Sumber foto : okezone.com
MEA merupakan realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi. Dalam mendirikan MEA, ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
Terkait MEA, memang sedikit banyak mengundang polemik karena ada yang beranggapan bahwa dengan datangnya barang-barang dari luar negeri akan mematikan produk lokal. Pro dan kontra pun tidak bisa dihindari, namun kita tidak bisa menolak persaingan yang sudah ada. Oleh karena itu, berbagai kebijakan dibuat untuk menyiapkan masyarakat, terutama para pelaku Usaha, Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) agar produk yang dihasilkan memiliki daya saing dengan barang yang datang dari luar negeri.
Bukan hanya produk yang akan keluar-masuk di negara-negara ASEAN, para pekerja pun bisa dengan mudahnya bekerja dalam satu negara. Oleh karena itu, selain pelatihan keterampilan, pelatihan bahasa menjadi sangat penting untuk para pekerja Indonesia agar bisa berkomunikasi dengan baik jika bekerja di luar negeri.
Salah satu program pelatihan keterampilan dan bahasa adalah MEA Center yang digagas Ketua Umum DPP Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo. MEA Center ini yang merupakan lembaga konsutasi, pendampingan, pelatihan, dan kursus bahasa asing yang meliputi bahasa Mandarin, Inggris, dan Arab. Program MEA Center dibuat karena kurangnya pengetahuan dan minimnya penguasaan teknis, khususnya bahasa dan komunikasi para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, sehingga hal tersebut menjadi penyebab banyaknya masalah yang dihadapi para Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
MEA Center yang terletak di kantor DPP Partai Perindo, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat ini akan menambah MEA Center lainnya di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri untuk melayani kebutuhan keterampilan dan bahasa pekerja Indonesia. Untuk mendirikan MEA Center di luar negeri, DPP Perindo menjalin kerja sama dengan pemerintah dan otoritas setempat (KBRI dan KJRI), yang tersebar di berbagai negara untuk mengatasi masalah yang dihadapi para TKI di luar negeri, termasuk masalah hukum.
Hary Tanoe yang juga CEO MNC Group nampaknya sangat mengerti apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam menghadapi MEA. Bahkan bukan cuma mempersiapkan TKI, namun dirinya juga “menularkan wabah” jiwa wirausaha kepada masyarakat kecil di seluruh Indonesia dengan membuat program UMKM Perindo. Dalam program ini, pria yang akrab disapa HT ini membina para pelaku UMKM dari mulai cara produksi dan pemasaran.
Selain itu, bagi masyarakat yang bukan pelaku UMKM juga dibantu agar memiliki keterampilan untuk berusaha. Tidak taggung-tanggung, DPP Perindo melalui Dewan Perwakilan Daerah (DPW) menyalurkan bantuan modal dan gerobak agar masyarakat miskin bisa memiliki penghasilan.
Hary Tanoe juga menyadari bahwa masyarakat saat ini harus mendapat program nyata di tengah krisis yang melanda Indonesia. Dollar Amerika Serikat (USD) yang sempat melonjak hingga Rp 14.000 pada akhir tahun lalu membuat harga kebutuhan bahan pokok tidak terjangkau masyarakat bawah, dan hingga saat ini, meskipun Dollar sudah berada di angka sekitar Rp 13.000, tidak membuat harga kebutuhan menurun.
Oleh karena itu, apa yang dilakukan Hary Tanoe adalah solusi bagi rakyat, baik dalam menghadapi MEA, maupun dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang merupakan kebutuhan utama hidup mereka. #SaveRakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H