nasional yang diklaim berpihak pada semua, namun faktanya, tidak menyentuh akar permasalahan guru madrasah swasta yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Guru madrasah swasta memikul tanggung jawab besar dalam mencetak generasi berakhlak mulia, namun kesejahteraan mereka masih berada di titik nadir. Gaji yang sering kali jauh di bawah upah minimum regional (UMR) adalah cerminan ketidakadilan struktural yang diabaikan oleh pemangku kebijakan. Ironisnya, di era modern yang mengusung revolusi digital dan teknologi pendidikan berbasis artificial intelligence, guru madrasah swasta kerap tertinggal jauh dalam hal akses terhadap teknologi, pelatihan, dan fasilitas.
Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin bangsa ini dapat mencetak generasi emas jika para pendidik utamanya masih bergelut dengan kesejahteraan yang minim? Lebih dari itu, ketimpangan akses terhadap pelatihan dan teknologi membuat SDM guru madrasah swasta rentan tergilas dalam era transformasi pendidikan berbasis digital.
Realitas ini menuntut keberanian untuk mengakui bahwa sistem pendidikan kita masih timpang. Negara, yang dalam Konstitusi berkomitmen mencerdaskan kehidupan bangsa, belum sepenuhnya menjangkau mereka yang berada di garis depan pendidikan keagamaan. Subsidi pendidikan sering kali hanya terfokus pada lembaga pendidikan negeri, sementara madrasah swasta harus mengandalkan sumber daya internal yang sering kali tidak memadai.
Paradoks ini menunjukkan lemahnya political will dalam menjamin pemerataan kualitas pendidikan. Pembangunan infrastruktur pendidikan tidak cukup hanya berpusat di kawasan perkotaan atau lembaga formal negeri. Guru madrasah swasta juga berhak mendapatkan pelatihan berbasis teknologi, akses terhadap kurikulum terbaru, dan yang paling fundamental, jaminan kesejahteraan.
Hari Guru Nasional harus menjadi momen untuk mengubah narasi ini. Pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta harus bersinergi membangun model pendidikan inklusif yang mencakup semua elemen, termasuk guru madrasah swasta. Investasi pada kesejahteraan guru madrasah swasta bukan hanya soal keadilan, tetapi juga soal keberlanjutan bangsa.
Kebijakan afirmatif, seperti subsidi langsung untuk gaji guru madrasah swasta, pelatihan berkelanjutan berbasis teknologi, dan penyediaan infrastruktur pendidikan digital, adalah solusi konkret yang harus segera diterapkan. Selain itu, kolaborasi antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus diperkuat untuk menjamin bahwa guru madrasah swasta mendapatkan perhatian yang setara.
Guru adalah jantung pendidikan bangsa. Ketika mereka diabaikan, maka masa depan generasi penerus akan terancam. Hari Guru Nasional 2024 harus menjadi titik balik, bukan sekadar seremoni kosong. Perubahan nyata dimulai dari keberanian untuk mengakui kesalahan, mengevaluasi sistem, dan menciptakan kebijakan yang berpihak pada semua guru tanpa diskriminasi.
Hanya dengan itulah, pendidikan Indonesia dapat bergerak menuju transformasi yang adil dan berkelanjutan. Dan hanya dengan menghargai semua guru, termasuk mereka di madrasah swasta, kita dapat memastikan bahwa cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa bukan sekadar utopia. Wallahu a'lam.