Mohon tunggu...
Imam Santoso
Imam Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Pembantu Ketua III STAI Al-Fatah Bogor

Akademisi dan Expert di Bidang Public Relations dan Branding Program, Jurnalis Independen, Konsultan Komunikasi dan aktifis sosial media, Dai dan alumni Pondok Pesantren Al-Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Korban Kekerasan Seksual di JIS Mengalami Trauma Psikologis?

12 November 2014   07:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kasus kekerasan seksual yang dituduhkan kepada 5 terdakwa kasus JIS yaitu para  petugas kebersihan dari ISS Cleaning Services telah dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Para terdakwa didakwa Pasal 82 dan 83 Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.

Namun dalam beberapa sesi persidangan, telah terungkap beberapa kejanggalan dari tuduhan yang dilancarkan oleh keluarga korban kepada petugas kebersihan, dimana tuduhan tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang ada.

Salah satu bukti kejanggalan tersebut adalah, bahwa dalam gugatan perdata yang dilayangkan pada sidang 24 September 2014, Orangtua Marc memberikan kesaksian bahwa putranya mengalami trauma psikologis akibat tindakan kekerasan seksual oleh para terdakwa. Tuduhan itu seolah dikuatkan oleh kesaksian dari Psikolog anak, Seto Mulyadi yang membenarkan Marc mengalami trauma psikologis.

Selain itu, kesaksian pipit juga mengatakan akibat trauma itu korban Marc, tidak mau menggunakan celana dalam kesehariannya. Hal itu seolah menguatkan tuduhan tindakan asusila tersebut benar-benar terjadi dan dilakukan oleh para terdakwa.

Namun ada hal yang harus dicermati kembali dalam gugatan-gugatan tersebut, berdasarkan fakta yang terungkap dalam sidang. Hal itu dikatakan oleh Patra M. Zein, pengacara para terdakwa.

Menurut kesaksian Kak Seto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada sidang 13 Oktober 2014, berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis yang telah ia lakukan, meski membenarkan adanya trauma psikologis tersebut namun ia tidak dapat menyimpulkan penyebab trauma pada Marc.

Selain itu Kak Seto menambahkan, apabila kondisi traumatis Marc memang benar disebabkan oleh perbuatan “kekerasan seksual” yang dilakukan di sekolah, maka Marc tidak akan kembali ke sekolah.. Sebagaimana diketahui dalam kasus ini, Marc kembali ke sekolah dan menggunakan toilet tersebut berulang-ulang kali walaupun sebetulnya ia dapat menggunakan toilet lain. Kemudian, Marc juga kembali ke toilet Anggrek pada saat rekonstruksi oleh polisi.

Sementara masalah keengganan Marc untuk menggunakan celana, dibantah dengan fakta kesaksian dari David (salah satu pegawai JIS) dalam sidang di Pengadilan pada 1 Oktober 2014. Dalam sidang itu, David mengatakan, ia melihat Marc menggunakan celana.

Selain kesaksian itu, bukti foto dapat menunjukkan bahwa Marc terlihat sering menggunakan celana pada saat sedang bersekolah di kurun waktu tuduhan. Hal ini tentu aneh, sebab berlawanan dengan tuduhan dalam gugatan yang dilayangkan.

Semua kejanggalan-kejanggalan itu adalah titik terang, bahwa sesungguhnya tindakan asusila yang dituduhkan kepada petugas kebersihan di JIS itu tak pernah ada. Tentunya, keadilan akan berpihak kepada yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun