Insya Allah, tiap hari Jumat, ada tulisan khusus tentang: Jumat Berkah. Temanya bebas, yang penting ada nilai berkahnya. Minimal ada nilai manfaatnya, dari sudut pandang orang kampung.
Edisi kali ini, perdana, izinkan penulis memotret suasana salat Jumat di sebuah masjid kampung, penulis pernah mampir salat Jumat. Bukan soal isi khutbahnya, atau desain masjidnya, melainkan kondisi parkirnya. Tapi tidak perlu membayangkan tempat parkir yang mewah dan luas.
Tempat parkirnya sangat sederhana, tapi mampu melahirkan pesan amat mendalam tentang nilai-nilai, dalam beragama dan bernegara. Bahkan, sistem keamanan parkirnya sulit ditemui di perkotaan. Pokoknya sangat unik.
Mayoritas, hampir semua jamaah salat Jumat, kecuali penulis, tidak melepas kontak kendaraan, alias dibiarkan tetap menancap di kendaraan kuncinya, kala itu. Jamaahnya juga tampak santai, tanpa ada rasa was-was, tidak ada raut wajah khawatir, seperti sudah jadi kebiasaan, kendaraannya akan aman dari pencuri.
Maaf, jangan mengira kendaraan yang di parkir itu jelek, atau kendaraan yang biasa digunakan ke sawah atau ladang, tapi banyak kendaraan bagus, puluhan juta harganya. Terkadang, ada juga yang baru beli, masih bau dealer.Â
Bahkan, didasarkan cerita dari jamaah, fenomena ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Dan, faktanya, tidak pernah ada kendaraan jamaah yang hilang, atau dicuri orang. Seolah masjid kampung itu punya parkiran anti maling. Jujur, penulis tak bisa membayangkan, jika kebiasaan ini terjadi di masjid perkotaan, mungkin potensi hilangnya sangat tinggi. Lalu kenapa bisa tetap aman kendaraan jamaah?
Â
Potret Kenyamanan Lingkungan
Mungkin, ini salah satu potret keberkahan tinggal di kampung. Warganya guyup-rukun, saling mengenal dan menjaga. Nilai gotong-royong masih kokoh. Sehingga, pencuri akan mikir seribu kali, jika akan beraksi. Warga sangat kompak untuk saling menjaga. Saling peduli. Bukan individual.
Nilai-nilai ini bisa jadi petugas keamanan paling canggih dan amanah. 24 jam, nonstop. Apalagi, nilai-nilai keagamaan masih sangat kental di kampung. Meski masih relatif sedikit yang kuliah, tapi rata-rata pemuda kampung mau belajar ngaji. Sehingga, fondasi imannya relatif kuat, pengawasnya bukan hanya aturan manusia, tapi aturan Sang Pencipta.