Mohon tunggu...
Bureg Sandeq
Bureg Sandeq Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

... manusia gembira bernaluri imajinasi ... jagalah keamanan hati dan pikiran... ...jreeeeeeng...

Selanjutnya

Tutup

Drama

Cerita Tanah Cerita

23 April 2013   03:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:46 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. seseorang : menyambut kedatangan penonton, yang seolah-olah menyambut para tamu yang hadir pada acara ritual syukuran yang diadakan dirumahnya. diujung penyambutan tersebut, seseorang itu mengucapkan " ya wis... mBok Sri Sadono saiki wis teko, titi wancine diboyong menyang omahe Pak Tani "...

2. seorang anak sedang makan bersama dengan ibunya..." jangan menyisakan nasi sebutirpun dipiring...nanti nasinya menangis...". " kenapa begitu bu" sahut anaknya..."karna nasi itu merasa disia2kan...seperti tanah yang dibiarkan kering tanpa pepohonan"..."tapi bu, teman2ku sudah menunggu untuk bermain"..." habiskan dulu lee makanmu, nasi adalh dongeng yang sebaiknya menjadi dagingmu"...

3. seseorang yang lain : kian hari tubuh ibu kian kering. bahkan ia sudah tidak sanggup lagi bicara. saat itu aku benar-benar takut. takut ditinggalkan ibu. Takut kehilangan ibu. Tiba-tiba aku teringat sawah itu. daun-daun dan bulir-bulir itu. kemudian aku beringsut pergi menuju hamparan sawah. aku berdiri di bawah pohon itu dengan kepala tengadah. berjaga-jaga jika sewaktu-waktu sebuah daun burung emprit melayang dari sana. tapi tidak, detik itu aku tak ingin ada satu burung empritpun dari sana. tapi seperti kata ibu, burung-burung emprit di atas sana adalah rahasia. tak seorang pun berhak tahu atas rahasia itu.

- nasehat yang paling membekas di ingatanku adalah ketika ibu berkata,

- “nduk, nanti kalau sudah besar jadilah orang yang ngerti. di dunia banyak sekali orang pintar tapi belum tentu mereka ngerti karena untuk jadi pintar lebih mudah daripada belajar ngerti. dengan ngerti, kamu dituntut melepas egomu dan lebih memahami orang lain, harus mau mengalah. lebih baik lagi kalau kamu bisa jadi orang pintar yang mengerti, agar kamu tidak keblinger seperti orang-orang pinter yang suka memintari orang lain.”

4. seseorang yang lain lagi : ...aku adalah nafsu...aku adalah amarah...aku adalah birahi...aku adalah cinta...aku adalah kamu...aku adalah aku...dan aku adalah tanah...aku adalah apa yang kamu tancapkan pada pikiranmu...aku adalah bagaimana yang kamu pikirkan...aku adalah petuah leluhurmu...aku adalah dongeng sebelum engkau pulas..aku adalah sekolah yang kau jumpai sesaat setelah tangisan pertamamu...

A : dulu, ketika kita terbujur di sini, rasanya tempat ini sangat sunyi. tapi kini, lihatlah, gedung-gedung menghimpit kita.

B :Itu biasa. dalam negeri yang gemerlap, tetap dipelihara kemiskinan untuk dijadikan ilham bagi kemajuan. nah...lihat di sana.

A : dan lihatlah di sana...

B: tapi bagaimana pun, mereka sangat membutuhkan kita, agar mereka dikenang sebagai bangsa yang besar. sangat wajar jika kelemahan kita ditutup-ditutupi, dipoles dan diperindah.

A : telah sampai di manakah perjalanan kita?

B : ribuan purnama, ribuan singsing fajar. Tanpa terasa butiran-butiran keringat kita mengkristal jadi keheningan. Keheningan yang sangat purba!

A: rasanya baru kemarin kita meninggalkan dongeng

B : sudah sunyi orang mengelus dedaunan kita.

6. perempuan seperti shri :

aku adalah tanah yang terus tak henti kau sulap jadi keramik penghias istanamu. aku adalh rerumput dan pepohon yang terus tak henti hujani dengan besi.

aku adalah padi yang kau tebas dari selangkanganku lalu tetaskan kedalam darahmu. tanah diatas tanah..dari tanah...berpikir tanah...menjaga tanah...akan kembali turun ketanah...

air ini adalah bulir-bulir padi yang membernas di pematang waktu, menanti panen raya keredaman pilu. air ini adalah butir-butir mantra yang sedari silam bersimpuh dalam kalbu,angin serta tanah menggetarkan segala dingin yang terbasuh.

air ini adalah bilangan rindu menafaskan tiap degub langkah menuju kusyuk dalam segara tirtamaya. air ini adalah intan yang berbinar dalam kepungan pasir berabu, adalah guratan hikayat yang siaga menyerbu ragu membatu,adalah hembusan dari kertayuga yang menitiskan pusaka bumi adalah kidung halimun pengawal lelap mimpi.

air ini mengalir pada raga

air ini menjalar pada serat

air ini mengarung pada pagi raya

air ini membakti pada hayat

tersebab , air ini ialah pada lazimnya do'a

sedumuk bathuk senyari bumi

(sembari itu, seorang ibu memanggil-manggil anaknya "leeee...toleee...ayo pulang leee...nasimu belum kamu sentuh...jangan mubazzir...ora elok...pamali...leee...ayo pulang leee... "..." habiskan dulu lee makanmu, nasi adalh dongeng yang sebaiknya menjadi dagingmu"...) mengulang sampai hilang...

...dan cerita ini belum juga selesai sampai disini...

[caption id="attachment_239487" align="alignnone" width="611" caption="cerita tanah cerita (isih ana dongeng nang piring)"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun