Kata orang: ditinggal pas lagi sayang-sayang e, itu mahaberat. Apalagi, perpisahan itu bukan karena keinginan sendiri, melainkan orang lain. Sulit move on. Juga superkecewa. Banyak kenangan yang sudah terukir. Suka maupun duka.
Mungkin, inilah gambaran sederhana perasaan sebagian besar pecinta bola tanah air, termasuk penulis, dalam beberapa hari terakhir ini. Penyebabnya: PHK Coach STY. Suka tidak suka, diakui atau tidak, coach STY sudah berkontribusi besar pada kemanjuan sepak bola nasional, terutama timnas.
Hanya saja, keputusan besar sudah diambil, harus move on. Mencintai pelatih bola tidak harus seperti pada kekasih. Dasarnya profesionalitas. Harus dengan logika. Lembaran baru timnas sudah dibuka. Apalagi, Coach STY juga sudah tampak legowo, lewat unggahan di media sosialnya. Ini menunjukkan bahwa beliau mencintai pekerjaannya dengan profesional.Â
 Minggu (12/1), Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), secara resmi dan terbuka sudah mengumumkan Patrick Kluivert, sebagai nahkoda baru Timnas Indonesia. Sebagai pendukung timnas sejati, sekali lagi, pendukung timnas, bukan pelatih timnas, seharusnya, mulai Minggu (12/1), pembahasan pro-kontra pemberhentian coach STY sudah berakhir. Tidak akan mengubah keadaan. Malah cuma buang-buang energi.
Toh, perdebatan itu juga tidak akan pernah mengembalikan Coach STY untuk menahkodahi timnas lagi. Sekali lagi, penulis bukan pendukung STY out, atau anti STY. Penulis berusaha mencintai Coach STY sebagai  pelatih timnas secara profesional, bukan 'emosional'. Penulis hanya orang kampung yang berusaha mencintai timnas dengan akal sehat.
Ibaratnya: nasi sudah jadi bubur, bubur pun tidak mungkin jadi nasi lagi. Yang penting satu, sebagai pecinta bola, terutama timnas, tetap menaruh rasa hormat dan terima kasih kepada STY. Beliau salah satu aktor utama, yang mengantarkan tim Garuda di level lebih tinggi.
Cintai Pelatih Secara Profesional
Kata orang: pelatih bola itu bukan pacar, jadi cintailah dengan logika. Bukan emosional. Sepak bola timnas itu dunia profesional, ada hitam di atas putih, ada kontrak dan targetnya. Yang penting lagi: ada kebutuhan tim, bukan keinginan tim. Yakin saja, nahkoda PSSI jauh lebih paham dan pengalaman di dunia bola global. Semua harus bersatu, untuk tim Garuda mendunia.
Berdasarkan penjelasan Ketua Umum PSSI Pak ET: pergantian pelatih itu kebutuhan tim. Bukan karena yang lain. Terutama kebutuhan dalam mengendalikan locker room. Ini sangat penting. Vital. Dalam dunia sepak bola profesional global. Kenapa?
Fakta membuktikan bahwa, pemain diaspora timnas Indonesia bukan kaleng-kaleng, saat ini. Banyak pemain kelas A, level Eropa. Bahkan, harga pasar satu pemain, bisa lebih mahal dibandingkan harga pasar semua pemain timnas negara di ASEAN. Sehingga, perlu pelatih yang bisa memahami kondisi ini.