Pentingnya Audit di Baitul Mal Aceh
Audit merupakan hal yang menjadi kewajiban bagi setiap lembaga, begitu pula bagi Lembaga Pengelola Zakat. Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2014 pasal 75, menetapkan kewenangan Kementerian Agama untuk melakukan audit syariah atas laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Zakat. Melalui audit syariah dapat diketahui dan dipastikan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Pengelola Zakat telah memenuhi prinsip-prinsip syariah Islam (shariah compliance) serta untuk mencegah penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh oleh amil zakat.
Lembaga Pengelola Zakat adalah lembaga yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Terhadap pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus melakukan audit syariat dan audit keuangan. Audit syariat dilakukan oleh Kementerian Agama dan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik. Pada Departemen Keuangan terdapat instansi yang bertugas antara lain sebagai pemeriksa pengelolaan keuangan instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan negara , yaitu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang disingkat BPKP. Namun, bila ditinjau dari segi instansi atau badan usaha negara sebagai suatu unit organisasi, maka peranan BPKP merupakan pemeriksaan ekstern bagi unit organisasi tersebut.
Peran Baitul Mal oleh sebagian pakar mengatakan bahwa ia lebih berperan pada pengelolaan harta zakat secara pasif, yaitu berfungsi sebagai pihak penghimpun dana dan penyaluran dana kepada para mustahiq. Sementara Qanun tersebut telah menyatakan bahwa peran Baitul Mal Aceh tidak hanya berfungsi sebagai pengelola, tetapi juga mengembangkan zakat. Karena itu, upaya pengembangan zakat menjadi sesuatu yang amat penting, karena zakat tidak hanya sebagai masalah konsumtif, namun juga memperhatikan masalah yang produktif.
Dalam hal ini, Baitul Mal tidak hanya dituntut untuk bisa mengumpulkan dana dari muzakki/donatur untuk kemudian disalurkan kepada yang berhak menerimanya atau mustahik. Namun Baitul Mal pun dituntut memiliki kemampuan mengelola dana. Dengan ikut merasakan bagaimana sulitnya mengumpulkan dana, menjadikan pemakaian/pengelolaan semakin profesional, betul-betul layak, dan dari berbagai aspek patut dipertanggungjawabkan kepada stakeholders.
Dengan demikian, butuh azas akuntabilitas dan transparansi. Sehingga budaya kerja yang amanah, profesional, kemudahan, sinergi, ketepatan penyaluran dan kejelasan laporan dapat terealisasi. Untuk memenuhi standar kelayakan, maka setiap tahun keuangan Baitul Mal Aceh sudah seharusnya diaudit. Tidak hanya itu, semua yang berhubungan dengan kelembagaan Baitul Mal idealnya diaudit oleh satuan audit internal. Setiap departemen dan divisi yang ada di Lembaga ini diharapkan siap.
Jadi, setiap proses yang memerlukan dana dengan prosedur yang benar, maka harus dipertanggungjawabkan. Berkaitan dengan tim audit , mudah-mudahan timbul kesadaran bersama bahwa tim audit tidak harus dicurigai ataupun ditakuti. Nantinya audit semacam ini akan menjadi kebutuhan. Justru dengan diaudit akan diketahui bila terjadi kekeliruan. Dengan demikian, auditing menjadi hal biasa nantinya. Dengan adanya audit di Baitul Mal, dapat menciptakan “good corporate governance.” Hal ini akan bermanfaat karena dengan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap baitul Mal. Kepercayaan tersebut harus dibangun melalui akuntabilitas publik melalui pertanggungjawaban keuangan terutama operasional syariah lembaga Baitul Mal. Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H