Pertama-tama, walau telat, saya mengucapkan selamat ultah yang ke-68 tahun kepada Ibu. Usia yang sudah sangat matang untuk mengalami asam garamnya kehidupan. Termasuk juga dunia perpolitikan Indonesia. Bahkan di usia ini pun Ibu masih menjabat sebagai ketua umum PDIP bukan?
Entah kenapa, apa yang terjadi sekarang mengingatkan saya ketika Ibu tampil di Mata Najwa. Ketika itu Najwa Shihab bertanya, "Apa yang paling Ibu inginkan (saya agak lupa persisnya)?" Ibu menjawab dengan mata berkaca, "Indonesia Raya." Saya yang sedang menonton dengan ibu mertua saya ikut terharu sekali. Mata kami ikut merebak basah.
Dan ketika ibu mencalonkan Jokowi sebagai capres, apa Ibu tahu? Saya bahagia sekali, sampe-sampe kalo saja saya ketemu Ibu, mesti Ibu saya peluk saking senangnya! Ketika itu yang terpikir bagi saya adalah, liat! Di saat para pemimpin partai yang imut sekalipun berambisi jadi capres, Ibu sebagai pemimpin partai terbesar malah menyerahkannya kepada Jokowi.
Tetapi saya juga tahu, tidak mungkin Jokowi jadi capres tanpa ada deal politik. Makanya ketika Puan menjadi menko, saya tidak mempermasalahkannya. Begitu juga ketika jaksa agung dari Nasdem tanpa prestasi cemerlang, saya juga tetap cuek. Yang penting jaksa agung ini belum pernah terindikasi korupsi.
Tetapi begitu mengenai calon Kepala Polisi Republik Indonesia (Cakapolri), baru saya terhenyak. Cakalpori, BG ini telah diajukan sebagai calon menteri ketika itu. Tetapi bagusnya Jokowi, ketika pemilihan menteri beliau melibatkan KPK dan PPATK, sehingga yang mendapat catatan merah tidak menjadi menteri. Termasuk BG? Hanya, betapa mengherankan, mengapa kemudian diajukan sebagai Cakapolri?
Sekarang, setelah KPK menetapkan BG sebagai tersangka, beberapa kejadian beruntun menimpa KPK. Dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, bukan seorang Abraham Samad atau Bambang atau Pandu yang memutuskan, tetapi harus keputusan kolektif, dengan minimal 2 alat bukti yang cukup kuat. Alat bukti yang selama ini terbukti sangat ampuh di pengadilan.
Tentu Ibu tahu, bahwa penyakit korupsi telah sangat parah menjangkiti negeri ini. Dan dengan adanya KPK, sebuah dinasti kekuasaan di Banten dan Bangkalan, dengan kekayaan yang menyundul langit, tetapi penduduknya sangat miskin, terungkap kasus korupsinya. Dana haji, impor sapi, hingga kasus-kasus lainnya terungkap ke publik. Saya ikut merasakan dampaknya, karena biaya haji jadi turun.
Dan dengan semangat pemberantasan korupsi ini, sistem pemerintahan makin transparan. Sebagian pejabat publik tidak lagi berani korupsi, walaupun sebagian lagi masih kucing-kucingan.
Indonesia masih negara yang miskin Bu, di tengah kekayaan hasil alamnya. Dan itu karena korupsi yang menyundul langit. Ada orang-orang yang tega mengambil hak hak orang lain, memperkaya diri pribadi, dengan mengorbankan hak orang lain.
Bayangkan, masih ada polisi yang tinggal di kandang sapi, dengan kasur sobek sobek ditiduri 5 orang, dindingnya memakai penutup spanduk. Di Jakarta saja masih kita lihat pengemis berkeliaran, anak jalanan, pengamen, saudara kita yang saya yakin jika korupsi diberantas, pengelolaan pemerintahan berjalan baik, kehidupan mereka akan terangkat.
Ibu yang baik, pemerintahan Jokowi baru berjalan 100 hari. Kisruh Polri-KPK bukan main-main... kedua institusi ini menjadi pilar perbaikan negeri ini. Entah kenapa saya percaya, bahwa jika Ibu turun tangan, kisruh ini bisa berakhir. Saya ingin mempercayai bahwa sungguh Ibu seorang negarawan, dan menginginkan Indonesia Raya, seperti yang Ibu sebut di Mata Najwa. Semoga harapan saya tidak sia-sia, dan keberkahan dunia-akhirat dilimpahkan kepada Ibu.