Mohon tunggu...
Imam Santoso
Imam Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Pembantu Ketua III STAI Al-Fatah Bogor

Akademisi dan Expert di Bidang Public Relations dan Branding Program, Jurnalis Independen, Konsultan Komunikasi dan aktifis sosial media, Dai dan alumni Pondok Pesantren Al-Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Propaganda Kebakaran Hutan oleh LSM

16 November 2016   14:12 Diperbarui: 16 November 2016   14:21 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: gapki.id

Begitu gencarnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia yang bekerja mengatasnamakan kepentingan konservasi, membuat propaganda kerusakan lingkungan di Indonesia. Terjadinya kebakaran hutan yang sedikit jumlahnya, dibesar-besarkan melalui media fotografi dan audio visual yang terkesan menarik dan memiliki nilai jual, lalu disangkutpautkan dengan perusahaan yang notabene memiliki hubungan dengan hutan.

Kita patut waspada dan mempertanyakan motif mereka. Bisa jadi propaganda tersebut merupakan syarat untuk menjual dan menarik donatur/perusahaan asing agar tertarik menyumbang uangnya. Ironisnya beberapa LSM dengan label konservasi tidak hanya LSM asing saja yang bermain namun disinyalir LSM lokal pun ikut andil. Hal ini tentu bertentangan dengan awal mula amanat negara memberikan izin beroperasinya mereka, bahwa negara membutuhkan LSM sebagai mitra pembangunan nasional, mengambil peran penyalur aspirasi masyarakat bawah yang mungkin tidak sampai ke pemerintahan.

Hal paling sederhana tentu kerusakan alam, khususnya hutan mereka lemparkan ke perusahaan-perusahaan sawit. Beberapa foto, video, data propaganda sebatas investigasi tanpa kajian-kajian ilmiah yang tersebar di dunia maya terkesan aksi mereka merupakan misi penyelamatan dan perlindungan. Cerewetnya LSM-LSM itu tidak diimbangi dengan solusi penyelamatan dan perlindungan yang lebih nyata pada tataran aplikasi. Mereka hanya berani dalam urusan propaganda.

Kekuatan gambar tanpa kajian ilmiah pun tidak bisa menjadi bukti yang kuat untuk memberikan solusi terhadap kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia. Masyarakat  bertanya kepada pergerakan LSM dewasa ini. Beberapa masyarakat di sekitar hutan semakin pintar bertanya tentang pekerjaan mereka. Memang tidak semua LSM di Indonesia seperti itu, namun banyak juga kalau kita mau telaah pekerjaan LSM yang mengatasnamakan konservasi melakukan  kepentingan proyek alias uang.

Seperti yang dilakukan LSM asing, Mighty. LSM asal negeri paman sam ini membuat kegaduhan dengan menyebar propaganda bahwa telah terjadi kerusakan hutan secara masif di Papua. Dengan gagah beraninya mengatakan temuan itu hasil investigasi, tapi tidak ada istilah kajian-kajian dan penelitian ilmiah yang mereka lakukan.

Bila berbicara masalah kebakaran hutan dan kerusakan lingkungan. Kemana mereka saat terjadi kebakaran hutan di Warren Creek, Alaska, yang melanda kawasan konservasi suku Indian seluas sekitar 20 kilometer persegi sementara empat titik api melalap area seluas lebih dari 100 kilometer persegi di Arizona dan New Mexico? Dimana mereka saat terjadi kebakarn hutan di Victoria Australia yang menghabiskan 2200 hektar hutan? Dalam periode 2010-2014 saja hutan dan lahan di Amerika Serikat telah berjumlah 2.3 juta hektar. Di kawasan Eropa pada periode yang sama juga telah terjadi kebakaran sekitar 1.2 juta hektar hutan dan lahan. Sedanhkan di Indonesia pada periode yang sama hanya mencapai 62.4 ribu hektar. Dan menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015 yang heboh, ternyata hanya sekitar 260 ribu hektar saja. Dengan data tersebut menunjukkan kebakaran hutan terluas ternyata melanda negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika. Dan kebakaran hutan yang terjadi nyatanya tidak terkait dengan ekspansi kebun sawit seperti dikampanyekan LSM selama ini.

Mudah sekali bekerja di LSM, ambil gambar secara investigasi lalu publish ke media nasional ataupun International dan mencari dukungan publik lalu dapat uang dari donatur. Mari kita lihat LSM didaerah yang berjuang secara murni, tanpa uang mereka  bisa bekerja dengan tulus dengan masyarakat untuk menyelamatkan hutan sebagai habitat satwa liar.

Kita sebagai masyarakat Indonesia harus aktif memantau gerakan LSM seperti itu. Siapa lagi yang mau memantau LSM, karena tidak semua pekerjaan LSM itu selalu benar  melakukan protes kepada pemerintah. Seharusnya ada regulasi untuk kegiatan LSM. Seperti ada LSM konservasi  yang rumah pendirinya menjadi kantor padahal isu yang dikerjakan isu seksi. Omong kosong sekali kalau alasan tidak punya uang atau tidak ada donatur yang menyewakan rumah sebagai kantor.

Apabila ada kegiatan LSM baik konservasi maupun diluar konservasi yang melanggar UU  bisa dilaporkan ke penegak hukum. Jadilah masyarakat yang kritis  dan skeptis terhadap gerakan LSM yang berjuang menjual kerusakan hutan, penyelamatan satwa liar  karena mereka bukan dewa ataupun kebal hukum.  Kita bisa melaporkan pendirinya apabila melanggar UU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun