Mohon tunggu...
Imaduddin Abdurrahman
Imaduddin Abdurrahman Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Socius-Logos

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Muda: Antara Ego dan Harapan

17 November 2020   19:53 Diperbarui: 17 November 2020   23:10 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu Ego?

Sigmund Freud menjelaskan bahwa Ego adalah salah satu hal yang termasuk struktur kepribadian, dimana ia membagi kepribadian menjadi tiga struktur yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Id, adalah dorongan atau nafsu alamiah manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi demi memperoleh kepuasan. Sementara Ego adalah kemampuan akal yang membuat manusia dapat mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapinya. Di sisi lain, Super Ego dijabarkan sebagai norma dan aturan yang mengatur moral dari kepribadian manusia.

Sebagai anak muda, ego yang ada di dalam diri tentunya masih sangat tinggi. Rasa superior, merasa diri paling benar dan hebat adalah ciri ego yang ada pada anak muda. 

Tidak jarang karena ego yang masih tinggi, hal itu menyebabkan konflik kecil yang terjadi dengan orang-orang di sekitar, tidak terkecuali dengan orang tua sendiri. Konflik yang terjadi dengan orang tua biasanya berupa perdebatan, yang didasari oleh perbedaan pandangan dalam menyikapi suatu hal. 

Perdebatan seringkali tidak bisa terhindarkan, karena sang anak merasa ia punya hak untuk mempertahankan argumennya. Di sisi lain orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik dan membimbing anaknya.

Konflik yang terjadi antara anak dan orang tua kebanyakan terjadi saat anak mulai memasuki usia remaja, dan biasanya berkaitan dengan masalah pendidikan. Orang tua menyekolahkan anaknya, dan mengharapkan segala yang terbaik untuk anaknya. 

Orang tua bahkan rela melakukan apapun demi agar anaknya mendapatkan hasil yang terbaik. Namun, terkadang orang tua bertindak sedikit terlampau jauh. 

Karena merasa sudah memberikan dukungan yang maksimal pada anaknya, maka orang tua pun ingin agar hasil yang didapat anaknya pun maksimal sehingga tidak jarang pada akhirnya hal itu lebih mengarah pada hadirnya tuntutan terhadap anak.

Anak dituntut agar bisa menjadi apa yang orang tua harapkan, lalu anak dimasukkan ke jurusan, sekolah atau kampus tertentu dengan tujuan agar anaknya bisa mewujudkan harapan orang tua. 

Hal ini mungkin saja berdampak baik, karena itu berarti orang tua sudah punya planning terkait dengan masa depan anaknya. Namun, hal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif, anak tertekan dan pada akhirnya potensi yang ia miliki harus rela terpendam karena mengikuti keinginan orang tuanya. 

Rasa tertekan karena tuntutan orang tua yang hadir pada usia muda, akan memberi dampak negatif, terutama mental. Tekanan pada mental ini mungkin tidak nampak secara jelas, namun hal ini pasti akan sangat berdampak bagi kondisi psikis sang anak. 

Banyak anak muda yang tidak berani mengungkapkan tekanan yang ia hadapi, dengan alasan bahwa lingkungan terdekatnya tidak memberikan dukungan bagi dirinya sehingga hanya akan memperburuk keadaan.

Anak yang tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya, cenderung akan melakukan penolakan yang didorong oleh egonya yang masih tinggi. Karena terkadang anak merasa sungkan bahkan takut untuk menolak keputusan orang tua, maka mereka akan melakukannya dengan hal lain, yaitu melalui tindakan. 

Contohnya, jika anak tidak suka dimasukkan orang tuanya ke sekolah tertentu, dia cenderung punya keinginan untuk bolos sekolah karena merasa apa yang ia jalani tidaklah sesuai dengan apa yang ia inginkan. Contoh lainnya, mungkin saja seorang anak lulus dan mendapat gelar sebagai dokter karena mengikuti keinginan orang tuanya, namun ketika nanti ia tidak membuka praktik atau bekerja di rumah sakit, maka mungkin itulah jalan yang sebenarnya ingin ia pilih. Kedua contoh ini mungkin tidak selalu benar, namun pada kenyataannya tidak bisa dikatakan salah juga.

Pada akhirnya kunci dari permasalahan ini adalah adanya komunikasi dan juga batasan. Komunikasi antara orang tua dan anak sangat penting dalam hal ini, sebagai cara untuk saling mengetahui dan memahami pendapat serta pandangan masing-masing. Tentu saja dalam hal ini orang tua harus memberi ruang bagi anak untuk bisa mengutarakan pendapatnya.

Selain daripada itu, orang tua dan anak harus tahu akan batasan masing-masing. Batasan di sini berarti orang tua dan anak tahu akan porsinya masing-masing. Orang tua hendaknya tahu bahwa mereka punya batasan, dimana harapan yang digantungkan pada anak haruslah tidak menjadi tuntutan yang membebani anak, karena anak punya hak untuk membuat pilihannya sendiri selagi itu bukan hal yang negatif. Di sisi lain, anak pun harus tahu batasannya, karena sebagai anak sudah menjadi kewajiban untuk patuh pada orang tua. Selain itu, anak juga harus bisa meredam ego pribadi.

Kaitan hubungan antara orang tua dengan anak adalah, bahwa harusnya orang tua bisa hadir dengan perannya untuk mengakomodir dan mengarahkan, bukan "menyetir" dan memaksakan. Lalu anak juga harus paham bahwa dirinya punya kewajiban untuk bisa mewujudkan harapan dan menghadirkan kebahagiaan bagi kedua orang tuanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun