Mohon tunggu...
kang im
kang im Mohon Tunggu... Penulis - warga biasa yang hobi menulis

seorang penulis biasa yang tinggal di kampung

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Musim Hujan, Kangen Jagung Bakar Sejuta Kenangan di Kampung

29 Januari 2025   13:49 Diperbarui: 30 Januari 2025   11:38 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ft. ilustrasi: dok pribadi/ Jagung Bakar kampung menyimpan sejuta kenangan di masa anak-anak.

Bagi anak kampung, punya banyak goresan kenangan indah di masa kecil. Mulai dari teman bermain, nuansa alam, hingga makanan. Termasuk momen main hujan-hujanan di depan rumah atau jalan. Tepatnya curi-curi main hujan.

Maklum, tidak semua orang tua mengizinkan anaknya main hujan-hujanan. Takut sakit. Tapi yang namanya anak-anak, tetap saja ada akalnya, untuk bisa bermain hujan. Salah satu cara yang efektif adalah pulang sekolah, saat hujan, tanpa menunggu reda.

Ini salah satu momen paling ditunggu anak-anak kampung yang hobi main hujan, tapi sulit dapat izin orang tua, teruma izin emaknya. Karena di sepanjang perjalanan pulang sekolah, mereka bebas main air hujan. 

Maklum, rata-rata jalan di kampung masih belum beraspal, masih makadam, istilah di kampung. Jalan dari bebatuan, terkadang ada yang dicor di bagian tertentu, seperti di bagian tanjakan.

Sehingga, di jalan itu biasanya terdapat aliran air, terutama di bagian kanan dan kiri jalan. Ini salah satu tempat favorit untuk bermain air hujan. Karena seperti main di aliran banjir mini. Serunya bukan main.

Terkadang, mereka saling jatuh di air, tepatnya akting jatuh, seolah terbawa arus air, yang relatif tidak deras. 

Namanya juga anak-anak, punya sudut pandang beda, dalam menciptakan keseruan bermain. Yang penting lagi satu: ketika sampai rumah tidak akan kena marah emaknya, karena pulang sekolah tadi.

Alasan yang biasa digunakan, jika ditanya kenapa tidak menunggu hujan reda, adalah: hujannya lama, nanti telat sekolah diniyah. Takut terlambat sekolah madrasah di masjid kampung. Takut terlambat mengaji. Sekolah dan ngaji ini sudah rutinitas mereka.   

Tak hanya itu, sebagian besar anak-anak di kampung pulang-pergi sekolah jalan kaki. Masih jarang yang antar-jemput, kala itu. Pokoknya beda dengan zaman sekarang. Anak-anak sudah diperbolehkan membawa motor sendiri ke sekolah.

Ini tidak masalah, tapi kurang punya cerita seru, saat sudah dewasa, atau tua nanti. Goresan kenangan di masa kecil kurang berwarna. Kata anak sekarang: masa kecilnya kurang bahagia. he he he

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun