Mohon tunggu...
Pena_Kampus
Pena_Kampus Mohon Tunggu... Penulis - CatatanPerantau

Pena_Kampus

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terlahir dari Dua Suku adalah Penindasan

23 Mei 2020   22:24 Diperbarui: 23 Mei 2020   22:20 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis : Irawan Abae_


Terkadang Secara spontan buly (hinaan) adalah hal yang selalu di Terimah oleh mereka yang dalam dirinya terdapat dua garis suka keturunan, kenapa ini menjadi objek pembahasan yang harus saya tulis sebab. 

Ini sering terjadi kepada orang-orang yang dulu hidupnya tak menetap di suatu daerah Kemudian mereka di anggap sebagai orang-orang pendatang dari daerah yang mereka tinggal dan mereka harus terikat dari sebuah sistem atau struktur Sosial budaya dan adat istiadat dalam sebuah dusun atau desa  
             Cinta kadang menyatukan dua rasa, menyatukan suku dan bahkan meninggalkan agama yang mereka anut sebelumnya, kenapa cinta mampu menghilangkan keyakinan yang sudah lama di tanam dalam diri manusia sebagai insan yang bertuhan, sekuat itukah Cinta, teori klasik yang sering di sebut orang-orang adalah  "sebagai kekuatan cinta atau sihir cinta  
             Ketika sepasang dua insan menyatukan rasa dan melahirkan sebuah ikatan suci yang di sebut pernikahan. Ya, mungkin terdengar menarik bagi orang-orang yang terhipnotis dengan kata-kata seperti itu  
             Dari kedua pasangan itu kemudian karuniai seorang keturunan yang di sebut anak atau Cucu, terkadang juga di sebut keponakan. Kemudian anak ini mempunyai darah dari dua suku yang berbeda. Ini menjadi problem sosial, dan anak itu menjadi sebuah lolucon kerena dari satu suku mereka menganggap dia berbeda dari yang lain-lain, entah dari bahasanya atau budayanya bahkan sering di ejek oleh teman-teman bermainnya.      
             Ketika anak itu, tumbuh Dewasa dan dia semakin paham dengan Realitas Sosial, kemudian bergaul dengan teman-teman seangkatannya atau mungkin lebih dewasa darinya. Ketika berbicara tentang pendidikan ya, mungkin dia terbilang paham, terkadang iya, ingin bersifat Netral, tapi terkadang dia harus seperti seorang teater, atau bisa juga menjadi seorang aktor yang harus siap dalam segala peran yang dia mainkan seperti sebuah Drama dalam hidupnya. Ia juga, sebagai orang asing di salah satu sukunya, dan terkadang,  dia juga harus berpura-pura tidak mengetahui Masalah antara dua sukunya yang saling bermasalah padahal dia mengetahuinya, terkadang dia bingun dan bimbang entah mau berpihak di suka yang mana,
             Ketika momentum politik telah datang, ajang mencari kekuasaan, mencari muka, supaya bisa menjadi orang terdekat bagi sang pemangku jabatan, ketika kepala suku telah di pilih berdasarkan hasil pemilihan suara atau hasil dari pembohongan yang menyilimuti kantong-kantong para pemegang Regulasi, perseturuan karena berbeda pilihan adalah satu hal yang sering terjadi di setiap mencari pemimpin atau kepala suku.
             
             Ya, Kesadaran itu semakin membuatku berpikir bahwa tidak memahami politik akan salah mengartikan arti politik dan salah mempratekkannya. Politik bukan hadir untuk memisahkan dua Suku atau dua Ras dan politik tidak semerta-merta membuat orang saling membenci tetapi, politik hadir untuk memberi isyarat kepada kita bahwa perbedaan sangatlah penting dalam menjalani kehidupan Sosial.
             Tuhan telah mengajarkan kita arti dari sebuah perbedaan, perbedaan secara Suku, Bahasa, Budaya dan bahkan secara Agama, agar kenapa? Agar kita saling mengenal bukan saling membenci, bahkan Pancasila mengajarkan kita tentang Keragaman, mengajarkan kita tentang persatuan supaya kita paham dan mengarti bahwa perbedaan adalah anugrah Tuhan yang tiada duanya.
             Sebab Hidup dalam Ejekan adalah penindasan, Pendidikan membuat orang berpikir secara benar dan bertindak pun secara sadar. Cukup menganggap diri paling benar, sebab kebenaran berangkat dari sebuah kesalahan. Hikayat jati diri adalah menghargai sesama umat yang beragama, suku dan bahasa.  
             Karena Rekayasa Sosial hari ini Akan menjadi panggung Comedy, Situs penjajahan seakan di pertontonkan secara nyata, kemudian mereka manipulasi dan mencari Sensasi, Kesadaran telah Hilang dalam Diri sang Pemuda, Berperang dengan diri sendiri merupakan puncak Dari sebuah kegagalan Berfikir Secara bijak, Ketika Rasionalisasi menjelma menjadi motivasi, Urusan Duniawi menjadi abadi di tangan sang pengabdi.  
             Krisis Moral seakan menjadi wabah yang menhantui kehidupan saat ini, bulan yang Suci di anggap Seperti Kain Putih yang sudah di nodahi. Jika Kesadaran Adalah Ideologi, apakah punyak meyakini  adalah ilustrasi kemudian menjadi motivasi, tapi banyak basa basi yang harus di koreksi
man,Ilmu,Aman adalah Investasi yang dipercayai. Untuk membangun Diri menuju Kesadaran. Menulis adalah sebuah Keresahan dalam diri. Jika hidup adalah menulis, maka mati adalah Jihad
Bisori, 21 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun