Suara musik dari mesin pengeras suara di pojokan ruangan saling bersahutan. Seakan berlomba mana yang terkeras diantara lainnya. Pun lampu sorot yang bergerak kesana kemari membuat pusing dan silau yang melihatnya. Tetapi berbeda dengan suasana dan keadaan penghuni ruangan tersebut, di antara mereka ada yang berdiam diri menikmati minumannya di sofa yang tersedia, ada pula yang asik meliukkan tubuhnya mengikuti irama musik.
Arman dan temannya, Dio memasuki ruangan itu. Baru memasukinya beberapa meter sudah terasa pengap dan pusing, bau parfume dipadukan dengan minuman beralkohol seakan-akan membuat tingkat oksigen di ruangan tersebut sangatlah rendah. Sebelum memasuki ruangan itu, Arman telah membodohi penjaganya dengan beralasan bahwa ia sudah berumur 21 tahun padahal ia baru memasuki umur 17 tahun yang penasaran dan tergoda akan kehidupan malam. Dia diajak masuk lebih dalam menuju meja yang disebut 'bar' oleh Dio yang lebih tua 4 tahun dari Arman. Setiba disana, Dio meminta pada bartender atau pelayan bar minuman yang warnanya serupa dengan jus jeruk lalu diberikan kepada Arman. "Air apa ini, bang?" tanya Arman yang hanya dijawab oleh Dio "itu cuman jus jeruk, aman kok kalo diminum anak bawah umur kayak kamu , Man."
Di sisi lain, ada seorang ibu yang sudah tua dan renta, ia sedang menggotong karung yang telah terisi separuhnya dengan barang rongsok. Cara jalan ibu tersebut sudah tertatih-tatih tapi ia tetap teguh untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Saya harus mencari barang-barang bekas lebih banyak lagi agar Arman, anak semata wayang saya bisa makan makanan enak malam ini." Pikirnya.
Beliau tidak tahu bahwa anak yang disayanginya lebih memilih menghamburkan waktu dan uangnya hanya untuk hal-hal yang tidak penting dan salah. Tak lama Bu Surti, ibunya Arman telah memenuhi karungnya dan langsung dijual pada pusat barang rongsok lalu hasil jualnya beliau belikan lauk pauk untuk makan malam Arman.
Setelah sampai di rumahnya, Bu Surti tidak menemukan Arman di dalam rumah. Beliau cari di kamarnya juga tidak terlihat barang sehelai rambut pun dan itu berhasil membuatnya kaget dan khawatir. Biasanya Arman saat ini sedang belajar atau mengaji, tapi sekarang dia tak ada juga tak belajar.
Tak lama dari itu, Arman pulang ke rumah dengan keadaan tubuhnya yang bau alkohol dan mabuk. Ibunya yang melihat Arman seperti itu tak dapat mengontrol rasa sedih, pedih dan kecewa di hatinya. Bagaimana bisa Arman anak yang disayanginya yang dididik sebaik mungkin mabuk-mabukan. Tapi Bu Surti berusaha sebaik mungkin untuk menahan tangisnya dan membopong Arman ke kamarnya. Setelah terbaring di atas ranjangnya, Arman sedikit mericau "makasih cantik.".
Keesokan harinya Arman terbangun di kamarnya. Yang dirasakannya hanyalah rasa pusing, kepalanya terasa berat dan sakit. Ia mencoba untuk mengingat apa yang telah terjadi tadi malam sehingga ia mengalami sakit kepala yang amat sangat berat. Arman keluar dari kamarnya dan melihat ibunya sedang salat shubuh, ia pun memperhatikan ibunya sampai beliau selesai dengan kegiatannya. Setelah Bu Surti selesai salat, beliau menengadahkan tangannya upaya berdoa kepada Yang Maha Kuasa
"Ya Allah, anak saya sebelumnya tidak pernah seperti ini, entah hal apa yang memengaruhinya sehingga dia dapat berubah dalam satu malam. Berilah ampunan-Mu untuk Arman, Ya Allah. Arman sebenarnya anak yang sholeh juga pen---"
Tak usai ibunya berdoa, Arman mendekatinya, tetapi bukannya meminta maaf atau menyatakan penyesalannya, dia malah membentak Bu Surti.
"Apa sih, Bu? Nih ya Arman tuh udah bosen hidup susah. Arman maunya hidup dengan harta melimpah dan tak terbatas bukannya kayak gini. Ini salah ibu, kenapa meminta ampunan untuk Arman? Gak guna!" ucapnya sembari meninggikan nada suaranya.