Mohon tunggu...
Imaduddin Hamid
Imaduddin Hamid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa, dia yang menutur malam dan mengeja sepi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjaga Asa dari Timur Nusantara

24 Mei 2016   02:41 Diperbarui: 24 Mei 2016   02:48 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ayokesumbawa.files.wordpress.com

Bagi anak kampung seperti saya, cita-cita adalah alasan pembenar bagi kisah perjalanan hidup. Ini bukan saja soal bagaimana kita mampu menggapai berbagai rencana hidup yang kita bayangkan, namun keharusan eksistensial untuk mampu bertahan dalam dunia yang semakin dinamis. Bagi kami dari kampung, terlebih pelosok timur nusantara, cita-cita adalah ruh kehidupan.

Saya dilahirkan, tumbuh, dan berkembang di Bima, salah satu kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Sumbawa: pulau yang terletak pada Palung Sunda Kecil. Pulau yang kerap ditasbihkan sebagai salah satu dari sedikit pulau berusia tua ini ternyata harus mendekam pada labirin ketidakpastian setua umurnya. Betapa tidak, sudah lebih dari tujuh dekade Indonesia merdeka, namun tempat ini selalu saja terasa asing bagi republik yang besar ini. Dari empat kabupaten yang ada di pulau ini, keempatnya belum sekalipun beranjak dari kategori daerah tertinggal. Padahal di pulau inilah terkandung kekayaan alam yang diperebutkan dunia. Iya, emas dan tembaga (konon juga uranium), yang depositnya terbesar setelah Freeport di Papua, terletak di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat. Kekayaan alam inilah yang sekarang sedang dikelola oleh PT. Newmont Nusa Tenggara.

Dari sisi historis, pulau ini, terutama Bima, juga dikaruniai Tuhan potensi wisata alam yang sungguh luar biasa. Kalau pernah mendengar Gunung Tambora, gunung yang letusannya sampai membuat seisi dunia tercengang dan memaksa Benua Eropa tidak melihat matahari selama setahun penuh, itu terletak di sisi tengah utara pulau ini. Beberapa waktu lalu perhelatan akbar Dua Abad Tambora membuat dunia kembali merenung tentang salah satu bencana terbesar dalam sejarah dan dihadiri oleh beragam kalangan, dalam dan luar negeri. Betapapun renungan itu mendapat apresiasi yang sangat positif, namun nasib daerah ini juga tidak beranjak signifikan. Tidak ada perubahan berarti selepas seremoni tersebut terjadi, minimal inisiatif kebijakan sebagai tindak lanjut acara.

Saya juga hendak menyampaikan satu fakta sejarah. Pulau Komodo yang sekarang menjadi salah satu primadona wisata dunia sesungguhnya pernah menjadi bagian dari yurisdiksi kultural pulau ini. Dulu, kawasan yang sekarang dikenal sebagai ikonik wisata ini adalah bagian dari Kesultanan Bima. Saya sedang tidak bermaksud menggugat persoalan sejarah, namun yang hendak saya sampaikan adalah, Pulau Sumbawa, Bima khususnya, kaya akan sejarah dan potensi alam. Sejatinya dengan keberadaan Komodo sekarang, upaya pembangunan kawasan haruslah integratif sehingga potensi kekayaan alam di wilayah terhubung dapat memberikan efek domino bagi pembangunan daerah. Semangat kerjasama ini yang saya kira perlu dirajut dan ditingkatkan secara serius dan berkelanjutan.

Itu sekelumit latar daerah tempat saya berasal. Maka mengapa kisah ini perlu saya tuliskan? Bagi saya dan kami yang berasal dari daerah ini, cita-cita berarti tanggung jawab. Untuk saya pribadi, cita-cita bukan sekadar rencana individual untuk menggapai masa depan gemilang, namun mimpi kolektif untuk kebaikan masyarakat dan daerah. Sulit untuk membayangkan keberhasilan diri pribadi ketika tidak ada kontribusi berarti yang dapat diberikan kepada daerah.

Saat ini saya sedang menempuh studi sarjana di Universitas Indonesia, jurusan Ilmu Administrasi Publik. Di kampus ini, saya tidak hanya mempelajari teori organisasi, birokrasi, dan kelembagaan negara saja, namun seluruh institusi yang termasuk ke dalam kategori institusi publik. Institusi publik ini termasuk juga berbagai badan hukum dan badan usaha yang melakukan pelayanan publik, institusi masyarakat sipil, serta kelembagaan masyarakat adat. Karena itu, ruang lingkup kelembagaan yang saya pelajari sangat luas dan sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat luas. Dalam konteks inilah saya selalu menguatkan komitmen untuk mengabdikan bekal akademik yang saya peroleh untuk kemajuan daerah.  

Langkah pertama yang saya lakukan tentu saja belajar dengan tekun agar mendapatkan pemahaman yang utuh tentang materi kuliah yang dipelajari. Pemahaman ini menjadi sangat perlu sebab dari sinilah kualifikasi saya untuk turut membangun daerah dapat dipertanggung jawabkan. Saya meyakini bahwa membangun daerah harus diawali oleh basis akademik yang kokoh dan gagasan intelektual yang telah teruji secara empiris. Oleh karenanya, pengetahuan teoritik ini adalah bentuk konsistensi logis untuk merencanakan pembangunan yang lebih baik.

Perlu juga saya sampaikan, bahwa ilmu administrasi publik tidak mempelajari kelembagaan dalam arti yang statis. Ilmu ini berusaha menjelaskan pola dan relasi dinamis kelembagaan publik dalam penyediaan pelayanan dan jasa publik. Sebagai contoh misalnya tentang administrasi fiskal. Ilmu ini menjelaskan tentang relasi antara keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebagaimana yang kita pahami bersama, reformasi memberikan ruang gerak yang sangat luas kepada daerah untuk mengatur dan menata sendiri pembangunannya. Dalam rangka mencapai tujuan ini, faktor pendanaan pembangunan menjadi salah satu aspek penting untuk berhasil tidaknya tujuan tersebut. Sebagai negara kesatuan, desentralisasi fiskal berdampak pada pembagian dana APBN kepada daerah sesuai dengan karakteristik tertentu yang dimiliki oleh daerah tersebut.

Mengapa ilmu ini penting bagi Bima khususnya, dan Pulau Sumbawa umumnya? Dari apa yang saya pelajari, tingkat kebergantungan daerah-daerah di Pulau Sumbawa terhadap dana pusat sangatlah tinggi. Fakta ini berimplikasi pada tingkat kemandirian daerah yang sangat rendah sehingga fleksibilitasnya dalam melaksanakan berbagai agenda pembangunan menjadi terhambat. Tingginya belanja aparatur adalah persoalan lain yang juga dipelajari di mata kuliah administrasi fiskal ini. Karena daerah saya memiliki persoalan yang mendasar dalam perkara ini, maka ilmu administrasi publik adalah pintu masuk yang tepat untuk menjelaskan berbagai kompleksitas yang ada.

Materi lain lagi misalnya terkait konsepsi barang publik. Ilmu administrasi publik adalah bidang akademik yang sangat tepat untuk menguraikan persoalan ini. Secara teori, barang publik berarti barang yang penggunaannya tidak menyebabkan adanya rivalitas (non rivalry) dan penggunaan oleh satu orang tidak mengurangi nilainya bagi pengguna lain (non excludable). Contoh klasiknya adalah jalan raya. Pertanyaannya, siapa yang mau membangun jalan raya? Sulit membayangkan ada pihak swasta yang mau berinvestasi untuk membangun jalan raya. Selain biayanya sangat mahal, pengembalian keuntungannya sangat lama, risikonya juga tinggi. Maka mau tidak mau, pemerintahlah yang mesti membangun jalan raya. Persoalannya, dana pemerintah terbatas, sementara jalan raya adalah instalasi vital yang menjadi kebutuhan penduduk tanpa kecuali.

Dalam ilmu administrasi publik, tantangan pembangunan jalan raya akan dicarikan solusi praktisnya yang paling efisien. Bagaimana dengan dana yang terbatas menghasilkan barang yang berkualitas! Inilah postulat kunci yang dipelajari sehubungan dengan barang publik. Pemerintah harus mampu memilah dan memilih skenario terbaik untuk menghasilkan pelayanan publik terbaik. Di tempat saya menuntut ilmu sekarang, berbagai disiplin keilmuan tersebut diajarkan dengan berbagai pendekatan mutakhir dan disertai simulasi kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun