Siapa sih yang meragukan Anies Baswedan saat sebelum di resuffle oleh Jokowi? Menteri yang santun bertutur dan memiliki integritas yang seperti kita tidak perlu berdebat. Lalu kiprah 'ekstrimis' seorang Rizal Ramli yang dibela habis-habisan saat bersitegang dengan Sudirman Said saat diskusi tentang Freeport, PLN dan dengan RJ Lino? Atau seorang Jonan yang track record saat membenahi perkereta apian di Indonesia. Nyaris perhari ini logika rakyat lumpuh saat ketiga-tiganya ditendang keluar dari Kabinet (katanya) Kerja.
Lalu saat Luhut Panjaitan dan Sofyan Djalil yang masih direposisi mencari posisi yang sesuai dengan kapasitas dan kredibilitasnya yang sesungguhnya bisa juga diberlakukan pada menteri-menteri yang di depak tadi. Mengapa mendadak Jenderal yang berkontribusi lepasnya Timor Timur dari bumi pertiwi yang notabene seorang ketua Umum dari parpol yang dulu (katanya) tidak akan diberikan peluang menjabat peran ganda di dalam kabinet ternyata tertawa puas dengan seragam baju putih di beranda Istana.
Sinting!
Tanggal 27 Juli yang adalah tanggal merah bagi dunia politik di Indonesia. Dimana ratusan orang luka parah dalam bentrok tersadis antara faksi dari Suryadi dengan faksi Megawati dalam perebutan markas PDI (saat itu belum ada kata perjuangan sehingga tanggal ini seakan menjadi simbol yang paling representatif bagi mereka yang doyan menggunakan pola simbolis dalam berkomunikasi politik. Maka bagi seorang Ahok, pecundang sekaligus srigala politik ini menggunakan momen tersebut untuk membuyarkan dendam publik kepada parpol yang sesuai dengan sesumbar Ahok adalah entitas amoral yang doyan mahar ratusan milyar. Jokowi dan Ahok saling kedip untuk menggunakan tanggal berdarah bagi kaum marhaen tersebut sebagai bahasa politik.
Membayangkan betapa gelo (kecewa, red: jawa), galau dan marahnya mereka yang kadung menyerahkan lembar copy-an KTP mereka ke karyawan Cyrus Network di beberapa booth di mal-mal premium kemaren serta posko-posko dikantong-kantong penduduk abangan. Arep-arepan mereka memiliki gubernur yang tidak bisa dibeli parpol kandas sudah. Sudah bisa dibeli parpol plus di beli cukong. Kasian deh elo...di bo'ongin!
Sinting!
Bagaimana mungkin seorang menteri, Menko lagi yang nihil prestasi dan berkomunikasi dengan publik bisa dengan leyeh-leyeh bertahan di dalam kabinet>, apakah takut sama emaknya? Ahai ternyata Jokowi pria penakut, konyolnya takut sama emak-emak! Upps...nanti dulu, ada koq prestasinya, mentalitas rakyat masih suka yang palsu-palsu. Vaksin palsu, makam palsu, kartu BPJS palsu...eh jangan-jangan presiden kita palsu karena masih di remote dari seberang sana?
Sinting!
Maka sesungguhnya politik berikut konstelasinya di negeri ini adalah sebuah perwujudan kesintingan yang sistimatik dan endemik. Membayangkan fatsun politik dan moralitas politik di Indonesia bak berharap hujan emas berbongkah-bongkah jatuh dari langit untuk menaikan daya beli masyarakat yang menurun karena pemerintah masih sibuk memelihara cukong ketimbang rakyatnya. Lebih intens merawat penyakit cukong ketimbang menyehatkan rakyatnya. Hutang bertumpuk-tumpuk untuk membangun infrastruktur bagi bisnis sang cukong. Pajak dinaikkan untuk menambal turunya pendapatan negara. Rakyat benar-benar menjadi jongos di kampungnya sendiri.
Sinting!
Malahan sekarang terdengar kabar kalau jumlah provinsi sebuah negara bertambah karena kebijakan politik dalam negeri kita yang jauh dari kewarasan berpolitik. Konon Indonesia menjadi provinsi baru dari negerinya Xi Jinping karena semakin massive nya kedatangan penduduk dari negeri panda tersebut ke Indonesia untuk mengerjakan pekerjaan yang bisa dilakukan oleh pekerja lokal.