Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka Membaca, Bapak yang Bahagia dan Seorang Muslim

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Peperangan Ini Tidak Akan Berakhir, Meskipun Belum Dimulai

27 Desember 2012   01:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:59 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mata itu tidak berhenti menyoroti sorak sorai gembira segelintir manusia berpesta demokrasi. Di sudut gelap dia menyebarkan sengit bau solidaritas atas nama hak asasi manusia. Musang dengan bulu hitam kasar dan anyir itu mengendap-endap. Ekornya menyeruput masuk kedalam,..dia belum siap mencakar..dia hanya siap mendenguskan nafas takut dan harapan palsunya.

Elang hitam mendecit di angkasa, berputar-putar melakukan manuver siaga. Awan yang beralih rupa setiap saat dari cerah biru merona menjadi gelap dengan mengelantungkan volume air yang siap tumpah ke bumi.  Kepakan sayapnya membentang ribuan meter. Kibasannya membuat angin dingin yang menjalar di tengkuk sang durjana musang hitam. Paruh tajam yang seakan menjadi guillotine bagi calon mangsanya. Menusuk dengan tanpa rasa sakit kecuali kematian akan menjemputnya.

Rentang antara musang dan elang hanya berjarak loncatan kaki berkali-kali. Kabut dan asap tidak menghalangi jarak mereka.

Toleransi dan hak asasi manusia adalah siulan dari angin yang kencang dari arah barat, hawa dingin membuat nyaris beku cairan otak. Musang terkikih dengan air liur disela-sela taring kotor berwarna kuning.

Sorak sorai terus berlanjut,....berlanjut dengan pekik takbir dan tahmid. Bungkus plastik toleransi tidak mampu menampung puji puja atas kebesaran Illahi.

Musang semakin menyusut tubuhnya. Rasa lapar dan keinginan merdeka membuat kesabarannya tercecer dibalik dengusan paru-paru basahnya. Tulang rusuknya semakin menyembul di balik bulu-bulu amis dan busuk.

Dilangit, elang semakin mengecil manuvernya, berputar,.....berputar.....terus berputar.

Sang waktu menderaikan rasa takut bagi musang atas nama detik, menit dan jam.....

Peperangan ini tidak akan berakhir, meskipun belum dimulai. Musang tetaplah musang...berjalan mengendap-endap. Menangisi keramaian dan menyukai rasa hening ketika manusia lunglai untuk peduli akan keabadian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun