Mohon tunggu...
imadduddin
imadduddin Mohon Tunggu... Dosen - Banjarmasin

UIN Antasari Banjarmasin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wabah Ketakutan

25 April 2020   10:19 Diperbarui: 25 April 2020   10:28 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara pendekatan psikologis, perilaku stigma terhadap virus corona dan orang dengan virus corona ini dapat dikatakan sebagai sebuah  perilaku kolektif masyarakat. Yang dimaksud dengan perilaku kolektif adalah tindakan masyarakat secara bersama-sama yang relatif spontan, tidak terstruktur dan dinamis. Perilaku kolektif ini dilakukan oleh masyarakat dalam rangka melepakan kecemasan dan ketidakpuasan terutama dalam kondisi yang serba ambigu. 

Kalau kita amati fenomena sekarang ini,  setidaknya ada dua jenis penyebaran yang terjadi di masyarakat, yaitu penyebaran virus corona itu sendiri dan yang kedua adalah penyebaran informasi tentang virus corona. Efek dari penyebaran informasi tentang virus corona itu bisa menimbulkan 2 dampak bagi masyarakat, yaitu dampak positif dan negatif.

Penyebaran informasi tentang virus corona jauh lebih mematikan daripada penyebaran virus corona itu sendiri. Kalau penyebaran virus corona, erat hubungannya dengan efek kesehatan saja, akan tetapi penyebaran informasi virus corona akan berdampak sangat luas kepada sektor sosial, sektor ekonomi dan sektor politik  sebuah masyarakat dan negara. 

Situasi ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan kalau tidak di antisipasi dan ditindak dengan baik dan benar. Ada sebuah dua istilah dalam hal ini, yaitu ketakutan terhadap pandemik (fear of pandemic) dan pandemik ketakutan (pandemic of fear). Dua hal yang hampir sama, yaitu sama-sama bertema ketakutan. 

Bedanya fear of pandemic adalah ketakutan terhadap sebuah pandemik atau dalam hal ini adalah ketakutan terhadap menyebarnya virus corona, sedangkan pandemic of fear adalah mewabahnya atau menyebarluasnya ketakutan itu sendiri. Biasanya fear of pandemic yang tidak dikelola dengan baik dan benar akan bertransformasi menjadi pandemic of fear atau dengan kata lain ketakutan akan penyebaran wabah virus corona akan berubah menjadi menyebarluasnya ketakutan.

Menyebarluasnya ketakutan ini disebabkan karena virus corona in dipersepsi atau di tanggapi beragam oleh setiap orang. Persepsi itu munculnya banyak informasi yang beragama tentang virus corona ini. 

Salah satunya tanggapan yang paling parah adalah dalam bentuk kepanikan. Kepanikan merupakan reaksi terhadap sebuah ancaman karena mendapatkan banyaknya informasi yang luar biasa dari media-media sosial yang sangat mudah di akses oleh masyarakat. Informasi itu bisa didapatkan dari sumber-sumber yang kredibel seperti dari pemerintah maupun dari sumber-sumber yang kurang kredibel dan cenderung liar bertebaran di media-media sosial.

Konstruksi sosial masyarakat tentang virus corona ini sangatlah dinamis sekarang ini, maka informasi tentang virus corona sekarang tidak hanya di dapatkan dari sumber-sumber yang kredibel seperti pemerintah dan agen-agen kesehatan lainnya, namun juga di dapatkan dari informasi-informasi liar dari sumber-sumber yang cenderung tidak kredibel. Dalam kondisi seperti inilah, terjadi kompetisi atau pertarungan antara informasi dari sumber kredibel dengan informasi yang tidak kredibel. Yang menentukan siapa yang menang adalah masyarakat  yang menanggapinya atau mempersepsinya. 

Apalagi kalau kita coba dekati dengan teori post truth maka masyarakat akan lebih dekat atau menginginkan informasi yang berkaitan dengan emosi atau ideologinya ketimbang fakta itu sendiri. Fakta menjadi urutan nomor dua.  Mereka akan mencari dan menyakini kebenaran informasi yang mereka dapat asalkan sesuai dengan emosi dan ideologi yang mereka percaya meskipun informasi itu tidak benar atau hoax. Disinilah informasi liar dari sumber yang tidak kredibel mendapatkan kemenangan luar biasa di bandingkan sumber yang kredibel dari pemerintah.

Apabila kita amati di media sosial, maka kemenangan informasi liar itu sangat kentara dirasakan misalnya isu bagaiamana virus corona ini muncul selalu dikait-kaitkan dengan soal perang dagang antara Tiongkok dan Amerika, atau juga virus ini muncul karena kebocoran senjata biologis Tiongkok, atau juga isu mafia obat yang akan menghasilkan antivirus. Isu ini menyebar kemana-mana dan di yakini oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran. 

Kemudian bagaimana Tiongkok mengisolasi jutaan warganya di Wuhan dan apabila hal itu dilaksanakan di masyarakat Indonesia akan menimbulkan sebuah kepanikan luar biasa di tengah-tengah masyarakat, dan gejala mengarah kepanikan itu sudah terjadi di beberapa tempat ketika masyarakat memborong sembako dengan berlebihan. Pada titik inilah pemerintah sebagai pemegang informasi yang paling kredibel harus berhati-hati memberikan informasi yang benar kepada masyarakat. Jangan sampai informasi yang diberikan justru memperkeruh situasi yang sudah keruh. Lembaga dan aktor yang memberikan informasi haruslah yang kredibel. Karena apabila lembaga atau aktor nya sudah dipertanyakan maka otomatis masyarakat akan mencari informasi liar yang tidak kredibel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun