Himpunan Mahasiswa Islam yang disingkat (HMI) merupakan organisasi terbesar dan tertua di Indonesia yang menghimpun mahasisea atau insan-insan terdidik, kritis dan pembaharu. Di awal kelahirannya HMI membawa dua misi besar yakni (1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia, yang kemudian disebut dengan wawasan kebangsaan, dan (2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam, yang dikenal dengan wawasan keislaman atau keumatan.
Seiring berjalannya waktu tujuan tersebut mengalami beberapa kali perbaikan redaksinya sehingga pada kongres X di Palembang tahun 1971 tujuan HMI menjadi "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT" (pasal 4 AD HMI). Berdasarkan tujuan tersebut, pada dasarnya HMI sebagai wadah berproses untuk pengembangkan potensi sumber daya manusia (sdm kader) yang berkualitas insan cita.
Untuk mencapai tujuan mulia tersebut tentu diperlukan suatu proses dan usaha-usaha yang terukur yakni melalui perkaderan yang sistematis. Dalam konteks Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), maka pengertian perkaderan adalah usaha organisasi yang  ilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI. Dengan demikian proses perkaderan tersebut diharapkan HMI melahirkan kader muslim, inteletual professional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah sebagai khalifa fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Tuntutan Era Digital dan Pandemi Covid-19
Saat ini kita telah memasuki era dimana hampir semua kegiatan realitas nyata beralih kerealitas maya atau yang di sebut era digital. Di era ini teknologi sudah menguasai berbagai sektor kehidupan manusia. Teknologi menjadi jawaban atas seluruh persoalan yang melanda. Internet menjadi suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dan informasi yang datang setiap saat bisa kita baca tanpa harus menunggu waktu yang cukup lama. Pun media massa sudah bergeser dari cetak ke online dan bisa diakses kapanpun dan dimanapun. Manusia, mau atau tidak harus siap dengan era digitalisasi ini agar tidak digilas oleh waktu.
Pandemi covid-19 mendorong kebijakan pemerintah membatasi seluruh aktifitas kita
untuk tidak boleh berkerumun baik aktifitas ekonomi, keagamaan, tak terkecuali kegiatan
belajar-mengajar di kampus dilakukan secara daring dengan segala keterbatasannya. Pandemi covid-19 merubah kehidupan kita dalam segela lini seluruh keadaan ke dalam realitas dunia baru yang tidak terpisah dari media online, tak terkecuali HMI. Pandemi covid-
19 mempercepat proses transformasi multidimensi kehidupan yang tak terelakkan dari
teknologi digital.
Kedua realitas baru tersebut menjadikan aktifitas organisasi kemahasiswaan tak terkecuali HMI menjadi mati sore. Hampir satu tahun nyaris tidak ada proses perkaderan alasannya karena adanya pandemi covid menjadi sulit untuk memobilisasi kader dan tidak mendapat izin tempat karena kebijakan pemerintah yang tidak memungkin untuk berserikat dan berkumpul. Berdasarkan hal tersebut, tampak jelas bahwa kita belum siap menghadapi perubahan zaman karena belum bisa move on dari kegiatan organisasi atau perkaderan offline yang formal dan sakral itu. Era kemajuan industri teknologi ini kita tidak bisa mencegahnya
karena itu akan terus bergerak maju, mau atau tidak kita harus mampu menyesuaikan dan
mengusai teknologi ini pun soal pandemi covid kita tidak tau kapan ini akan berakhir bahkan
institusi kesehatan duniapun (who) tidak bisa dijadikan dasar rujukan yang pasti. Dampak
dari kedua hal ini berakibat buruk pada proses perkaderan kultural dan struktural HMI.
Keharusan Adaptasi Pola PerkaderanÂ
Sebagai organisasi yang telah lama mengambil peran penting dalam kehidupan umat dan kehidupan bangsa, HMI telah membuktikan kapasitasnya sebagai organisasi yang mampu menjawab berbagai macam tantangan zaman. Mulai dari masa awal mula kemerdekaan hingga saat ini. Dalam lintasan sejarah HMI ada beragam problematika yang melanda mulai dari konflik horizontal maupun vertical. Namun semua persoalan diatas mampu dilewati dan dijawab oleh HMI. Tak heran jika Jenderal Soedirman, mengatakan HMI adalah Harapan Masyarakat Indoneisa (HMI) dalam satu momentum milad HMI di Jogjakarta.
Kini, usia HMI sudah memasuki 75 tahun, diibaratkan dengan usia manusia sudah tua. Namun HMI harus tetap menunjukkan keproduktifannya dalam menjawab tantangan
zaman. Sayyidina Ali bin Abu Thalib berpesan; "Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu." Inilah hikmah klasik yang berlaku hari ini tak terkecuali bagi HMI. Heracletos (540 -- 480 seb. M) Filsuf Yunani kuno mengatakan,"Nothing endures but change". Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri.
Karena perubahan itu sendiri mutlak adanya.
Oleh karena itu, sebagai organisasi yang berstatus kemahasiwaan (pasal 6 AD HMI) dan berfungsi sebagai organisasi kader (pasal 9 AD HMI), yang tidak bisa mengelak dari perkembangan zaman. Menjadi sebuah keharusan, HMI bisa beradaptasi dan melewati tantangan digital dengan tidak menegasikan prinsip perjuangan HMI, yakni nilai keislaman dan keindonesiaan. Akbar Tandjung dalam buku Membangun Konsensus mengatakan bahwa kedua prinsip itu (keislaman-keindoneisaan) tidak boleh dipisahkan dalam perjuangan HMI. Bagi HMI memisahkan Islam dan Indonesia justru akan membelah visi, misi, komitmen dan keperibadiannya.