JIL: "Han....Han...Tuhan,....saya minta tolong ya...bisa gak sih hari ini saya mendapatkan apa yang perlu dan harus saya dapatkan? Berdo'a selesai. Yes!"
Muslim: "Yaa Aziz, Yaa Ghafar, Yaa Rahmanur Rahiem,...Yaa Maalikul Qudussalam. Wahat Dzat yang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah iman hambaMu yang lemah ini, permudahkanlah segala yang sulit bagi kami, Sesungguhnya tiada satupun yang sulit bagiMu Yaa Rabbul 'Alamin. Amin Yaa Allahumma Amin."
JIL: "Han,...sumpe loe...yakin elo yeee!"
Muslim: "Yaa Allahu Jalla wa Ta'ala, sungguh kiranya Engkau tiada pernah mengingkari janji"
*****
Kontroversi yang ditimbulkan oleh Mendikbub Anies Baswedan mantan rektor Universitas Paramadina tentang tata tertib pelaksanaan berdoa bagi murid sebelum dan sesudah proses jam belajar menunjukkan seperti apa Revolusi Mental yang dituju oleh pemerintahan ini.
Hanya atas kasak-kusuk dan desakan segelintir wali murid yang tidak menerima melihat penyebutan lafadz Allah oleh sejumlah murid-murid sekolah yang kemudian di respon oleh Kemendikbud. Keluhan yang tidak substantif oleh minoritas tersebut direspon dengan sangat oleh Anies. Hal ini menunjukkan sebenarnya dimana posisi dari pemahaman seorang Mendikbud.
Meskipun ada sanggahan terkait pemahaman pria yang pernah mengikuti konvensi yang diselenggarakan oleh Partai Demokrat sebagai capres tersebut sebagai pengusung pemahaman pluralisme dan liberalisme namun ide dan wacana perbaikan tatib berdoa yang tidak boleh menggunakan idion-idiom agama Islam misalnya penyebutan asmaul husna' telah memelekkan mata muslim siapa Anies Baswedan sesungguhnya.
"Terlalu berlebihan," ujar Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim, Tuty Alawiyah saat dihubungi Republika Online, Rabu (10/12). Memang pemahaman SEPILIS (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) menafsirkan secara serampangan dalam konteks keanekarupaan. Anies Baswedan mungkin luput memahami betapa setiap agama memiliki ragam dan corak cara beribadatnya dan tidak bisa digeneralisir atau disamaratakan.
Pria yang dianggap memiliki integritas (katanya) ini membantah terkait upaya intervensi pemerintah terkait kebebasan menjalankan keyakinan warga negara terhadap agama yang resmi dan diakui oleh negara.
"Di situ letak masalahnya. Pernyataan saya dianggap seakan-akan kita yang ngatur akan gunakan doa dari agama apa. Itu jelas-jelas bukan domainnya kita tapi di kementerian agama," ujar mantan rektor Universitas Paramadina itu.