Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Jalan Berliku Seorang Negarawan

5 Februari 2016   12:03 Diperbarui: 5 Februari 2016   13:13 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memiliki jiwa nasionalisme adalah satu kebanggan kepada diri sendiri. “Jangan tanyakan apa yang Negara dapat perbuat untuk Anda, tetapi tanyakanlah apa yang dapat Anda perbuat untuk Negara,” itulah kata-kata mantan Presiden Amerika Serikat ke-35 John F. Kennedy. Namun, sayangnya sudah sangat jarang kita temui orang-orang yang memiliki jiwa nasionalisme seperti yang dimaksud Kennedy, baik sipil maupun birokrat.

Dulu kita punya seorang Soekarno, Hatta, Syahrir dan para pemuda lain yang mempersatukan nusantara di bawah nama Indonesia. Namun, seiring perubahan jaman dan makin sengitnya pertarungan para elite politik di tanah air, membuat kita jarang menemui seorang negarawan. Bahkan kalau pun ada mungkin orang ini akan menghadapi banyak rintangan, meskipun tujuannya baik.

Ketika membicarakan seorang negarawan, saya pun teringat sosok Hary Tanoesoedibjo. CEO MNC Group ini tidak hanya menjadi seorang pengusaha yang mampu membangun bisnisnya tumbuh pesat di tengah krisis global, tapi dirinya juga menyumbangkan ide-idenya dan melakukan kegiatan nyata untuk membantu rakyat kecil dalam menghadapi kemerosotan perekonomian nasional.

Bahkan Ketika Rupiah anjlok di angka Rp 14.000 per Dollar Amerika Serikat (USD), Ketua Umum Perindo ini dipanggil ke istana negara oleh Presiden Jokowi untuk dimintai saran agar Indonesia bisa keluar dari krisis. Dalam kesempatan itu, pria yang akrab disapa HT itu menyarankan agar pemerintah menguatkan sektor riil dengan mengembangkan UMKM dan membuat iklim investasi yang baik agar para investor berminat menanamkan modal di Indonesia.

Saran HT pun diterima dengan baik oleh Presiden Jokowi dan hal itu terlihat dalam berbagai Paket Kebijakan Ekonomi yang fokus dalam mengambangkan UMKM dan penguatan investasi. Meskipun demikian, HT tidak seperti ketua umum partai lain yang mungkin dijanjikan jabatan tertentu untuk membantu pemerintah, tapi HT tidak meminta jabatan apapun kepada Presiden Jokowi, sebab yang dipikirkannya hanyalah rakyat kecil agar bisa sejahtera.

Setiap orang yang memiliki jiwa nasionalisme pastinya ingin membenahi negerinya sendiri dan mau rakyatnya sejahtera. Namun seperti yang dikatakan tadi, seseorang yang baik pasti akan menemui banyak rintangan, HT pun mengalami banyak rintangan dan salah satunya adalah kasus restitusi pajak PT Mobile 8 dimana Kejaksaan Agung mengait-ngaitkan nama HT ke dalam restitusi dan transaksi gelap PT Mobile 8 tahun 2007 silam.

HT-pun dilaporkan ke Bareskrim oleh Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Yulianto karena diduga mengirim pesan singkat bernada ancaman kepada Yulianto. Banyak yang menilai kasus PT Mobile 8 ini terlalu mengada-ada karena kasus ini sudah lampau dan posisi HT di perusahaan tersebut jauh dari orang yang bisa disangkakan dalam kasus tersebut. Bahkan para anggota Komisi III DPR seperti Benny K Harman dan Sufmi Dasco menilai ada muatan dan motif lain dalam penanganan restitusi pajak PT Mobile 8.

Kembali ke pelaporan Yulianto soal sms, mungkin kita perlu membaca isi sms tersebut, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin Indonesia maju dalam artian yang sesungguhnya. Termasuk penegakan hukum yang profesional dan tidak transaksional dan tidak semena-mena demi popularitas. Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini. Di situ lah saatnya akan berubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak semestinya. Kasihan rakyat. Negara lain semakin berkembang dan maju." Begitulah isi sms HT kepada Yulianto.

Dalam sms tersebut, terlihat jelas cita-cita HT dalam membangun negara ke depan dimana hukum harus ditegakan dan aparat hukum yang transaksional serta berbuat semena-mena harus disingkirkan dari struktural hukum di negeri ini. Kalau kita baca dan resapi, mungkin hanya orang-orang yang tidak profesional, seperti preman, transaksional yang merasa terancam oleh pesan singkat tersebut.

Apakah Yulianto terancam?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun