Membaca artikel Sdr. Sutomo Paguci dengan judul "Demokrasi, Sistem anti-Islam?" membuat saya mau tidak mau tersenyum. Karena kompasianer ini tergesa-gesa membuat beberapa kesimpulan, antara lain;
1. Tidak ada contoh perbandingan bagaimana “negara Islam” itu. Apalagi Nabi Muhammad SAW tidak pernah mencontohkan dan mendirikan apa yang disebut “negara Islam”. Yang ada Nabi malah mendirikan negara bersama dengan mengakomodir para suku dan berbagai agama yang ada di Madinah dengan apa yang disebut “Piagam Madinah”—mirip-mirip konsep Pancasila di Indonesia.
2. Demokrasi, dengan pilarnya—pembagian kekuasaan, saling kontrol antar unsur kekuasaan negara, supremasi hukum, dan pers yang bebas—merupakan hasil ikhtiar manusia yang barangkali merupakan salah satu penemuan terbesar peradaban manusia sepanjang massa. Tentu saja tidak sempurna. Namun sampai sekarang belum ada konsep tandingan lain yang lebih baik.
3. Kian hari sistem demokrasi kian meluas bahkan mencakup negara-negara yang dihuni mayoritas warga beragama Islam. Tentu saja hal ini sangat menyakitkan hati kalangan wahabi-fundamentalis.
Kita kupas satu-satu biar lebih dialogis dan para pembaca bisa sambil duduk lesehan makan singkong rebus dan segelas teh ginastel alias legi panas tur kenthel,..hehehehhe
1. Kekeliruan kesimpulan dari Bung Tomo pada poin pertama adalah beliau kurang menyukai membaca siroh nabawiyah atau setidaknya sedikitnya literatur yang dibaca mengenai format pemerintahan dan pengelolaan sebuah negara di dalam konteks Islam. Bahwa Rasulullah SAW bukan saja menjadi Nabi/Rasul umat Islam, melainkan beliau diutus untuk seluruh umat sedunia...(esther empat, abbah jappy dan radix wp, pastilah termasuk umat beliau walaupun mereka masih ingkar). Ada beberapa rujukan ( ayat dan hadits) yang lugas menyatakan hal ini, antara lain;
Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada menge-tahui. [QS. Saba’ (34): 28]
Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, tidaklah seorangpun di kalangan umat ini, Yahudi atau Nashrani, mendengar tentang aku, kemudian dia mati, dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengan-nya, kecuali dia termasuk para peng-huni neraka. [Hadits Shohih Riwayat Muslim, no: 153, dari Abu Huroiroh]
Dan tentu saja apapun implikasi dari dua contoh diatas menyebabkan tidak ada satupun hal yang bisa mengingkari kepimpinan beliau. Apabila Piagam Madinah tidak di anggap sebagai sebuah hukum bagi sebuah wilayah berdaulat dan mempunyai rakyat merupakan kebodohan belaka. Atau bisa saja mungkin (atau bahkan) belum sempat untuk membaca isi dari Piagam tersebut sehingga terlihat naif dan under estimate kepada apa yang telah Rasulullah perbuat untuk memimpin sebuah negara besar dan merupakan sebuah role model bagi keterkinian, silahkan mampir di sini dan di sini untuk di baca dengan seksama dan seleluasa mungkin. Demikian jelas uraian makhluk mulia tersebut membuat sebuah pernyataan kesepakatan dan telak-telak meletakkan Islam sebagai sebuah fondasi tanpa syarat. Baca pasal 23 mengenai pernyataan penting mengenai ketaatan terhadap hukum-hukum yang dipersyaratkan Islam yakni Quran wa Sunnah.
2. Pada poin kedua, kita tidak perlu mencari rujukan untuk faktualitas dari penerapan sistim dajjal tersebut. Di Indonesia yang terjadi adalah saling makan uang rakyat, saling berlomba-lomba mencari uang haram . Dan adagium Fox Populi Fox Dei adalah sifat utopia, rakyat tetap menjadi cecunguk dan obyek untuk mencari kekayaan. Saling kontrol di dalam format sangat destruktif dan menyengsarakan rakyat, suara rakyat suara Tuhan sejatinya saja sudah mengarah kepada kalimat anti Tauhid.
Kemudian Pers Bebas? Bukan pers bebas tapi pers penakut, anti keadilan bagi umat Islam dan subyektif. Mungkin di kanal keroyokan ini tidaklah begitu getol membuat perimbangan secara informatif, tapi lihat saja beberapa kasus terkini mengenai seorang Ustadz di pukuli secara emosional oleh seorang Pendeta di Bekasi tidak mendapatkan slot nan fair, kaum muslim dininabobokan oleh perasaan minder dan ewuh pekewuh kepada umat lain sementara mereka (kita sih tahulah siapa mereka yg dimaksud) dengan leluasa untuk memborbardir informasi sepihak. Seperti pembantaian umat di Poso, Sampit dan Ambon. Kemana pers yang bebas tersebut?