Ada sebuah pencerahan yang dapat kita ambil dibalik gelap gulita kisah antara KPK dan Polri. Pertarungan dua 'reptil' tersebut telah diselesaikan secara legal oleh pengadilan. Semua pihak mendapatkan apa yang disasar selama ini. Tidak perlu ada duka dan suka karena hukum tidak bertujuan untuk hal itu.
Pencerahan.
Jujur, selama ini kita semua atau mungkin sebagian dari kita memahami bahwa kepolisian adalah lembaga penegakan hukum. Setidaknya dari sekian belasan tahun kita membaca bahwa aparat bhayangkara ini melakukan penangkapan dan bahkan sampai menyerahkan berkas perkara ke kejaksaan atas tindakan-tindakan yang berdasarkan KUHAP dinyatakan sebagai pelanggaran hukum.
"Kesimpulannya, termohon (KPK) tidak bisa buktikan pemohon (Komjen BG, red) adalah aparat penegak hukum," kata Sarpin.
Sungguh, sebuah pencerahan yang luar biasa bagi penulis yang notabene anak kolong dan terlahir di barak asrama kepolisian. Selama ini penulis selalu menetapkan 'prasangka' bahwa mereka yang lalu lalang didepan bilik asrama kami dulu berbaju coklat dan tegap berbaris adalah para aparat penegak hukum. Setidaknya hal tersebut terpatri luar biasa kuat selama puluhan tahun di kepala penulis.
Alhasil, sungguh banyak manfaat dari hasil persidangan ini karena secara naif bisa diartikan, misalnya;
- Setiap ada petugas Polri yang mencegat pengendara kendaraan bermotor ditengah jalan bisa melawan sedemikian rupa karena mereka bukan penegak hukum. Dan tentu saja tidak ada alibi kita melakukan perbuatan melawan hukum.
- SPK (sentra pelayanan kepolisian) tidak lagi menjadi pintu masuk untuk permintaan pelayanan dan atau perlindungan hukum dari warga negara. Mereka tidak lebih berbeda dengan kantor kelurahan.
- Menyuap (gratifikasi) bukanlah sebuah aktifitas pelanggaran hukum, pun jika dilakukan kepada petugas yang tengah 'iseng' ditengah jalan saat mengatur lalu lintas toh mereka juga bukan aparat penegak hukum dan ada kerugian negara yang dapat dibuktikan.
Demikian manfaat luar biasa yang bisa didapat oleh mayoritas penduduk Indonesia, hakim Sarpin Gazali yang sampai di'ludahi' secara adat oleh para demonstran yang menentang hasil persidangan pra peradilan terhadap kasus Komjem BG di Sumatera Barat tidak akan mampu merubah sejarah hebatnya masa kepresidenan Jokowi.
''Apa pun jabatannya di kepolisian, selama masih mengenakan pakaian polisi entah pangkatnya balok merah, brigadir maupun jenderal, semuanya jelas merupakan petugas penegak hukum. Jadi sangat-sangat aneh kalau hakim Sarpin menyebutkan jabatan Karo Binkar Mabes Polri dianggap bukan jabatan penegak hukum,'' katanya Ketua Pusat Kajian Korupsi Univeristas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho, Senin (16/2).
Pernyataan Guru Besar diatas adalah bentuk angin lalu dan kurang lebih sama lah dengan persangkaan penulis. Betapapun itu benar misalnya persangkaan tersebut tapi seorang hakim yang telah memutuskan adalah tonggak kebenaran itu sendiri. Jangan naif ya!
Selalu ada hikmah ternyata dibalik kelamnya perjalanan tarik ulur antara nilai masyarakat dengan nilai yang dipertaruhkan Jokowi sebagai presiden dengan para pengusungnya secara politik. Hikmah berupa pernyataan seorang wakil Tuhan (baca: hakim) di muka bumi bahwa aparat kepolisian ternyata bukanlah aparat penegak hukum seperti yang selama ini kita sangkakan.
Salam Pencerdasan!