Mohon tunggu...
Politik

Logika dan Fakta Kasus Restitusi Pajak PT Mobile 8

4 Februari 2016   18:37 Diperbarui: 4 Februari 2016   22:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Drama kisah pesan singkat CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Yulianto, memasuki babak baru. Melalui kuasa hukumnya Hotman Paris berencana akan melaporkan balik Yulianto dan Jaksa Agung HM Prasetyo ke Bareskrim atas dugaan pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 310 KUHP dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah serta UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) tentang penyebaran konten negatif di media elektronik.

Namun kali ini saya bukan ingin membahas soal sms ancaman, tapi saya ingin membahas beberapa analisis terkait kasus yang disangkakan kepada PT Mobile 8. Berdasarkan berita yang beredar baik media cetak, online, maupun Tv, dari tahun 2002 hingga 2005 mengalami kerugian total sebesar Rp 693 miliar. Meskipun merugi, PT Mobile 8 ternyata masih melakukan pembayaran di muka atau biasa disebut Prepaid Tax sebesar Rp 12.239.025.011 untuk PPH dan hal itu sudah sesuai dengan perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

Untuk informasi, restitusi PPH dihitung dari selisih antara pajak terhutang dengan Prepaid Tax, dikarenakan perhitungan laba fiskal setelah dikurangi kompensasi kerugian tahun lalu adalah Nol, maka tidak ada pajak yang terhutang, yang tertinggal adalah Hak Restitusi atas Prepaid Tax.

Dilansir Okezone.com, dalam kasus restitusi PT Mobile 8, aparat pajak atas nama Dirjen Pajak telah melakukan pemeriksaan lapangan dan hasilnya terdapat kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar no 00059/406/07/054/09 tanggal 13 Maret 2009 sebesar Rp 12.239.025.011. Berdasarkan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4(2) dan PPh Pasal 26 sebesar 1.490.868.666. Sehingga selisih pengembalian bersih atas lebih bayar tersebut dilakukan restitusi sebesar Rp 10.748.156.345.

Jika berdasarkan data dan surat keputusan pajak tersebut, angka sekitar Rp 10 miliar tersebut, bukanlah transaksi fiktif akan tetapi pengembalian uang milik PT Mobile 8 yang disetorkan sebagai Prepaid Tax.

Saya pun coba berandai-andai dengan tuduhan PT Mobile 8 melakukan transaksi bodong dengan salah satu perusahaan. Jaksa Yulianto dalam beberapa kali kesempatan mengatakan adanya transaksi fiktif yang dilakukan PT Mobile 8 dan merugikan negara hingga Rp 10 miliar, namun logikanya jika adanya transaksi maka disana ada pajak dan negara pun seharusnya mendapatkan pajak dari transaksi tersebut secara otomatis dan tidak seperti yang dikatakan .

Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan, perusahaan yang merugi tidak membayar pajak dan hanya perusahaan yang untung saja yang membayar pajak. Artinya, dana restitusi pajak tersebut memang sudah diatur dalam uu nomor 28 tahun 2007.

Saya pun sebagai orang awam yang melihat situasi seperti ini kurang mengerti sebenarnya apa pertimbangan Jaksa Yulianto yang ingin sekali Hary Tanoe terseret dalam kasus ini. Pertama, apakah benar Ketua Umum Perindo tersebut terlibat langsung dalam setiap transaksi PT Mobile 8? Lalu apakah Jaksa Yulianto sudah mengetahui peraturan terkait restitusi ini?

Mungkin atas dasar inilah, Hary Tanoe ingin melaporkan Jaksa Yulianto yang mungkin “belum mengerti” atau belum membaca peraturan terkait restitusi pajak tersebut. Kalau melihat pasal pencemaran nama baik yang saya bahas di atas, Hary Tanoe sepertinya cukup beralasan jika melihat fakta hukum restitusi tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun