Kematian adalah realitas yang tak pernah bisa dihindari, sebuah kepastian yang melampaui logika dan batas waktu. Ia hadir tanpa permisi, tak mengenal usia, tak peduli status, tak tunduk pada rencana manusia. Dalam keheningan hidup, terkadang ia datang tiba-tiba, mengakhiri segalanya dengan cara yang tak terduga. Mati mendadak adalah sisi paling menakutkan dari kehidupan ini, sebuah kejutan yang tak memberi ruang untuk penyesalan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
Wa lan yu'akh-khirallhu nafsan idh j'a ajaluh, wallhu khabrum bim ta'maln.
"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktunya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Munafiqun: 11).
Bayangkan, dalam sekejap mata, dunia yang kau genggam terlepas, ambisimu lenyap, dan segala yang kau banggakan menjadi sia-sia. Ketika nafasmu terputus di tengah jalan, apakah bekalmu cukup untuk perjalanan panjang menuju keabadian? Ataukah engkau masih sibuk mengejar dunia yang fana, meninggalkan kewajibanmu kepada Allah yang telah menciptakanmu?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Aksir dzikra hdzimil-ladzdzt
"Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (kematian)." (HR. Tirmidzi, no. 2307).
Mati mendadak sering kali menjadi cermin yang memaksa kita merenung. Bukankah kematian adalah pintu gerbang akhirat? Namun mengapa manusia begitu lalai? Mereka bekerja keras untuk dunia, tetapi lupa pada persiapan untuk perjalanan abadi. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara, sedangkan akhirat adalah kampung halaman yang sejati.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berkata:
Ma ra'aitu yaqnan asybahu bisy-syak, mitsla yaqnin nsi bil-mauti tsumma l yasta'iddu lah.
"Aku tidak pernah melihat sesuatu yang yakin, tetapi diperlakukan seperti keraguan, kecuali keyakinan manusia terhadap kematian, namun mereka tidak bersiap-siap menghadapinya." (Tafsir Al-Qurthubi, Juz 19).
Manusia sering lupa bahwa waktu adalah amanah, bahwa setiap detiknya adalah kesempatan untuk beramal. Namun, mereka membuangnya demi kesenangan yang fana, melupakan hakikat penciptaan mereka. Allah berfirman: