Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warga Bantaran Waduk Pluit Kebanjiran, di Mana Komnas HAM?

21 Januari 2014   14:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:37 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_317261" align="aligncenter" width="432" caption="Sisi Bantaran Waduk yang Warganya belum Pindah, sblm banjir Okt13. Foto: Ilyani"][/caption] Beruntunglah warga yang bersedia digusur, eh salah ding, digeser oleh Jokowi ke Rusun. Mereka masih bisa tidur nyenyak di kala banjir yang menghadang seperti ini. Tetapi bagi warga bantaran waduk Pluit yang masih 'ngotot' tidak mau digeser, tentu musim banjir seperti ini akan sangat menderita. Ketinggian air yang meluap dari waduk pluit mencapai 1 meter atau sedada orang dewasa. Bukan hanya warga yang tinggal di bantaran yang langsung terkena musibah banjir. Tetapi perumahan sekitar waduk terkena juga  limpasan air yang belum bisa ditampung oleh waduk pluit. Padahal keuntungan waduk Pluit dikeruk dan ditata ini untuk kepentingan publik juga. Selain mengatasi banjir, tamannya sudah dipadati warga yang rutin datang kesini untuk bermain dengan gratis. Apalagi di hari libur.

[caption id="attachment_317262" align="aligncenter" width="504" caption="Taman Waduk Pluit, sudah bisa dinikmati Warga. Foto: Ilyani (okt"]

13902903911905738516
13902903911905738516
[/caption] Mengapa air di waduk masih meluap? Ya tentu karena pengerukan waduk pluit belum optimal mengingat warga yang masih belum mau digeser oleh Jokowi jumlahnya masih ribuan. Nah, karena sebelumnya Komnas HAM yang ngotot membela para warga di bantaran yang menghuni ilegal ini, kemana suara mereka ketika warga ketiban banjir? Pembelaan HAM terhadap warga bantaran pluit yang ngotot enggan digeser, bukankah juga melanggar HAM orang lain? HAM keseluruhan warga Jakarta agar daerahnya bebas banjir? Dalam setahun ini, upaya yang paling berat dalam normalisasi sungai dan waduk adalah memindahkan warga. Bahkan tadi saya baca di Kompas.com, ketika Jokowi mengumpulkan camat, lurah dan kepala dinas, kepala suku dinas hari ini (Selasa, 21 Januari 2014), seorang lurah menyatakan, ratusan warga bantaran kali krukut sudah sejak tahun 2007 dapat uang pengganti, tetapi sampai sekarang belum mau pindah.

[caption id="attachment_317263" align="aligncenter" width="576" caption="Bantaran Waduk Pluit, menjelma menjadi Taman yang Indah. Foto: Ilyani"]

1390290535644466262
1390290535644466262
[/caption] Zaman sekarang, tidak bisa menggusur warga sembarangan. Emang masa pak Harto, kalau untuk kepentingan publik,  main langsung angkut aja orang yang menempati tanah negara. Kalau sekarang, sudahlah mereka menempati tanah ilegal, dibujukin oleh Jokowi untuk pindah ke rusun, dikasih gratis 6 bulan, anak-anak pake jemputan sekolahnya, rusun dilengkapi peralatan rumah tangga, ibu-ibu dikursusin membatik, tetap aja ada banyak yang gak mau pindah. Malah ada yang minta ganti rugi Rp 2 Milyar! (kasus waduk Ria Rio, yang katanya sudah membangun beberapa rumah untuk dikontrakkan! ck ck ck). Sudah gitu, warga gini juga mesti banyak yang belain. Ampiun dah. Terus yang belain HAM warga kena banjir siapa? Nah, Jokowi tuh yang telaten banget negosiasi dengan warga. Dan waktunya tentu tidak bisa sehari kelar. Membutuhkan waktu. Apalagi nanti menggeser masyarakat di bantaran sungai. Aduh, ada berapa ribu yang harus dipindah? Perlu persiapan  rusun yang lokasinya juga tidak jauh dari tempat mereka biasa mencari nafkah. Semoga dengan banjir ini, yang tak liat korbannya rata-rata adalah masyarakat yang mukim di bantaran kali (kp. melayu, rawajati, bukit duri, kp.pulo dst), ntar pada mau pindah ke rusun. Lokasi pemukiman para korban tersebut emang daerahnya rendah banget, sudah sejajar dengan sungai. Yups, semoga saja banjir tahun 2014 ini adalah momentum warga bantaran untuk mau dipindahkan. Walau pesimis, paling kalau banjir dah surut pada gak mau pindah. Yang jelas, ada 13 sungai yang berasal dari Jabar dan Banten yang bermuara di Jakarta, dimana bantarannya sudah menjadi pemukiman kumuh. Begitu juga ada banyak situ dan waduk di Jakarta yang kadung jadi pemukiman liar. Penataan bantaran sungai dan waduk yang berurusan dengan ribuan keluarga ini, mestilah bukan hal yang gampang. Kerja itulah yang antara lain dilakukan pak Jokowi siang malam. Bahkan untuk banjir ini saja, beliau bisa bekerja hingga dini hari, jam 3 pagi. Termasuk mengecek lurah dan camatnya, sigap gak membantu dan mendampingi warga yang kebanjiran. Paling tidak, walau banjir belum berlalu, rakyat yang terkena musibah melihat pemimpinnya ada untuk mereka. Ya sudah, Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun