Mohon tunggu...
Cut Nur Halimah
Cut Nur Halimah Mohon Tunggu... -

Just a simple girl from Aceh and like broadminded A girl who loves travelling and cooking

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Melakukan Audit di Lembaga Zakat Baitul Mal Aceh

25 Mei 2016   08:51 Diperbarui: 25 Mei 2016   09:01 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Cut Nur Halimah

Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Hukum Islam Konsentrasi Keuangan dan  Perbankan Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Baitul  Mal  adalah  Lembaga Daerah  Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan  zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali  berdasarkan Syariat Islam. Baitul Mal mempunyai makna sebagai sebuah lembaga atau  tempat untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan Negara.

Baitul  Ma l merupakan  amanat Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang menegaskan bahwa zakat, harta wakaf dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota yang diatur dengan  Qanun Aceh No. 10 Tahun 2007  tentang Baitul Mal. Pembentukan Baitul Mal di Aceh berkaitan dengan pembentukan lembaga zakat atau harta agama di daerah-daerah lain di Indonesia.

Dengan dibentuknya  lembaga Baitul Mal di Aceh telah memberikan  peluang yang cukup besar bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan kekuatan yang ada pada dirinya untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi dan kualitas hidupnya. Peran-peran itu tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya institusi yang profesional dan mampu memanfaatkan peluang itu. Kehadiran Baitul Mal Aceh adalah untuk mengisi peluang ini dan menjawab berbagai tantangan aktual yang dihadapi masyarakat Islam di Aceh dengan memanfaatkan kekuatan yang ada pada mereka sendiri, khususnya kekuatan ekonomi.

Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan - catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenaikeawajaran laporan keuangan tersebut.  Audit bagi suatu perusahaan atau organisasi  merupakan  hal yang penting  karena dapat memberikan  pengaruh yang besar dalam  kegiatan perusahaan atau organisasi. Selain itu audit juga merupakan alat manajemen yang dapat digunakan untuk melakukan verifikasi bukti-bukti transaksi, juga digunakan untuk menilai efektifitas pencapaian target  yang telah ditetapkan.

Zakat sebagai Sumber Pendapatan Anggaran Daerah (PAD)

Sebagai potensi yang sangat besar bagi daerah, pemerintah memasukkan zakat sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Beberapa ketentuan zakat sebagai PAD telah disahkan, seperti berawal dari UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam (sebagai dasar awal munculnya masalah). Selanjutnya dikukuhkan kembali dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang tersebut dalam Pasal 180 ayat (1) huruf d, yaitu zakat. Dengan ketentuan ini meneguhkan peran negara dalam pengelolaan zakat, sebagai bagian pelaksanaan syari’at Islam. Ketentuan lanjutan adalah pada Qanun Aceh No. 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal, yaitu Pasal 24 ayat (2) bahwa semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Aceh merupakan sumber PAD Aceh yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh.

Demikian juga ketentuan Pasal 25 ayat (2) bahwa semua penerima zakat yang dikelola Baitul Mal Aceh merupakan sumber PAD Aceh yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota.  Peningkatan penghimpunan zakat sebagai PAD terkait erat dengan kebijakan pemerintah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) terhadap regulasi dan manajemen Baitul Mal. Zakat sebagai PAD dalam pengelolaannya menganut ketentuan keuangan daerah, tanpa mempertimbangkan zakat sebagai bagian dari perintah agama. Padahal zakat dalam agama begitu terkumpul harus segera disalurkan.

Tidak harus menunggu pengesahan APBA/ APBK, seperti PAD murni, karena yang dicairkan adalah  uang  zakat yang disetor ke kas daerah. Zakat yang disetor ke kas daerah menjadi PAD murni dianggap telah melanggar dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, pencantuman zakat sebagai salah satu penerimaan PAD murni dalam berbagai ketentuan perundang-undangan dengan segala akibat hukum yang melekat, khususnya peraturan keuangan daerah adalah bertentangan dengan esensi zakat yang sudah ditetapkan dalam al-Qur’ān.

Pembentukan Zakat sebagai Pendapatan Daerah tidak sejalan dengan hakikat  zakat sebagai perintah agama, sehingga menimbulkan berbagai implikasi hukum yang perlu dicari  solusi yang tidak melanggar salah satu dari aspek hukum pendapatan daerah (negara) dan hukum Islam.  Bahkan jika zakat itu akan diterapkan sebagai sumber pendapatan daerah, itu harus diatur sebagai sumber khusus pendapatan daerah, dan pengelolaannya harus secara khusus untuk mencapai tujuan dan sasaran dari zakat.

Pentingnya Audit di  Baitul Mal Aceh

Audit merupakan hal yang menjadi kewajiban bagi setiap lembaga, begitu pula bagi Lembaga  Pengelola Zakat. Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2014 pasal 75, menetapkan kewenangan Kementerian Agama untuk melakukan audit syariah atas laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Zakat. Melalui audit syariah dapat diketahui dan dipastikan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Zakat telah memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam (shariah compliance) serta untuk mencegah penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh oleh amil zakat.

Lembaga Pengelola Zakat  adalah  lembaga yang memiliki tugas membantu  pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Terhadap pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus melakukan audit syariat dan audit keuangan. Audit syariat dilakukan oleh Kementerian Agama dan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik. Pada Departemen  Keuangan terdapat instansi yang bertugas antara lain sebagai pemeriksa pengelolaan  keuangan instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan negara , yaitu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang disingkat BPKP. Namun, bila ditinjau dari segi instansi atau badan usaha negara sebagai suatu unit organisasi, maka peranan BPKP  merupakan pemeriksaan ekstern bagi unit organisasi tersebut.

Peran Baitul Mal oleh sebagian  pakar mengatakan bahwa ia lebih berperan pada pengelolaan harta zakat secara pasif, yaitu berfungsi sebagai pihak penghimpun dana dan penyaluran dana kepada  para  mustahiq. Sementara Qanun tersebut telah menyatakan bahwa peran Baitul Mal Aceh tidak hanya berfungsi sebagai pengelola, tetapi juga mengembangkan zakat.  Karena itu, upaya pengembangan zakat menjadi sesuatu yang amat penting, karena zakat tidak hanya sebagai masalah konsumtif, namun juga memperhatikan masalah yang produktif.

Dalam hal ini,  Baitul Mal   tidak hanya dituntut untuk bisa mengumpulkan dana dari muzakki/donatur untuk kemudian disalurkan kepada yang berhak menerimanya atau mustahik. Namun Baitul Mal pun dituntut memiliki kemampuan mengelola dana. Dengan ikut merasakan bagaimana sulitnya mengumpulkan dana, menjadikan pemakaian/pengelolaan  semakin profesional, betul-betul  layak, dan dari berbagai aspek patut dipertanggungjawabkan kepada stakeholders.

Dengan demikian, butuh azas akuntabilitas dan transparansi. Sehingga budaya kerja yang amanah, profesional, kemudahan, sinergi, ketepatan penyaluran dan kejelasan laporan  dapat terealisasi. Untuk memenuhi standar kelayakan, maka setiap tahun keuangan  Baitul Mal Aceh sudah seharusnya diaudit. Tidak hanya itu, semua yang berhubungan dengan kelembagaan Baitul Mal idealnya diaudit oleh satuan audit internal. Setiap departemen dan divisi yang ada di Lembaga ini diharapkan siap.

Jadi,  setiap proses yang memerlukan dana dengan  prosedur yang benar, maka harus dipertanggungjawabkan.  Berkaitan  dengan tim audit , mudah-mudahan  timbul kesadaran bersama bahwa tim audit tidak harus dicurigai ataupun ditakuti. Nantinya audit semacam ini akan menjadi kebutuhan. Justru dengan diaudit akan diketahui bila terjadi kekeliruan. Dengan demikian, auditing menjadi hal biasa nantinya. Dengan adanya audit di Baitul Mal,  dapat  menciptakan “good corporate governance.” Hal ini akan bermanfaat karena dengan tingginya kepercayaan  masyarakat terhadap baitul Mal.  Kepercayaan tersebut harus dibangun melalui akuntabilitas publik melalui pertanggungjawaban keuangan terutama operasional syariah lembaga Baitul Mal. Semoga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun