Penyerangan oleh puluhan orang ke kampung tempat berdiamnya Ustadz Arifin Ilham tiba-tiba menyeruak. Tanpa adanya kegaduhan sebelumnya sejumlah pria mendatangi dan menganiaya seorang petugas keamanan lingkungan tersebut hingga kritis. Mereka berdalih akan menurunkan sebuah poster terkait ajaran sesat lagi menyesatkan. Syiah!
Semua mahfum dan maklum bahwa Jokowi betul-betul memberikan tumpangan sebanyak mungkin di gerbong kemenangannya. Sebanyak-banyaknya dalam arti sebenarnya. Tidak peduli apapun itu. Selama memiliki hak pilih maka diperkenankan menaiki gerbong kemenangan.
Salah satunya syiah. Sebuah ajaran yang betul-betul bertolak belakang dengan ajaran Islam yang selama ini menjadi anutan penduduk sedunia. Syiah menjadi sebuah anti manhaj yang dipegang oleh ahlussunnah wal jama'ah. Pada kongres Umat Islam Indonesia juga ditegaskan bahwa pemerintah harus lebih tegas dan tidak membuka ruang untuk Syiah menyebarkan ajaran nyeleneh mereka tersebut. Alhasil perseteruan klasik yang berdarah-darah seakan-akan hanya tinggal menunggu waktunya saja untuk meledak di Indonesia.
Dan terbukti, penyerangan ke Az Zikra malam itu menunjukkan betapa salah satu rombongan gelap alias penumpang yang memiliki kepentingan khusus di gerbong Jokowi merasa saat inilah mulai menunjukkan eksistensi diri yang selama ini mungkin saja belum yakin untuk mulai reaktif atas penolakan yang massif dari masyarakat muslim.
Asal tahu saja, Syiah lebih kuat dan getol sekali menyusun kekuatan untuk kemudian menginginkan berdirinya sebuah struktur pemerintahan yang berafiliasi kepada pemimpin spritiual tertinggi mereka di Iran. Kaidah tersebut adalah wilayatul faqih dan imamah. Maka sesungguhnya Syiah merupakan sebuah doktrin pemahaman yang berbalut politik. Nuansa ini diperkuat kemudian betapa mereka menafikan adanya kepemimpinan dalam islam di luar konteks penafsiran mereka tentang ahlul bait.
Sampai pada tataran pemahaman ini, Syiah masih merupakan sebuah 'pencerahan' agar terpicunya muslim untuk hormat dan takdzim kepada keluarga Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam. Syiah masih menjadi sebuah tawaran yang menarik dan make sense untuk mencintai teramat sangat para keluarga Nabi. Karena banyak sekali hadits shohih yang mengingatkan umat agar mencintai keluarga nabi penutup ini.
Namun dalam perkembangannya Syiah kemudian berubah menjadi monster. Sebuah entitas yang mematikan dan menafikan sebuah dialog. Mereka akan mengatakan di luar pemahaman dari kaidah kebencian mereka kepada para shahabat adalah bentuk kekafiran yang nyata. Muslim yang tidak takfir kepada shahabat yang mulia seperti Abu Bakar As Shidiq, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan radhiyallahu anhuma ajma'in adalah sebuah bentuk kekafiran kepada Islam. Naudzubillahi min Ddzalika.
Oleh karena itu, nyaris semua madzhab dan manhaj bersepakat bahwa Syiah adalah ajaran yang menyempal dari Islam itu sendiri.
Kemenangan Jokowi yang kemudian membuat simbolisasi pakaian putih menimbulkan persepsi bahwa semua komponen masyarakat di bawah pemerintahan Jokowi memiliki patron nilai yang sama yakni kebhinnekaan. Sebuah nilai yang sangat harus diuji keshahihan-nya terkait benturan nilai yang ekstrim antara Islam secara umum dengan Syiah.
Jauh-jauh hari seorang pentolan Syiah yang kemudian bisa ngendon di Senayan, Jalaludin Rakhmat pun mengatakan bahwa geliat personal dirinya di Senayan adalah membawa kepentingan penyebaran ajaran Syiah di Indonesia dan membela kepentingan tersebut.
Dalam world view, peperangan klasik antara Islam dan Syiah pun telah memakan begitu banyak korban. Suriah, Iraq dan kemudian Afghanistan yang dalam 'tontonan Holywood' diseting sebuah peperangan Barat dan Islam sejatinya juga di timpuki peperangan antara Islam dengan Syiah. Benturan yang terjadi di Az Zikra pun bisa ditengarai mulai bergeliatnya Syiah lebih intens dan membuka peluang untuk lebih frontal.