Mohon tunggu...
Humaniora

Mengatasi Kesenjangan Sosial

28 Januari 2016   12:19 Diperbarui: 28 Januari 2016   12:37 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendiri Negara Bangsa Indonesia Ir Soekarno dalam penjelasannya tentang Pancasila menguraikan apabila diperas, maka inti dari seluruh Sila dalam Pancasila adalah semangat gotong royong, yakni semangat saling tolong-menolong diantara seluruh warga Indonesia. Indonesia sebagai sebuah republik hanya bisa berdiri kokoh ketika satu sama lain saling membantu meringankan beban masing-masing. Yang berpunya membantu yang miskin, yang kuat menolong yang lemah. Dalam idealita kehidupan bernegara seperti ini, saat ini kita menyaksikan realitas bertolak belakang dengan cita-cita bernegara diatas. Salah satu tolak ukurnya adalah tingkat  kesenjangan sosial yang semakin lebar (Gini ratio Indonesia 0,41 yang dihitung berdasarkan kesenjangan konsumsi antara kalangan kaya dan miskin).

Dalam sebuah tatanan bernegara dimana kekuasaan bekerja mengelola kehidupan bersama yang memungkinkan masyarakat saling tolong-menolong, tidak mungkin menghasilkan sebuah tatanan sosial yang senjang antara mereka yang kaya dan miskin. Tingkat kesenjangan sosial yang semakin tinggi memperlihatkan betapa hubungan sosial lebih menekankan pada pemenuhan kepentingan individualistik dan egoisme, daripada sikap gotong royong. Realitas sosial terkini yang mengabarkan tingkat ketimpangan sosial yang semakin tinggi memperlihatkan betapa Pancasila yang berakar dari tradisi gotong royong telah ditinggalkan dalam kehidupan sosial kita.

Selama perjalanan proses demokrasi kita selama ini, telah tertanam pandangan yang salah kaprah yang menekankan pada prinsip bahwa pemenuhan kepentingan sendiri dan kebebasan individual adalah hal yang utama, dan kesenjangan sosial bukanlah sebuah masalah pokok, karena ketika kue pembangunan semakin besar maka akan mengalir kebawah secara otomatis, tanpa harus dikelola oleh regulasi dan kebijakan sosial dari negara.

Terkait dengan  persoalan diatas, adalah menarik ketika salah satu borjuasi nasional Hary Tanoe menuangkan seruan untuk menolak ekonomi liberal, sebuah perspektif ekonomi yang justru dapat memperuncing kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Sebagai politisi yang memiliki pengalaman sebagai pengusaha menurut Bung HT  ada beberapa hal prinsipil yang sejalan dengan garis haluan ekonomi republic. Menurutnya berjalannya roda kehidupan ekonomi yang sehat  membutuhkan kesejajaran antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. Pertama, Kondisi kehidupan sosial yang semakin timpang tanpa penanganan kebijakan yang seksama akan merangsang timbulnya letupan dan keresahan sosial. Kriminalitas sosial akan semakin tumbuh sejalan dengan ketidakmampuan rakyat kecil untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial mereka. Pergesekan sosial antar kelompok-kelompok berdimensi sektarianisme akan semakin menguat, seiring semakin nyatanya jurang kesenjangan sosial yang semakin mengangga. Kehidupan sosial ekonomi yang sehat membutuhkan tatanan sosial yang stabil dan aman, sementara stabilitas dan rasa aman dengan tingkat keresahan dan kriminalitas yang rendah hanya bisa dibangun ketika hajat hidup mayoritas rakyat Indonesia dimakmurkan.

Kedua, tingkat kesenjangan sosial yang semakin tinggi akan mebuat warga yang miskin semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan sosial sehari-hari dan menggapai sarana yang membuat mereka bia keluar dari kondisi kemiskinannya, seperti kesehatan dan pendidikan yang layak. Sementara disisi lain, dunia usaha yang tumbuh dan bergerak dalam era globalisasi berkejar-kejaran dengan tingkat persaingan yang tinggi antara sesama pelaku usaha. Pada sisi lain laju kehidupan ekonomi yang bergerak kencang membutuhkan bukan saja tenaga kerja terlatih, namun juga tenaga kerja terdidik yang sanggup menciptakan inovasi maupun menggerakkan perekonomian dengan daya saing tinggi. Dalam kondisi kesenjangan sosial yang semakin tinggi, dimana akses kepada pendidikan yang lebih baik semakin terbatas, beresiko menghilangkan potensi terlahirnya tenaga kerja terdidik yang handal dan berkompeten. Dalam keadaan demikian, hampir mustahil bangsa kita mengejar ketertinggalan dalam kancah globalisasi, ketika mayoritas sumber daya manusia kehilangan kesempatan untuk memperoleh akses pendidikan yang layak akibat tingkat kesenjangan sosial yang semkin luas. Tentu kita tidak ingin kekhawatiran Bung Karno pada masa lalu bahwa Indonesia hanya akan menjadi kuli diantara bangsa-bangsa akan menjadi sebuah kenyataan! Kita menginginkan negeri kita dan ketahanan ekonominya dibangun melalui kekuatan ekonomi yang mandiri, ditopang oleh kekuatan entrepreneurship yang handal dan ulet, serta sumber daya manusia yang cerdas dan brilyan dalam menghadapi tantangan zaman kedepan.

Ketiga, melampaui wilayah ekonomi, bahwa negara ini dibangun dengan komitmen dan kontrak sosial Pancasila yang menekankan keadilan sosial sebagai tujuan hidup bernegara, dan hidup gotong royong dan tolong menolong sebagai jalan untuk menuju cita-cita keadilan tersebut. Kesenjangan sosial yang semakin tinggi adalah bentuk pengingkaran atas prinsip-prinsip bernegara yang telah digariskan oleh pendiri Republik kita Bung Karno, Bung Hatta dan para pejuang bangsa lainnya!

Dengan kesenjangan sosial antara kelas sosial, antar wilayah maupun kesejangan sosial antara kota dan desa yang semakin melebar, maka kontrak sosial kita dalam hidup sebagai bangsa perlahan-lahan semakin luruh, tingkat kepercayaan dalam hubungan antar masyarakat maupun antar masyarakat dan negara akan semakin tercabik-cabik.

Ikatan kepercayaan bangsa ini dalam tiap elemen-elemen penting pembentuknya harus lebih direkatkan kembali. Inilah saatnya kita mengukuhkan kembali semangat gotong-royong, saling tolong menolong sebagai bangsa. Dalam menghadapi tantangan globalisasi kedepan, kita tidak hanya membutuhkan slogan kerja, namun lebih dari itu kerja dan perduli! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun