Mohon tunggu...
Pendidikan

Logika Berdakwah Dan Logika Bertinju

12 Mei 2015   15:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Membandingkan antara berdakwah dan bertinju secara sepintas kurang tepat. Di antara keduanya merupakan sesuatu yang amat berbeda. Berdakwah adalah kegiatan mengajak siapa saja untuk mengenal dan menjalankan ajaran Islam. Sementara itu, bertinju adalah jenis olah raga yang sangat membahayakan terhadap keselamatan jiwa. Dua pemain, satu sama lain saling memukul agar lawannya jatuh.

Berdakwah adalah kegiatan untuk mengajak orang agar hidupnya menjadi sehat, selamat, bahagia, semakin pintar, dan bahkan juga semakin kuat. Tujuan dakwah seperti itu, menjadikan ukuran keberhasilan dakwah sangat berlawanan dari keberhasilan bertinju. Berdakwah disebut berhasil jika masyarakat semakin damai, tenteram, dan bahagia. Sementara itu orang bertinju disebut berhasil jika lawannya babak belur, jatuh, dan bahkan tidak mampu bangkit lagi.

Logika berdakwah sangat bertolak belakang dari logika bertinju. Logika berdakwah adalah membuat orang lain berhasil dan menang. Sebaliknya, logika bertinju adalah menjadikan orang lain kalah dan bahkan tidak mampu lagi bangkit. Tatkala orang lain jatuh terkena pukulannya dan bahkan mati, maka justru merupakan kebanggaan. Kita lihat petinju yang baru saja memukul KO lawannya, maka tangannya segera diangkat tinggi-tinggi sebagai simbol kekuatan dan kemenangannya. Muballigh tatkala berhasil dakwahnya tidak boleh begitu. Jangankan sombong, menjadikan orang lain merasa tersinggung saja tidak dibolehkan. Itulah dakwah harus dilakukan dengan arif atau bijak.

Namun sayangnya, oleh sementara orang, di antara keduanya terkadang tidak dibedakan. Antara berdakwah dan bertinju dianggap mirip. Berdakwah disebut menang, manakala bisa mengalahkan orang lain. Padahal dalam berdakwah seharusnya tidak ada istilah kalah. Istilah yang sekiranya agak tepat adalah gagal atau belum berhasil. Dalam berdakwah seharusnya tidak mengenal istilah kalah atau menang. Berdakwah bukan untuk mengalahkan orang, melainkan justru sebaliknya, yaitu menjadikan orang lain menang atau sukses hidupnya.

Di Indonesia banyak organisasi sosial keagamaan yang bergerak di bidang dakwah, misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, Tarbiyah Islamiyah, Jam�iyah Islamiyah, PUI, al Irsyad, dan lain-lain. Melalui berbagai jenis kegiatannya, keberadaan organisasi itu adalah untuk berdakwah, yakni menyeru masyarakat agar mengenal dan menjalankan ajaran yang diyakini benar dan mulia, yaitu Islam. Ber-Islam artinya adalah menjalani kehidupan yang diliputi oleh suasana keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan, baik di dunia maupun di akherat. Oleh karena itu semua organisasi sosial keagamaan dimaksud ingin membawa umat pada kehidupan yang berorientasi pada keselamatan dan kedamaian itu. Mereka merasa menang jika suasa indah dimaksud berhasil diwujudkan.

Sebagai organisasi dakwah maka ukuran kemenangan mereka adalah sama, dan begitu pula cara-atau pendekatan yang ditempuhnya. Oleh karena itu, sekalipun mereka menggunakan bermacam-macam nama, tetapi pada hakekatnya memiliki orientasi atau tujuan yang sama. Di antara mereka tidak ada yang berambisi untuk mengalahkan di antara sesama, dan apalagi menjatuhkan. NU tidak akan menjatuhkan Muhammadiyah, Persis, Tarbiyah Islamiyah, dan selainnya. Demikian pula, Muhammadiyah akan merasa berhasil jika mampu membantu dan memperkukuh organisasi sosial keagamaan lainnya, semisal NU, al Irsyad, al Wasliyah, dan lainnya.

Bahkan secara lebih tegas lagi bisa disebutkan bahwa, di antara organisasi sosial keagamaan disebut menang manakala berhasil menjadikan di antara mereka saling memperkokoh. Nu di suatu tempat disebut berhasil dan hebat jika mampu membantu kebesaran Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lainnya. Demikian pula, Muhammadiyah disebut sukses, jika di antaranya berhasil ikut membesarkan NU, al Wasliyah, PUI, Matka�ul Anwar, dan lain-lain. Selain itu, sebagaimana disebutkan di muka, bahwa organisasi sosial keagamaan itu disebut sebagai pemenang manakala berhasil menjadikan orang lain berprestasi, sukses, selamat, bahagia, dan sejahtera.

Akhirnya, bahwa kemenangan dalam berdakwah memang sangat bebeda dan bahkan bertolak belakang dari menangnya bertinju. Pemaknaan seperti itu perlu selalu dipertegas agar jangan sampai terjadi kekeliruan. Berdakwah yang seharusnya mensejahterakan, menyelamatkan dan membahagiakan, justru dibalik, yaitu mengalahkan. Jika pemahaman dakwah yang dimaksudkan itu tepat, maka di antara organisasi sosial keagamaan tidak akan terjadi saling mengklaim bahwa dirinya yang paling benar dan atau yang seharusnya diikuti.

Semua organisasi sosial keagamaan sebagaimana disebutkan di muka adalah mengemban misi dakwah, dan oleh karena itu semuaya juga memiliki ukuran keberhasilan yang sama. Atas pandangan itu, antar organisasi sosial keagamaan akan selalu bersatu dan bahkan menjadi pelopor persatuan itu. Sebaliknya, organisasi sosial keagamaan bukan seperti petinju, baru disebut menang ketika berhasil menjatuhkan lawannya. Wallahu a�lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun