Mohon tunggu...
Muhammad Imaduddin Siddiq
Muhammad Imaduddin Siddiq Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa | Aktivis GEMA Pembebasan Purwokerto| Peneliti di Unit Kegiatan Mahasiswa Penalaran dan Riset (UKMPR) Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi, antara Konsep dan Realita [Bagian 2]

8 Mei 2016   17:02 Diperbarui: 8 Mei 2016   17:15 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi yang memiliki asas pemerintahan “goverment of the people, goverment by the people, goverment for the people” ini ternyata pada prakteknya memiliki beragam perbedaan antara konsep dan realita pelaksanaannya. Salah satunya di Negara Indonesia. Perjalanan Sistem Demokrasi di negeri ini memang cukup menarik untuk dibahas. Beragam kejadian turut andil mencampuri perjalanannya. Bahkan pembentukan sistem demokrasi diawal-awal masa kemerdekaan cukup mendapatkan berbagai penentangan. 

Ternyata pertentangan itu tak berhenti begitu saja. Ternyata dari masa ke masa mengalami beragam perdebatan yang cukup sengit. Bahkan perubahan-perubahan terjadi dalam bentuk kenegaraan. Bisa dibilang negara Indonesia merupakan negara yang cukup dinamis. Tidak saklek persis seperti dulu para the founding father merumuskan. Sebuah clue menarik disini, bahwa kedepan ke-dinamis-an tersebut mungkin terjadi kembali. Maka, tentu kita harus mempersiapkan hal tersebut. Agar negara Indonesia ini tidak terus menerus dikoyak oleh beragam rong rong-an asing maupun aseng. Hingga pepatah “gemah ripah loh jinawi” itu benar benar terwujud. 

Setidaknya perjalanan demokrasi di Indonesia memang tak bisa dipungkiri diawali pada masa masa masa sebelum kemerdekaan. Memang secara de facto dan de jure belum sepenuhnya diberlakukan. Pada masa penjajahan Jepang saat itu, memang bersamaan dengan gonjang ganjing Dunia. Perang Dunia Ke-2 cukup memberikan warna bagi pembentukan negara Indonesia. 

Ibarat sebuah pertarungan, Perang Dunia ke-2 merupakan sebuah pertarungan antara bangsa penganut demokrasi vs negara kerjaan. Penganut demokrasi yang diwakili oleh tentara sekutu (USA, Inggris, Belanda) dan negara kerjaan yang diwakili oleh tentara jepang. Saat itu memang Indonesia dalam cengkraman Jepang.

Tahun 1924 M, Kemal Pasha At-taturk La’natullah Allaih yang berhasil menghilangkan kepemimpinan umat islam, ke-khilafah-an turki utsmani yang berubah menjadi  Republik Sekuler Turki. Pada saat itu, Tenno Heika Hirohito dari kekaisaran Shinto jepang menyatakan dirinya sebagai seorang muslim dan menyatakan dirinya sebagai Khalifah penggati Khalifah terakhir di Turki. Tentu sasaran propangganda ini adalah Ulama dan Santri di Indonesia. Salah satunya untuk mendukung pelaksanaan Nipoon Islamic Grass Root Policy.Sebuah kebijakan Islam Nippon terhadap ulama dan santri di desa-desa, bersama Dai Nippon memenangkan perang Asia Timur Raja melawan sekutu (Manshur A., 2012).  

Sebuah usaha jepang untuk memberikan corak Negara Indonesia kedepannya. Paling tidak mengikuti apa yang jepang lakukan. Namun ternyata hal keinginan tersebut lenyap seiring hancur leburnya Jepang yang ditandai dengan jatuhnya dua pasang bom atom yang bisa dibilang meluluh lantakkan negara jepang saat itu.

Pada saat yang sama, setelah jepang merasa tak akan memenangkan Perang Dunia ke-2. Kemudian Jepang buru-buru memberikan janji kepada nusantara untuk dapat ‘merdeka’. Namun tanpa sebuah kepastian kapan dan bahkan tanpa sebuah kejelasan kemerdekaan Indonesia. Tentu ini sebuah cara licik untuk menarik simpati saja. Akhirnya, dibentuklah sebuah forum untuk mempersiapkan hal tersebut. Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai– Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan. Yang dikemudian hari berubah menjdai Dokuritsu Zyunbi Iinkai – Panitia Persiapan Kemerdekaan.  

Akhirnya dilakukanlah forum tersebut. Memang didalam forum tersebut bisa dibilang berisikan pemikiran dari beragam warna dan corak. Dari mulai kalangan kejawen, ulama, nasionalis netral agama, kristen, dan katolik. Dari forum inilah muncul sebuah pertentangan keras, bagaimana bentuk negara Indonesia ini. Para Ulama menghendaki pembentukan Negara Islam, yang dimotori oleh Ki Bagus Hadikusumo yang notabene nya berasal dari kalangan Muhamadiyyah  dan  K.H. Achmad Sanoesi. Akhirnya, karena memang sedari awal, Jepang melakukan depolitisasi Islam akhirnya, ide tersebut hilang begitu saja. Dan akhirnya yang muncul kepermukaan adalah konsep negara Demokrasi. 

Terlebih saat itu kalangan nasionalis seperti Moh. Hatta dan Moh Yamin tidak mendukung adanya negara Islam, bahkan Moh. Hatta menyatakan hanya menginginkan “Negara Persatuan nasional yang memisahkan urusan agama dan urusan islam, dengan kata lain bukan negara islam”. Terlebih lagi, Moh. Hatta berpendidikan Barat dengan konsep Demokrasi-nya. Proses cuci otak sukses dilakukan Nagara Kafir Barat!.

Penetapan paham demokrasi sebagai sistem yang diterapkan di Indonesia kiranya tak dapat dilepaskan dari sebagian pantia yang tergabung dalam forum perumus kemerdekaan yang berlatar belakang pendidikan Barat, yang akhirnya mereka akrab dengan ajaran demokrasi yang sedang berkembang di Amerikan dan Eropa. 

Terlebih Amerika dan Eropa merupakan salah dua kampiun Perang Dunia Ke-2.  Perjalanan sistem demokrasi terus berlanjut. Setelah Indonesia merdeka secara fisik. Indonesia mengalami berbagai perbuahan bentuk. Setidaknya sejarah ini terbagi menjadi empat periode. Secara singkat antara lain :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun